SEJARAH KERETA API DI BANDUNG RAYA (7): Stasiun Ciroyom
Stasiun Ciroyom sejak awal dibangun untuk melayani transportasi barang. Kehadirannyai berperan penting menyokong bisnis dan industri yang tumbuh di sekitarnya.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
19 September 2021
BandungBergerak.id - Saya pernah dua kali ke Stasiun Ciroyom. Keduanya saat saya bolak-balik mengikuti vaksinasi Covid-19 kedua, pada 4 Mei 2021, di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA), Jalan Jenderal Sudirman. Sementara untuk vaksinasi pertama pada 7 April 2021, saya memilih berangkat dari Stasiun Bandung, menggunakan ojek daring (online).
Sebelum pergi kedua kalinya ke Puslitbang tekMIRA, saya sempat tanya-tanya ke beberapa kawan, sehingga memperoleh kepastian bahwa jarak terdekatnya melalui Stasiun Ciroyom. Oleh karena itulah, dengan menggunakan (kereta rel diesel) KRD Bandung Raya dari Stasiun Cicalengka, saya berhenti di Stasiun Ciroyom.
Masalahnya, karena tidak tahu, tidak sempat membuka Google Maps, dan tidak memesan ojek daring, jadinya begitu keluar dari stasiun, saya belok kiri, lalu jalan kaki, melewati pasar, jalan-jalan kecil, sehingga tiba di mulut Jalan Jenderal Sudirman. Nikreuh lebih dari setengah jam lumayan menguras keringatm, tapi cukup puas dapat mengenal sekitar Ciroyom. Nah, dari jalan besar itu saya baru naik angkot ke selatan, menuju Puslitbang tekMIRA. Sehabis divaksinasi, saya memesan ojek daring untuk kembali ke Stasiun Ciroyom.
Namun, saat mempersiapkan tulisan ini, saya juga mendapatkan sedikit kejutan karena mendapati di sekitar Ciroyom itu sempat ada dua stasiun. Stasiun yang saya sambangi adalah stasiun baru. Menurut informasi dari id.wikipedia.org, Stasiun Ciroyom adalah stasiun kelas II yang berada di perbatasan Kelurahan Ciroyom, Andir, dan Arjuna di Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Stasiun di ketinggian +709 meter di atas permukaan laut dan berada di timur Pasar Ciroyom itu termasuk dalam Daerah Operasi (DAOP) II Bandung.
Stasiun Ciroyom memiliki tiga jalur kereta api, yaitu jalur ganda ke arah timur ke Stasiun Bandung dan jalur tunggal ke arah barat, ke Stasiun Andir. Persinyalan yang digunakan di stasiun ini adalah persinyalan mekanik, tetapi dua jalur di sebelah utaranya berupa sinyal muka elektrik yang dipasang sejak 1970 dan dikendalikan dari Stasiun Bandung. Sejak Maret 2021, di Stasiun Ciroyom dipasang sistem persinyalan elektrik baru untuk menggantikan sistem mekanik.
Maksud dari dua stasiun adalah Stasiun Ciroyom yang saya singgahi itu berdiri di bekas emplasemen Stasiun Bandung Gudang. Stasiun yang termasuk Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung itu kini sudah tidak aktif. Sesuai namanya di zaman kolonial, Bandoeng-Goederenstation atau stasiun gudang Bandung, stasiun lama itu digunakan untuk bongkar-muat barang sekaligus pusat angkutan barang hingga tahun 1990-an.
Bangunan stasiunnya masih ada. Posisinya ada di antara jalur 3 Stasiun Ciroyom dan sepur lurus arah Stasiun Bandung atau di sebelah barat Depo Lokomotif Bandung. Sementara gudangnya yang berada di Kelurahan Pasirkaliki telah beralih-fungsi menjadi Paskal Hyper Square pada tahun 2004.
Dalam tulisan ini, saya hendak menyoroti perkembangan stasiun lama di Ciroyom karena dari tinjauan pustaka, saya jadi tahu bahwa sejak semula stasiun lama difungsikan sebagai stasiun barang dan gudang.
Untuk melengkapi keterangan dari masa tempo dulu, patut dijelaskan hingga 1913, Ciroyom masih berstatus kampung, yang secara administratif masuk Desa Citepus Girang (Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, HNDNI, 19 Juni 1913). Dengan demikian, berarti seperti Stasiun Andir, Stasiun Ciroyom semula berada di Kecamatan Andir, Onderdistrik Bandung, Distrik Ujungberung-kulon, Kabupaten Bandung. Setelah 1913, keduanya termasuk KecamatanWest-Bandoeng, Onderdistrik Bandung, Distrik Bandung.
Emplasemen untuk Bongkar Muat Barang
Karena termasuk ke Citepus, tentu saja Ciroyom pun berkaitan dengan Pecinan Citepus. Di sekitar Ciroyom, orang-orang Tionghoa membuka toko dan mendirikan gudang barang dagangannya.
Dari telusuran pustaka, yang paling awal tercatat berbisnis di sekitar stasiun itu adalah Oey Koen Soey. Dalam AID De Preanger-bode mulai edisi 9 Oktober 1905 hingga edisi 9 Mei 1915, dia kerap memasang iklan bisnisnya berjualan minyak tanah dengan merek Devoes dan Sylvan Arrow (tjap Panah). Delapan tahun kemudian, Oey Koen Soey tercatat berdagang arang kosambi (kosambi houtskool) dengan harga 4 gulden per pikul atau 100 kati. Dia tercatat tinggal di Kebondjatiweg 99, Ciroyom (AID, 8 Oktober 1923).
Selain Oey Koen Soey, yang berbisnis minyak adalah Ang Sioe Tjiang Handel Mij. Meski alamat usahanya di Pasar Baru Bandung, tapi gudang dagangannya di Ciroyom. Ia berbisnis minyak pelumas Autoline, dengan harga 6,5 gulden per peti dan 3,25 per blek. Yang menarik dari iklan dalam AID (15 Agustus 1914) itu ada kata-kata “Goedang te Tjirojom”. Jadi, tampaknya Oey Koen Soey dan Ang Sioe Tjiang memang menjadikan sekitar Stasiun Ciroyom sebagai tempat gudang untuk menaruh barang-barang dagangannya.
Selain mereka, di Ciroyom, Ong Sin Hoat membuka toko gula (AID, 22 Mei 1920), Tan Ban Tjoan mempunyai usaha penggilingan padi, dengan nama Rijstpellerij Tjirojom (AID, 20 September 1920), N.V. Handel Mij Sioe Liem Kongsie yang berbisnis kayu rasamala dan sirap untuk atap (De Koerier, DK, 22 Juli 1927).
Perusahaan N.V. Technisch Bureau Soenda (TBS) yang semula bernama Kerkhoven & Mazel en Machinefabriek Tjihaoer dengan para pendirinya R.N.C. Bingley, K. A. R. Bosscha, H. A. van Erp, E. H. Evans, A.R.W. Kerkhoven, F. Neumann, dan Odo van Vloten, pada 1910 menempatkan bengkel kerjanya di Ciroyom. Padahal sejak 1910, bengkel itu ada di Padalarang. Bengkel tersebut baru pindah ke Ciroyom pada 31 Desember 1912 (HNDNI, 9 Maret 1910, dan De Expres, 13 Desember 1912).
Di dekat bengkel milik TBS, menjelang pertengahan September 1915, berdiri pabrik karet De Nederlandsch-Indische Caoutchouc Fabriek. Pembangunan pabrik itu dipercayakan kepada TBS. Direktur Coutchouc-fabriek L. A. van Rijn akan berangkat ke Eropa untuk memesan mesin bagi persiapan dan produksi ban serta mencari orang teknis untuk operasional pabrik (AID, 14 September 1915). Selanjutnya, pada 1921, di sana berdiri pula pabrik gas oksigen, N.V. Don’s Zuurstof-fabriek (AID, 15 April 1921 dan 5 Mei 1923).
Lingkungan yang disebut “Bandoeng’s industrie-wijk” (distrik Industri di Bandung) itu memang kemudian menjadi kompleks perusahaan. Selain bengkel TBS, Coutchouc-fabriek, dan pabrik gas oksigen, di sana ada pabrik minyak mentega De Nederlanden milik Firma Wm. J. Block (HNDNI, 26 Juni 1923).
Lalu, sejak kapan ada emplasemen barang yang didirikan dan dikelola jawatan kereta api Hindia Belanda di Ciroyom? Informasi dari dokumen lawas menunjukkan tempat bongkar muatan itu (losplaats op Tjirojom) mulai didirikan sejak Januari 1920. Dalam De Locomotief, DL (29 Januari 1920) disebutkan bahwa los itu direncanakan selesai dibangun dan siap digunakan sebelum akhir Januari 1920. Bahan-bahan bangunan untuk mendirikannya di antaranya batu dari sekitar Halte Nagreg dan Lebakjero yang diambil dengan jalan diledakkan memakai dinamit. Peledakan sekaligus dilakukan untuk membersihkan bebatuan yang mungkin bisa menimbulkan bahaya pada jalur kereta di antara dua stasiun itu.
Namun sebulan kemudian, pembangunan emplasemen bongkar-muat barang itu (los-emplacement op Tjirojom) masih berjalan. Orang yang menangani pembangunannya insinyur bernama Flohil. Disebutkan pula, gudangnya didirikan di dekat bekas gudang pengolahan kopi milik pemerintah (gouvernements-koffie etablissement). Rencananya gudang tersebut akan digunakan bulan depan (Maret 1920) (AID, 24 Februari 1920).
Dalam AID (4 Maret 1920), pihak redaksi merasa yakin bahwa gudang barang jawatan kereta api (los-emplacement der Staatsspoor op Tjirojom) itu akan dibuka pada awal minggu depan. Dua hari kemudian, AID (6 Maret 1920) menyatakan emplasemen di Ciroyom akan digunakan hari Senin (8 Maret 1920).
Agar jalur utama tetap bersih, jalur rel paralel dipasang dari Pasirkaliki ke arah emplasemen. Jalur paralel kedua dipasang di dekat Ciroyom yang menghubungkan sepur simpang dari bengkel kerja TBS dan Conaerven-fabriek. Jalur paralel yang pertama hampir mencapai Andir dan juga mencapai gerbong dari sepur simpang perusahaan minyak tanah, sehingga keamanan jalur utama tetap terjamin. Selepas jalur, ada dua simpangan sepur, terutama untuk langsir. Juga ada tiga pasang jalur kereta yang dapat melayani dua gerbong barang. Secara total, emplasemen tersebut dapat memberi ruang bagi 90 gerbong.
Selain itu, ada simpangan sepur lama ke bekas gudang pengolahan kopi, yang kini berubah menjadi penggilingan padi dan gudang penyimpanan bagi dinas pembangkit dan listrik (dienst van waterkracht en electriciteit), dan kemudian menjadi layanan gudang penyimpanan milik jawatan kereta api. Barang-barang yang akan dibongkar dibawa ke gudang dengan menggunakan lori. Oleh karena itu, bila bongkar barang cepat, diharapkan tiga konvoi kereta dalam sehari dapat dilakukan dari Bandung ke Ciroyom.
Hingga berita itu diturunkan, stum masih sibuk menghaluskan jalan, sementara bangunan kantor untuk staf sudah didirikan, termasuk telepon ke Bandung sudah tersambung. Dengan dibangunnya emplasemen baru itu di Ciroyom, lintas kereta barang dan peredaran gerbong kereta juga akan sangat baik. Konon, sebagai tanda bahwa gerbong barang yang datang akan dibongkar di Ciroyom, gerbong tersebut akan dicap dengan keterangan “Lossen Tjirojom”.
Sepuluh hari setelah emplasemen barang itu diresmikan pada 8 Maret 1920, sebagai respons terhadap mosi Algemeenen Bond van Winkeliers (serikat umum para pedagang) Afdeeling Bandung, pihak berwenang menyampaikan hal-hal terkait transportasi barang. Butir-butir yang disampaikannya antara lain sebagai berikut: situasi pengangkutan barang ke Bandung tidak terganggu dengan dioperasikannya emplasemen Ciroyom; membongkar barang di Cimindi tidak sulit bila barangnya dialamatkan ke sana; dan Cikudapateuh bukan halte, melainkan stopplaats (AID, 18 Agustus 1920).
Perkembangan lainnya terkait dengan emplasemen barang di Ciroyom berpautan dengan peninggian jalan, bengkel kereta (De werkplaats van het Bruggenbureau der S. S) dipindahkan ke Kiaracondong, los batu digunakan untuk lokomotif, yang dimaksudkan agar orang perseorangan pun dapat menyimpan barang bongkar-muat. Kaum pedagang pun gembira meski harus merogoh uang, karena los di stasiun tidak lagi cukup (AID, 12 November 1920).
Untuk mendukung upaya itu, jawatan kereta api memutuskan untuk menerangi emplasemen barang Ciroyom untuk mencegah kejadian pencurian saat membongkar barang malam hari. Penerangannya disediakan oleh Twentsche Handelmij (AID, 8 Desember 1920).
Menuju Stasiun Barang
Memasuki tahun 1921, emplasemen Ciroyom masuk dalam perencanaan ahli jalan kereta api (spoorwegspecialiteit) Van Eelde. Ia mengusulkan agar koneksi rel Bandung-Ciroyom disingkirkan sehingga perusahaan-perusahaan industri yang ada di barat Kota Bandung dibiarkan tanpa layanan kereta api. Maksudnya ini dapat memaksa perusahaan-perusahaan tersebut pindah ke kawasan industri di timur Kota Bandung, yang saling berpotongan oleh jaringan rel (AID, 15 Februari 1921).
Rencana tinggal rencana. Pada hari Sabtu hingga Minggu sejak pukul 04.30, terjadi kebakaran di sebuah gudang jawatan kereta api di Ciroyom (een goedang van de S.S. op Tjirojom). Dinding gudang tersebut masih terbuat dari anyaman bambu, sebagai peninggalan zaman masih difungsikan sebagai penggilingan gabah. Pasukan pemadam kebakaran berhasil memadamkannya. Namun, malamnya, pada pukul 23.30, api menyala lagi dari bara yang tersisa (AID, 1 Maret 1921). Atas kejadian tersebut, polisi turun tangan. Ternyata penyulut kebakaran kedua adalah uap panas yang bergelung-gelung dan membakar lagi. Untungnya banyak bala bantuan dan hidran di seberang kantor perpipaan air (kantoor der Waterleiding) bisa digunakan siang-malam (AID, 2 Maret 1921).
Tiga tahun kemudian, ada rencana membuat jalur ganda Cimindi-Bandung-Kiaracondong. Menurut rencana Van Eelde, Stasiun Bandung di masa datang hanya untuk penumpang, sementara langsir akan dilakukan di Stasiun Kiaracondong, dan distribusi barang dipusatkan di Ciroyom, sekaligus untuk opstel-emplacement bagi kereta malam, cadangan gerbong dan lokomotif berikut semua fasilitas untuk membersihkan, melengkapi, perbaikan minor, staf, dan lain. Dengan demikian dibutuhkan ruang dan jalur penghubung terpisah, sehingga bila perlu, di Ciroyom tidak hanya harus dilakukan pengaturan lagi rute jalur ganda yang baru, melainkan juga jalur utama dan jalur ke Lapangan Terbang Andir (AID, 15 Juli 1924).
Menurut berita Bataviaasch Nieuwsblad (10 September 1924), sebagai kemajuan dari ekspansi kerja jawatan kereta api di Bandung dan sekitarnya, disebutkan bahwa pemasangan jalur ganda antara Padalarang-Kiaracondong telah selesai pada 15 Juli 1924 dan sudah dapat digunakan. Selain itu, Halte Kiaracondong sudah diubah menjadi emplasemen besar tempat langsir kereta, sehingga semua kereta barang dengan tujuan Bandung dan yang datang dari dua arah ditujukan ke emplasemen tersebut. Dari situ, lalu diatur distrubusi ke berbagai emplasemen, tempat bongkar-muat barang, emplasemen barang, dan lain-lain.
Baca Juga: SEJARAH KERETA API DI BANDUNG RAYA (6): Stasiun Andir
SEJARAH KERETA API DI BANDUNG RAYA (5): Stasiun Cimindi
SEJARAH KERETA API DI BANDUNG RAYA (4): Stasiun Cimahi
Bagaimana dengan emplasemen barang di Ciroyom? Di Ciroyom dilakukan pembangunan los barang yang baru (de nieuwe goederenloods gebouwd) berukuran tiga kali lebih besar dibandingkan gudang lama. Di Ciroyom juga dibangun sejumlah emplasemen dan gudang baru untuk kalangan swasta. Menurut rencana, pembangunannya akan selesai pada Januari atau Februari 1925. Catatan lainnya, menurut laporan BN (10 September 1924), ekspansi tersebut tidak tercakup dalam perencanaan yang diusulkan oleh Van Eelde.
Awal Februari 1925, saat dibuka jalur kereta Karees, Dayeuhkolot, ke Ciwidey dan dari Majalaya dan Ciwidey ke Cikudapateuh sudah tersedia pada 15 Februari 1925, barang-barang dari dan ke daerah tersebut dapat dikirim dan diterima di Stasiun Barang Ciroyom (Goederenstation Tjirojom) (HNDNI, 7 Februari 1925). Penambahan jalur simpangan ke pedalaman Bandung itu juga memungkinkan Ciroyom dijadikan stasiun penumpang lokal.
Informasi tentang hal tersebut didukung oleh pemberitaan media. Misalnya, DK (31 Januari 1929), yang mengabarkan pada 30 Januari 1929, hadiah dari mendiang K. A. R. Bosscha untuk Observatorium Bosscha di Lembang, berupa teleskop sepanjang tujuh meter yang diangkut dari Halte Ciroyom dengan menggunakan mobil militer. Lensanya sendiri belum ada. Teleskop itu akan dioperasikan mulai akhir Februari 1929. Dalam koran itu sudah disebut adanya Halte Ciroyom. Demikian pula dalam Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie (10 Mei 1935) kata “het station Tjirojom” sudah digunakan.
Apakah memang setelah 1925 ada stasiun untuk melayani para penumpang di Ciroyom? Saya sendiri masih kurang yakin, meski tetap memberikan kemungkinan ada. Namun, yang jelas, fungsi utama stasiun di Ciroyom sejak awal adalah untuk melayani transportasi barang.