Mencegah Badai Sitoksin dengan Vaksinasi Covid-19
Orang dengan obesitas rentan mengalami badai sitoksin ketika terinfeksi Covid-19. Walaupun belum ada kepastian mengenai sasaran badai sitoksin ini.
Penulis Iman Herdiana13 September 2021
BandungBergerak.id - Salah satu bahaya fatal dari infeksi virus corona atau Covid-19 adalah terjadinya badai sitoksin dalam tubuh pasien, walau tidak semua pasien Covid-19 selalu mengalami kondisi ini. Badai sitokin terjadi manakala kondisi tubuh pasien melepaskan zat-zat tertentu dalam jumlah yang sangat besar untuk menghadapi serangan eksternal, yaitu bakteri atau virus.
Respons berlebihan oleh tubuh ini dapat menyebabkan suatu peradangan yang kemudian berpotensi merusak fungsi organ-organ internal. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Adityo Susilo, menjelaskan badai sitokin pada pasien Covid-19 dapat dilihat dari riwayat kesehatannya sendiri, baik dari faktor usia, kondisi obesitas, dan riwayat penyakit kronik yang dideritanya.
Pasien obesitas dinyatakan lebih berisiko mengalami badai sitokin karena akan mudah terkena inflamasi. Meskipun demikian, individu yang memiliki faktor-faktor risiko tersebut bukan berarti pasti akan terkena badai sitokin jika terinfeksi Covid-19. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki faktor risiko tersebut, bukan berarti tidak akan terkena badai sitokin.
“Semua kembali ke imun tubuh setiap individu, karena pertahanan imun setiap individu tentunya berbeda-beda,” ujar Adityo Susilo, dalam seminar daring Ask the Expert: Badai Sitokin, Ancaman Pasien COVID-19, yang digelar Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), seperti dikutip di laman UI, Senin (13/9/2021).
Dengan kata lain, faktor-faktor risiko ini hanyalah sebuah prediksi, bukan merupakan suatu indikator kepastian seseorang terkena badai sitokin atau tidak.
Seminar juga diselenggarakan sebagai edukasi kepada masyarakat guna menghindari hoaks yang beredar terkait badai sitokin dan Covid-19. Adityo melanjutkan, memang tidak semua penderita Covid-19 akan mengalami badai sitokin.
“Namun, bila penderita Covid-19 mengalami badai sitokin, itu artinya mereka sedang mengalami fase inflamasi yang berat, sehingga perlu kita waspadai,” ujarnya.
Pada umumnya, pasien yang mengalami badai sitokin akan mengalami demam, sakit, dan tentunya penurunan saturasi oksigen. Pada masa periode badai sitokin ini, saturasi oksigen akan menurun hingga di bawah 90 persen.
Artinya, bila pasien tidak mengalami demam hebat dan pernafasan masih baik, maka pasien tersebut belum dikategorikan badai sitokin. Saturasi oksigen adalah parameter dasar apakah seseorang sedang mengalami badai sitokin atau tidak.
Peradangan hebat dan tidak terkontrol adalah salah satu pemicu yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih besar ketika badai sitokin sedang berlangsung pada pasien. Kerusakan jaringan inilah yang nantinya akan menyebabkan demam dan penurunan fungsi paru-paru.
Karena itu, pemantauan menggunakan oksimeter merupakan hal penting untuk melihat perkembangan saturasi oksigen pada pasien Covid-19. Dikatakan penting karena pada kondisi ini bisa saja pasien mengalami apa yang disebut happy hypoxia. Happy hypoxia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen di dalam tubuh yang tidak menimbulkan gejala.
Ketika happy hypoxia, seseorang tidak mengalami sesak nafas bahkan biasa-biasa saja meskipun sedang mengalami penurunan oksigen. Oleh karena itu, oksimeter ini patut menjadi acuan untuk mendeteksi adanya kondisi badai sitokin pada tubuh seseorang.
Salah satu cara menghindari badai sitoksin akibat paparan Covid-19, program vaksinasi Covid-19 perlu lebih digencarkan. Sebaliknya, masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19. Penggunaan vaksin Covid-19 seperti Astra Zeneca, Sinovac, Pfizer, Moderna, dan Sinopharm sangat penting dalam upaya penanganan pandemi.
Baca Juga: Fenomena Lupa, Pikun, dan Perilaku Aneh Pascasembuh dari Covid-19
Membedakan Virus Corona Varian India dengan Covid-19 Biasa
Masyarakat juga harus memahami bahwa setiap jenis vaksin memiliki kriteria penerima vaksin yang berbeda satu dengan yang lainnya. Seperti vaksin Pfizer yang diperuntukkan hanya untuk anak usia 12 hingga 17 tahun, ibu hamil, atau seseorang yang direkomendasikan oleh dokter.
Tak lupa, Adityo Susilo mengingatkan bahwa masyarakat perlu menjaga daya tahan tubuh mereka agar terhindar dari penularan Covid-19 maupun badai sitokin. Untuk mendukung daya tahan tubuh tersebut, tentunya membutuhkan asupan nutrisi yang sehat. Kebutuhan nutrisi ini terdiri dari makro nutrien dan mikro nutrien.
Karbohidrat, protein, dan lemak adalah jenis makronutrien yang baik dikonsumsi oleh masyarakat, sedangkan jenis mikronutrien yang baik adalah vitamin dan mineral. Baik makro maupun mikro nutrien penting kita konsumsi secara teratur guna menjaga pola hidup menjadi sehat dan seimbang.
Terakhir, ia mengingatkan agar masyarakat untuk tidak termakan hoaks yang beredar di sosial media. Bila menemukan informasi yang bersifat penting, namun kebenarannya masih diragukan, sebaiknya masyarakat perlu menggali informasi lebih lanjut untuk mengetahui kebenarannya. Menggali informasi ini bisa melalui sumber internet yang valid atau bertanya kepada rekan yang memiliki kompeten atau ahli pada bidang tersebut sehingga masyarakat dapat terhindar dari adanya hoaks yang beredar.