Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (20): Gotong-royong Menggotong Rumah
Sedikitnya ada enam orang yang memikul di bagian depan rumah, enam orang di bagian belakang, serta masing-masing enam orang di sisi kiri dan kanan.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
18 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Teriakan-teriakan yang memberikan arahan kepada yang lainnya agar rumah yang digotong tidak roboh, bersahutan. Itulah teriakan-teriakan kegembiraan yang mengiringi warga memindahkan rumah dengan cara menggotongnya. Saat itu jalanan masih lengang, dan lokasi asal dan tujuan masih memungkinkan.
Rumah-rumah di Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada tahun 1960-an, ada beberapa jenis. Umumnya rumah panggung dengan ukuran paling kecil 3x4 meter, rumah ukuran sedang 5x7 meter, dan rumah ukuran besar 7x9 meter. Rumah panggung ini tiangnya dari kayu, bagian paling bawah disangga oleh batu tatapakan, batu penyangga yang sudah dibentuk segi empat. Bagian bawahnya lebih lebar, dengan tinggi antara 40-50 meter. Ada juga batu penyangga sederhana dari batu kali sebesar kelapa yang bagian atasnya rata.
Batu tatapakan berfungsi sebagai penahan beban rumah agar tiangnya tidak ambles ke tanah. Tatapakan pun berguna sebagai penahan lembab dari tanah agar tidak naik sampai ke tiang kayu. Dengan cara ini umur kayu menjadi awet, tidak mudah lapuk.
Bambu dan Kayu
Dinding rumahnya dari bilik, anyaman dari bambu halus, sehingga angin masih bisa ke luar-masuk dengan leluasa. Cahaya matahari menyelusup di sela-sela anyaman bilik, membentuk garis-garis miring, sesuai posisi dan ketinggian matahari. Cahaya pagi hari akan semakin menarik ketika asap dari tungku menyebar ke langit-langit dapur.
Lantai rumahnya terbuat dari palupuh, bambu ukuran besar dan tua yang dipecah-pecah dengan golok, namun tidak sampai belah memanjang. Antara satu pecahan dengan pecahan lainnya tetap saling mengikat. Agar pecahan-pecahan bambu itu dapat dibuka, maka ada sisi yang dibelah memanjang dari ujung ke ujung. Terbentuklah bilah palupuh selebar 20-25 centimeter dengan panjang yang disesuaikan dengan ukuran lebar atau panjang rumah, sehingga tidak ada sambungan di tengah.
Lantai palupuh yang sudah lama dan sering diduduki, permukaannya menjadi halus dengan warna kecoklatan yang mengkilap. Lubang-lubang yang memanjang di celah-celah bilah palupuh, menjadi saluran udara yang baik dari kolong rumah, dan debu atau tanah yang menempel di kaki tak bersandal, akan segera jatuh ke kolong rumah.
Bagian rangka atap hampir semuanya terbuat dari kayu dan bambu. Usuknya dari batang bambu yang utuh, berjajar membujur atap, yang diikat ke rangka atap menggunakan tambang ijuk. Rengnya dari bambu yang sudah dibelah menjadi bilah bambu selebar 2,5–3 jari. Panjangnya disesuaikan panjang atap, sedangkan lebarnya disesuaikan dengan panjang genting. Rengnya akan disambung bila bambunya tidak cukup panjang. Reng-reng itu diikat ke usuk dengan tali bambu, disusun melintang atap untuk meletakkan genting dengan rapih.
Papan dan Tegel
Rumah panggung lainnya, ada yang lantainya dari papan, dan dindingnya sebagian dari papan yang dibentuk selebar 10 centimeter, yang disusun menumpuk. Papan yang di atas menumpang sedikit ke papan yang ada di bawahnya. Tinggi susunan papan itu sampai batas kusen jendela bagian bawah.
Ada juga rumah bukan panggung, rumah tidak ada kolongnya, lantainya dari adukan yang diratakan, dengan lapisan semen di atasnya, atau dengan tegel warna abu-abu. Dindingnya dari tembok sampai batas kusen jendela bagian bawah. Dinding bagian atasnya dari bilik dengan tiang rangka dari kayu.
Ada juga rumah gedong, rumah berlantai tegel yang licin dan mengkilap, yang di beberapa bagiannya bermotif warna kuning atau merah. Dindingnya juga dari tembok. Jendelanya lebar, tinggi, dan disusun dari bilah kayu yang disusun miring ke bawah. Kusen-kusen di ruang tamunya memakai kaca. Cat temboknya warna putih bersih atau warna gading. Kusen-kusennnya dicat warna abu-abu muda, dipadukan dengan warna kuning pastel untuk daun jendela dan daun pintunya.
Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (19): Kemeriahan Agustusan di Pameungpeuk
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (18): Mang Entang dan Den Acun, Dua Perintis Teknologi di Pameungpeuk
Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (17): Tetangga-tetangga Abah
24 Orang Pemikul
Di kampung kami, ada beberapa warga yang mendiami tanah milik orang kaya yang memiliki lahan di beberapa tempat namun belum digunakan. Selama dia betah, sampai dia memiliki lahan sendiri untuk mendirikan rumah, atau sampai juragan pemilik lahan itu akan menggunakannya. Maka yang mendiami lahan itu harus segera ke luar memindahkan rumahnya, karena lahannya akan dimanfaatkan pemiliknya.
Ada juga alasan lain yang mengharuskan keluarga itu memindahkan rumahnya. Bila jalan menuju tempat yang baru itu masih leluasa, tidak ada penghalang yang berarti, maka pemindahan rumah dilakukan dengan menggotongnya secara beramai-ramai. Terutama untuk rumah panggung berukuran kecil sampai sedang. Dan, ini yang utama, bila bagian per bagian dari rumah itu dibongkar, akan rusak dan akan memakan waktu yang sangat lama. Hanya gentingnya yang diturunkan, diangkut secara terpisah.
Batang-batang bambu berukuran panjang, dimasukkan ke kolong rumah, lalu diikat ke palang-palang penyangga di setiap sisi rumah. Untuk menahan agar rumah itu tetap tegak, tidak miring ke pinggir, dua batang bambu, masing-masing satu batang di samping kiri dan di samping kanan, yang ujungnya diikatkan ke rangka atap bagian atas.
Sedikitnya ada enam orang yang memikul di bagian depan rumah, enam orang di bagian belakang, serta masing-masing enam orang di sisi kiri dan kanan. Total jumlah pemikulnya sebanyak 24 orang, ditambah dua orang yang memegang batang bambu sebagai penahan agar rumah tetap seimbang. Kedua orang itu berada di pinggir kiri dan kanan rumah. Ditambah lagi beberapa orang cadangan sambil memberikan arahan agar rumah yang digotongnya tetap tegak. Mereka akan segera bertugas bergantian, bila ada pemikul sebelumnya yang sudah kecapaian.
Bila rumah yang akan dipindahkan tidak memungkinkan untuk digotong secara utuh satu rumah, maka rumah akan dibongkar per bagian. Misalnya rangka atapnya menjadi dua atau empat bagian, dinding menjadi empat bagian. Bagian-bagian itulah yang secara utuh yang digotong oleh dua orang di depan, dua orang di belakang, dan satu orang di samping yang menahan keseimbangan, menyangganya dengan sebatang bambu yang ia jaga kemiringannya sehingga yang digotongnya tidak roboh.
Bila menuju tempat yang baru tidak memungkinkan dengan cara-cara itu, maka rumah itu akan dibongkar per komponen, lalu dipindahkan secara bersama-sama, bergotong-royong.