Memfilter Dampak Negatif Pembangunan Metropolitan Rebana Subang
Pernyataan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tentang Metropolitan Rebana terdengar manis. Jauh dari wajah beringas yang kadang hadir bersama pembangunan.
Penulis Iman Herdiana30 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencanangkan Subang sebagai Metropolitan Rebana, sebuah kota baru yang ditargetkan bukan sekadar kawasan industri tanpa membangun peradaban. Di kota nanas juga akan dibangun pelabuhan Patimban yang menjadi pelabuhan andalan Jawa Barat sekaligus menghidupkan budaya maritim yang lama tenggelam.
Pernyataan-pernyataan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat tentang Metropolitan Rebana terdengar manis dan menjanjikan. Jauh dari wajah beringas yang kadang hadir bersamaan dengan pembangunan.
Perkembangan terakhir dari pembangunan Metropolitan Rebana menunggu peraturan presiden (Perpres). Dengan demikian, pembangunan Metropolitan Rebana akan mendapat sokngan penuh dari pemerintah pusat.
“Kami akan diberikan perpres pengembangan wilayah Metropolitan Rebana oleh Presiden Jokowi. Ini merupakan dasar hukum bahwa APBN akan all out untuk membantu,” Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dalam siaran persnya baru-baru ini.
Metropolitan Rebana merupakan wilayah utara/timur laut Provinsi Jabar yang meliputi tujuh daerah, yakni Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, dan Kuningan, serta Kota Cirebon. Pembangunan Metropolitan Rebana terutama akan menghubungkan segitiga penting di kawasan Pantura, yaitu Kertajati (Majalengka), pelabuhan Patimban (Subang), dan Kota Cirebon. Penduduk Metropolitan Rebana berjumlah 9,28 juta atau sekitar 18,82 persen dari total 49,3 juta jiwa penduduk Jabar per 2019.
“Maka dari itu kami tidak mau membangun kawasan industri seperti di Bekasi dan Karawang. Membangun ekonomi tapi tidak membangun peradaban. Sehingga akhirnya pekerja pabrik jauh dari tempat tinggal dan terjadilah kesenjangan sosial,” jelas Ridwan Kamil.
“Makanya sebagai arsitek dan urban planner, Rebana akan hadir dengan konsep life, work, play dan harus ada mal, alun-alun. Pabrik-pabrik sebagai pelengkapnya. Nah inilah konsep yang sedang kami jaga,” jelasnya.
Kendati demikian, yang namanya pembangunan ibarat dua mata pisau yang masing-masing memiliki efek sampingnya. Sudah banyak contoh pembangunan yang menggerus tatanan lokal yang sudah bertahan lama dan mewariskan kearifan-kearifannya.
Masalah pembangunan Metropolitan Rebana, khususnya Subang, sempat menjadi perhatian para akademikus, di antaranya dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI Bandung).
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Sistem Informasi dan Kerja Sama, ISBI Bandung, Suhendi Afriyanto mengungkapkan bahwa ketika Subang menjadi pintu gerbang nasional dan internasional dengan hadirnya Patimban terdapat dampak positif dan negatifnya.
Dampak positif tentu saja yaitu pemekaran wilayah dalam arti zona ekonomi akan terbuka. Akan tetapi dampak negatifnya akan mengarah terhadap perubahan kultur, karena akan terjadi percampuran masyarakat dari awalnya homogen ke heterogen. Hal ini disebabkan banyaknya pendatang/investor yang akan mempengaruhi kebudayaan di wilayah Subang itu sendiri.
Suhendi Afriyanto menilai, jika perubahan tersebut dibiarkan akan menjadi ancaman bagi sistem nilai atau norma-norma dan juga berdampak pada peradaban. Maka diperlukan sebuah filter untuk membendung dampak negatif dari pembangunan Metropolitan Rebana.
Baca Juga: Bogor Timur dan Indramayu Barat Calon Kabupaten Baru di Jawa Barat
Ombudsman Jawa Barat Temukan 124 Kasus Pelayanan Publik di Sepanjang 2020
PROFIL PBHI JAWA BARAT: Dari Penggusuran Tamansari sampai Korban Salah Tangkap Polisi
Suhendi percaya salah satu filter tersebut adalah pendidikan dan kebudayaan. Menurutnya, untuk memfilter dampak negatif itu maka Subang memerlukan pusat kebudayaan yang dimotori dengan disediakannya laboratorium-laboratorium kesenian dan sekolah.
“Sekolah ini nantinya ada 3 fungsi, pertama, melakukan konservasi; kedua, melakukan pewarisan sistem nilai; ketiga, yang tidak kalah pentingnya melakukan inovasi untuk membaca peluang ketika Subang menjadi pintu gerbang internasional,” terangnya, dalam “Gunem Catur: Peran Pendidikan dan Budaya Menghadapi Subang sebagai Kota Internasional” yang digelar di Aula Pemkab Subang, Minggu, 17 Januari 2021, sebagaimana dikutip dari laman resmi ISBI Bandung, Senin (30/8/2021).
Dampak terhadap pariwisata akibat pembangunan Metropolitan Rebana juga diprediksi besar. Sehingga keberadaan sebuah filter dikatakan mendesak.
Untuk itu, ISBI Bandung kini berancang-ancang membuka kampus II di Subang yang ditargetkan menjadi salah satu strategi kebudayaan. Tidak menutup kemungkinan ke depannya Subang menjadi posisi central, tidak hanya Bandung, sebagai pusat khazanah kebudayaan Jawa Barat.
Disebutkan pula bahwa Subang akan menjadi peta kekuatan bagi kawasan sekitarnya, seperti Karawang, Purwakarta, Indramayu, dan Cirebon.
“Subang dapat menjadi gerbang utama masuknya arus perekonomian tetapi tetap mempertahankan dan mengembangkan budaya lokalnya. Kebudayaan ini juga harus mempunyai kepercayaan diri yang harus kita sounding-kan ke dunia internasional, Subang nanti akan menggeliat sebagai salah satu kota di Jawa Barat yang juga memiliki potensi yang luar biasa secara nasional dan internasional,” paparnya.