• Kampus
  • IPB University Dorong Negara Berperan dalam Penurunan Suhu Bumi

IPB University Dorong Negara Berperan dalam Penurunan Suhu Bumi

Perubahan iklim memicu bencana hidrometeorologi. BNPB mencatat, Indonesia mengalami peningkatan bencana hidrometereologi seperti banjir, badai, dan puting beliung.

Aktor pantomim Wanggi Hoed melakukan gerakan tanpa suara di persimpangan padat Dago Cikapayang, Bandung. Aksi ini sebagai peringatan Hari Bumi 2021, Kamis (22/4/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana20 September 2021


BandungBergerak.idPeningkatan suhu bumi akibat pemanasan global berdampak pada meningkatnya bencana hidrometeorologi. Mengacu data bencana pada BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Indonesia mengalami peningkatan bencana hidrometereologi seperti banjir, badai, dan puting beliung.

Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim mengatakan rata-rata peningkatan indikator perubahan iklim tersebut menuntut semua negara untuk berperan menjaga kenaikan suhu tidak lebih dari dua derajat.

“Bahkan, didorong sekuat mungkin agar tidak melebihi satu setengah derajat,” papar Laksmi, dalam Environmental Leader Talks Series 3: “Menurunkan Emisi Indonesia dan Lautan”, yang digelar Dewan Pengurus Pusat Himpunan Alumni (DPP HA) IPB University bekerjasama dengan Direktorat Kerjasama dan Hubungan Alumni (DKHA) IPB University dan SEAMEO BIOTROP, dikutip dari laman resmi IPB University, Senin (20/9/2021).

Laksmi Dhewanthi menyebut, kerugian akibat perubahan iklim mempengaruhi pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, dampak negatifnya juga jangka panjang. Namun ada data dan fakta yang ada diharapkan dapat menggugah semua lapisan masyarakat untuk melakukan perubahan.

“Edukasi lain dengan sains, kemudian dengan fakta-fakta dan sebetulnya kami tidak membuat fakta-fakta ini untuk menakut-nakuti. Tetapi untuk menyadarkan kita semuanya supaya melakukan perubahan dan perbaikan. Karena memang hanya kita yang bisa melakukan perubahan untuk bumi ini,” ungkapnya.

Rizaldi Boer, Direktur Eksekutif Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific (CCROM SEAP) IPB University mengatakan dampak negatif perubahan iklim yang mengkhawatirkan adalah semakin tingginya intensitas iklim ekstrem. Ia menyebut, masyarakat dunia seharusnya peduli dengan isu pemanasan global.

“Pemanasan global ini seharusnya dapat mengubah pola perilaku masyarakat. Maksudnya, bukan hanya berpandangan pada ekonomi tetapi memperhatikan keberlanjutan layanan jasa ekosistem agar fungsi-fungsi hutan tetap dijaga karena sangat berperan dalam menyediakan jasa lingkungan,” papar Rizaldi Boer.

Baca Juga: Anak Muda Dituntut Aktif Kurangi Pemanasan Global
Suhu Rata-rata di Kota Bandung 2014-2020

Sementara itu, Perdinan, Deputi Direktur SEAMEO BIOTROP menyebutkan pada tahun 2050, penduduk bumi diperkirakan menjadi 9 miliar jiwa. Dengan demikian, kebutuhan energi dan lahan untuk pangan akan meningkat.

“Dalam waktu 100 tahun, gas rumah kaca tidak akan berkurang walaupun berbagai upaya yang akan dilakukan manusia. Sehingga komitmen menekan kenaikan suhu bumi adalah satu-satunya upaya yang dapat dilakukan saat ini,” papar Perdinan yang juga dosen IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 

Tantangannya, lanjut Perdinan, ilmuwan dan akademisi harus menerjemahkan informasi yang rumit kepada masyarakat awam terkait perubahan iklim. Generasi muda juga dapat membantu menginspirasi khalayak dan melakukan mainstreaming kesadaran perubahan.

“Itu poinnya, bagaimana kita bisa mempunyai environmental leader ini dan pasti jelas teman-teman muda yang (menjadi) influencer-influencer itu. Karena mereka berbicara dengan gaya bahasa mereka,” sebutnya.

Ada pun Yonvitner, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University mengatakan bahwa adaptasi dan mitigasi perubahan iklim harus dibedakan di hilir. Perbedaan tersebut memberikan mekanisme yang berbeda.

“Misalnya pada wilayah pesisir dan laut terdapat tekanan dinamika yang unik. Masyarakat pesisir harus lebih kuat beradaptasi dan memiliki mitigasi yang lebih baik daripada daratan,” terang Yonvitner.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//