• Kolom
  • Di Bandung, Kongres Central Sarekat Islam Pertama Digelar (2)

Di Bandung, Kongres Central Sarekat Islam Pertama Digelar (2)

Tjokroaminoto, dalam pidatonya, menyebut kongres di Bandung sebagai langkah utama dalam membantu rakyat Hindia Belanda memperoleh pemerintahannya sendiri.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Koran De Preangerbode edisi 19 Juni 1916 melaporkan jalannya gelaran Kongres Central Sarekat Islam Pertama di Bandung. Kongres yang diikuti ribuan peserta itu ditutup dengan arak-arakan yang melintas di jalan-jalan utama kota. (Foto repro: Hafidz Azhar)

21 Agustus 2021


BandungBergerak.id - Sebelum beralih ke tempat kediaman Bupati Cianjur untuk melakukan sesi diskusi, kongres Central Sarekat Islam I dibuka dengan pidato dari orang-orang terkemuka. Raden Hasan Djajadiningrat, adik dari Hussein Djajadiningrat, ikut memberikan sambutan, disusul Raden Wignjodarmodjo dari Surabaya, Daeng Kanduruan Ardiwinata, A. H. Wignjadisastra sebagai Presiden Sarekat Islam Bandung, serta Abdoel Moeis selaku Wakil Presiden Sarekat Islam Bandung sekaligus Pimpinan Redaksi Kaoem Moeda, sebagaimana termuat dalam buku Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana.

Sementara itu, Alun-alun Bandung terlihat ramai. Orang berdesak-desakan. Para pengunjung dari berbagai daerah terus bermunculan. Seraya menyaksikan petinggi-petinggi itu berdiri untuk menyampaikan pidatonya, masyarakat yang berkunjung ke tempat kongres tak dapat menghindari sajian jajanan di gubuk-gubuk para penjual. Suasana ini menggambarkan keceriaan kaum Pribumi, sekaligus menunjukkan keseriusan dari para tokoh yang terlibat dalam acara besar tersebut.

Pidato Tjokroaminoto

Selain menampilkan beragam acara, kongres menggelar rapat yang terbagi menjadi tiga bagian rapat. Pertama, Rapat Pendahuluan. Rapat yang dibuat tertutup ini digelar pada hari Sabtu, 17 Juni 1916. Pesertanya hanya anggota dari Centraal Bestuur (Pimpinan Pusat). Kedua, rapat yang diselenggarakan dua kali pada hari Minggu, 18 Juni 1916, dan Senin, tanggal 19 Juni 1916. Rapat ini diikuti oleh masyarakat umum, sehingga mereka dapat secara langsung melihat pidato tokoh-tokoh penting. Ketiga, rapat digelar enam kali di salah satu bangsal gedung Societeit Concordia. Rangkaian rapat ini hanya dihadiri oleh utusan dan anggota Sarekat Islam lokal, juga utusan dari berbagai organisasi pergerakan lainnya dan perwakilan pers (Bunga Rampai dari Sejarah I).

Dalam sambutannya, pemimpin Central Sarekat Islam, Tjokroaminoto, menyampaikan rasa bangga dan ucapan terima kasih untuk ribuan peserta kongres yang telah hadir. Ia juga menjelaskan makna kongres nasional yang meriah ini. Menurutnya, kata nasional itu bukan ingin menunjukkan kesombongan seluruh anggota Sarekat Islam. Bukan juga untuk memperlihatkan kecerdikan yang dimiliki oleh para pemimpin Sarekat Islam. Bagi Tjokroaminoto, kongres pertama ini merupakan salah satu jalan yang tersirat agar gerakan Sarekat Islam mampu memberikan andil besar untuk bangsa Pribumi.

Bangsa Pribumi, menurut Tjokroaminoto, punya hak untuk berpartisipasi dalam urusan administrasi. Kongres pertama di Bandung ini ia sebut sebagai langkah utama dalam membantu rakyat Hindia Belanda untuk memperoleh pemerintahannya sendiri dengan langkah progresif (Sarekat Islam Congres te Bandoeng).

Riuh tepuk tangan pun terdengar ramai. Pidato yang disampaikan selama kurang lebih dua jam itu telah memicu semangat para hadirin yang menyaksikan. Menanggapi pidato yang menggebu-gebu itu, beberapa pembicara dari organisasi lain muncul untuk mendukung gagasan Tjokroaminoto dalam pidatonya. Mereka menganggap perlu adanya hubungan dengan Dewan Kolonial. Begitulah, sebuah telegram dikirim kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menyatakan bahwa Dewan Kolonial akan segera dibuka (De Preangerbode 19 Juni 1916).

Baca Juga: Di Bandung, Kongres Central Sarekat Islam Pertama Digelar (I)
Oetoesan Hindia Dikelola Satu Orang
Madrassatoel Ibtidayah Mendapat Sokongan Uang

Pendapat Abdoel Moeis dan Ardiwinata

Sementara itu, pada perhelatan diskusi yang digelar di kediaman Bupati Cianjur tanggal 17 Juni 1916, Abdoel Moeis dalam pandangannya menjelaskan kekhawatiran terhadap kaum Muslim di Hindia Belanda. Bahaya besar akan menimpa jika kaum Muslim tidak mencari cara untuk memastikan kekurangan-kekurangannya.

Abdoel Moeis juga membandingkan ajaran misionaris yang berkembang di Eropa dengan ajaran Islam yang kian tumbuh hingga ke pedalaman-pedalaman pulau-pulau besar di Hindia Belanda. Menurutnya, agama Islam tidak kalah populer di masyarakat Pribumi karena terbukti dapat berkembang ke wilayah yang jauh dari akses manapun (Sarekat Islam Congres te Bandoeng).

Terkait pidato ini, Moeis juga mengemukakan bahwa agama Islam memiliki keistimewaan daripada agama yang lain. Ajaran yang ditunjukkan agama Islam di antaranya mencakup aturan-aturan yang baik serta menyuruh umat manusia untuk berbuat kebaikan. Selain itu, Islam juga menganjurkan supaya bekerja keras dalam mencari nafkah yang disertai dengan upaya mengembangkan nilai-nilai kerohanian. Artinya, Islam dapat mendorong kemajuan dan kesejahteraan umat manusia dalam membangkitkan kecintaan untuk bangsa dan negaranya.

Pidato ini tentu mengarah pada kesimpulan bahwa cara untuk menempuh kemajuan itu dengan memperbaiki dan memodernisasi pengajaran Islam (Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil?). Dengan demikian, gagasan untuk membuat kweekschool agama Islam merupakan langkah dalam memperkuat basis keislaman oleh Sarekat Islam sebagai gerakan massa yang terus bertumbuh pesat di masa itu.

Sebagai bendahara Central Sarekat Islam, DK Ardiwinata mempunyai sisi lain dalam memandang pergerakan Sarekat Islam. Mula-mula ia mengingatkan anggotanya mengenai tujuan organisasi ini. Ia juga menjelaskan tujuan tersebut dengan membagi empat aspek yang menekankan masalah spiritual dan ekonomi. Pertama, memberi bantuan kepada orang yang lebih tua. Kedua, mempromosikan kemajuan spiritual para anggota. Ketiga, mendorong kemajuan ekonomi. Dan keempat, menyebarkan agama Islam.

Dari keempat aspek itu, poin kedua merupakan aspek terpenting menurut Ardiwinata. Namun, ia tidak mendalami apa yang disebutkannya itu, terutama mengenai promosi kemajuan spiritual bagi para anggota Sarekat Islam. Hal ini dimungkinkan lantaran ia sendiri tidak mampu menunjukkan cara-cara untuk mememperbaiki kondisi ekonomi penduduk Pribumi yang terbelakang (Sarekat Islam Conres te Bandoeng).

Pada hari Minggu, tanggal 18 Juni 1916, muncul arak-arakan yang melintasi kota Bandung. Perayaan ini merupakan luapan kegembiraan atas perolehan badan hukum untuk Sarekat Islam Bandung dan Central Sarekat Islam. Kerumunan warga memadati jalan selama 15 menit untuk menyaksikan arak-arakan yang telah berbaris dari arah Tegallega. Arak-arakan itu berbaris sampai rumah residen, kemudian melintas sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan dan rumah asisten residen, sampai akhirnya menuju Groote Postweg, Jalan Braga, dan Alun-Alun Bandung (De Preangerbode, 19 Juni 1916).

Editor: Redaksi

COMMENTS

//