Sebulan Pascaledakan Covid-19 Kota Bandung: 3T tak Bisa Diabaikan
Jika 3T yang dilakukan Satgas Covid-19 lemah, maka sekuat apa pun rumah sakit-rumah sakit di Bandung akan mudah tersapu gelombang pagebluk Covid-19.
Penulis Iman Herdiana2 September 2021
BandungBergerak.id - Kasus Covid-19 Kota Bandung tercatat menurun mulai awal Agustus 2021, setelah ledakan dramatis yang terjadi sepanjang Juni dan Juli sebelumnya. Kini genap satu bulan Covid-19 Kota Bandung dinyatakan menurun, walau tak diikuti dengan nolnya angka kematian.
Tercatat, antara tanggal 1 Agustus hingga 1 September 2021, terdapat 133 warga korban Covid-19 yang meninggal dunia. Jika dirata-ratakan, dalam sehari sepanjang Agustus lebih dari 4 orang meninggal dunia karena Covid-19. Total kasus meninggal sejak awal pagebluk mencapai 1,398 orang.
Pada awal Agustus tersebut, keterisian ruang-ruang rawat inap rumah sakit rujukan Covid-19 Kota Bandung sebenarnya sudah mulai berkurang. Kondisinya berbeda dengan bulan Juni dan Juli di mana mayoritas rumah sakit di Kota Bandung nyaris mengankat bendera putih karena kebanjiran pasien dan krisis oksigen medis.
Masih adanya kasus kematian bisa dibaca dari berbagai sisi, mulai kondisi pasien yang berat sehingga ketika datang ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong. Sebab lain, bisa jadi pasien meninggal tersebut orang tua dengan sejumlah penyakit penyerta atau komorbid.
Terlebih menurut dokumen Satgas Covid-19 Kota Bandung yang diterima BandungBergerak.id, hingga hari ke-26 PPKM, 15 Agustus 2021, temuan kasus konfirmasi positif, suspek, dan kontak erat terjadi pada usia muda antara 20 - 39 tahun (usia aktif), sedangkan kematian banyak terjadi pada lansia dan penyakit penyerta.
Temuan itu menunjukkan bahwa penularan dari anak muda ke orang tua pada klaster keluarga marak terjadi. Ketika anak-anak muda berhasil sembuh, sebaliknya orang tua mereka yang tertular tak selamat.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Kasus Aktif lebih dari 3.000 Pasien, Kasus Meninggal Bertambah 5 Orang
Covid-19 Kota Bandung: Kelengahan hanya akan Memicu Gelombang Ledakan Kasus Berikutnya
Minim Informasi Rumah Sakit Kosong
Semua lini diuji selama pandemi ini. Ujian terberat dihadapi fasilitas-fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan puskesmas. Di Bandung terdapat lebih dari 30 rumah sakit rujukan Covid-19 dan 80 Puskesmas, belum termasuk klinik-klinik pratama. Semua tergoncang saat gelombang ledakan pasien yang diduga kuat karena mewabahnya varian delta—mutan hasil mutasi virus corona yang pertama kali teridentifikasi di India.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani Raksanagara mengatakan tantangan saat Kota Bandung darurat pandemi kemarin ialah minimnya informasi terkait rumah sakit kosong. Sehingga hal itu menyebabkan terjadinya keterlambatan pelayanan dan berdampak kepada keselamatan masyarakat.
"Kemarin kita tidak mengetahui rumah sakit yang kosong dan masyarakat tidak mengetahui harus datang ke mana," tutur Ahyani Raksanagara, dalam siaran pers soal Sosialisasi Sistem Informasi dan Manajemen Rumah Sakit di Kota Bandung, Rabu (1/9/2021).
Berkaca dari badai Covid-19 Juni dan Juli lalu, lewat acara sosialisasi itu Pemkot Bandung berusaha membangun sistem terintegrasi dengan 37 rumah sakit, 80 Puskesmas, dan klinik utama di Kota Bandung. Sistem ini nantinya diringkas dalam satu aplikasi online yang lebih mudah dimanfaatkan masyarakat Kota Bandung.
3T Perlu Agresif
Informasi tentang rumah sakit kosong tentu penting di tengah kecamuknya pagebluk. Begitu juga dengan layanan-layanan yang menggunakan pendekatan teknologi digital. Walaupun di saat gelombang pandemi menyapu Kota Bandung kemarin, layanan-layanan informasi online seperti Siranap data rumah sakit, hotline rumah sakit dan puskesmas, dan sejenisnya, sudah digunakan masyarakat.
Tidak sedikit dari pasien-pasien yang panik harus menelan kekecewaan karena tidak mendapat ruang rawat inap. Krisis ini diperparah dengan kelangkaan oksigen medis dan obat-obatan. Warga Bandung terpapar Covid-19 ibarat menghadapi simalakalma, memilih menjadi pasien isoman dengan konsekuensi tak mendapatkan pasokan oksigen medis, obat-obatan, dan pemeriksaan dari tenaga kesehatan; atau berjibaku mendatangi rumah sakit yang penuh.
Di tengah gelombang wabah, layanan online sepertinya tak berdaya karena saking tingginya jumlah pasien yang berpotensi meruntuhkan layanan-layanan kesehatan. Di balik itu semua sebenarnya ada maslah krusial yang menjadi rumus pengendalian wabah, yaitu pelacakan kontak yang dikenal testing, tracing, treatment (3T).
Di kala membanjirnya pasien-pasien Covid-19 ke rumah sakit, mungkin 3T ini terganggu, selain kewalahannya laboratorium pemeriksaan sampel hasil 3T.
Sekarang, ketika kasus dinyatakan landai, saatnya 3T ini lebih digencarkan lagi. Pencarian kasus-kasus kontak erat di hulu atau sumbernya harus agresif, dan kasus yang teridentifikasi agar segera dilakukan penanganan agar tak memicu penularan baru.
Menurut dokumen Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bandung, pelacakan kontak 3T yang dilakukan Satgas Covid-19 Kota Bandung mencapai 343.474 sampel (13,74 persen penduduk) swab PCR per 15 Agustus 2021. Dari data ini, disimpulkan bahwa tingkat penularan (positivity rate) Covid-19 Kota Bandung 6,46 persen (standar WHO maksimal 5 persen selama beberapa pekan berturut-turut).
Terlepas dari banyaknya metode dalam menentukang angka tingkat penularan, nilai positivity rate Covid-19 Kota Bandung itu relatif bagus jika dibandingkan Juni dan Juli. Bahkan jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada awal Agustus, misalnya, saat itu positif aktif Kota Bandung masih di angka 9.118 orang, jumlah suspeknya 3.769 orang, dan kontak erat sebanyak 315 orang. Sedangkan kini, per Rabu (1/09/2021), kasus aktif 2,020 orang (berkurang 7.098 dibandingkan awal Agustus).
Sekali lagi, 3T merupakan rumus menentukan kebijakan pengendalian pandemi yang tidak bisa diabaikan begitu saja, walaupun kini vaksinasi Covid-19 terus berjalan. Jika 3T yang dilakukan Satgas Covid-19 lemah, maka sekuat apa pun rumah sakit-rumah sakit di Bandung akan mudah tersapu gelombang ketiga yang baru-baru ini dikhawatirkan WHO.