• Berita
  • Vaksinasi Covid-19 pada Anak di Bawah 12 Tahun masih Tunggu Uji Klinis

Vaksinasi Covid-19 pada Anak di Bawah 12 Tahun masih Tunggu Uji Klinis

Di Kota Bandung, cakupan vaksinasi Covid-19 pada remaja masih menemui banyak kendala, salah satunya karena terbatanya pasokan vaksin.

Anak-anak Bandung menyeberang Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, 18 Juni 2021. Jalan yang biasanya ramai oleh wisatawan itu kini ditutup untuk lalu lintas kendaraan atau aktivitas masyarakat, Penutupan ini untuk meredam mobilitas manusia terkait semakin tingginya kasus penularan Covid-19. Pembatasan aktivitas masyarakat di pusat-pusat keramaian ini berlangsung selama dua pekan. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana25 September 2021


BandungBergerak.id - Belum selesai vaksinasi Covid-19 pada anak di atas 12 tahun (remaja), imunisasi pencegahan virus corona ini rupanya harus diberikan pula kepada anak-anak di bawah usia 12 tahun, tak terkecuali balita. Vaksin untuk anak usia di bawah 12 tahun ini memang masih dalam penelitian.

Di Kota Bandung, cakupan vaksinasi Covid-19 pada remaja masih menemui banyak kendala, salah satunya karena keterbatasan pasokan vaksin. Sehingga jangkauan vaksinasi remaja belum signifikan dalam mencegah kemungkinan terjadinya kluster sekolah seiring dibukanya Pembelajaran Tatap Muka (PTM). 

Lantas kapan anak usia di bawah 12 tahun sampai balita boleh divaksin? Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran(Unpad), Rodman Tarigan mengatakan para peneliti saat ini masih melakukan kajian vaksinasi terhadap anak umur 3 - 11 tahun. Hal yang dikaji antara lain mengenai keamanan dan dosis.

“Masih menunggu hasil kajian untuk menilai keamanan dan dosis dengan jumlah subyek yang memadai,” kata dokter spesialis anak tersebut, pada acara Sharing Session “Vaksin pada Anak”, seperti dikutip dari laman resmi Unpad, Sabtu (25/9/2021)

Rodman menjelaskan, beberapa produsen vaksin Covid-19 tengah melakukan uji klinis vaksinasi Covid-19 pada anak. Dari berbagai uji klinis tersebut, ada yang sudah menghasilkan efikasi, penelitian lainnya masih belum dipublikasikan, da nada pula yang masih melakukan proses uji klinis.

Misalnya vaksin Pfizer, papar Rodman, sudah melakukan uji klinis fase III pada kelompok anak usia 12 - 15 tahun dengan subyek uji klinis sebanyak 2.260 orang. Hasil uji klinis tersebut menghasilkan efikasi vaksin sebesar 100 persen.

Saat ini Pfizer tengah melanjutkan uji klinis untuk kelompok usia 5 - 11 tahun. Jika uji klinis ini hasilnya baik, maka pengujian serupa akan dilanjutkan untuk anak kelompok usia lebih muda, yakni 2 - 5 tahun, dan 6 bulan sampai 2 tahun.

Vaksin lainnya yang tengah melakukan uji klinis fase III kepada kelompok usia 6 bulan hingga 12 tahun adalah Moderna. Uji klinis ini memiliki target 6.000 subyek dengan tiga formulasi dosis yang akan diujicobakan.

Produsen vaksin Sinovac sendiri telah melakukan uji klinis fase I dan II pada umur 3 – 17 tahun. Uji klinis ini sudah memberikan respons imun cukup baik dan aman. Reaksi demam pada umur 3 – 5 tahun dan 6 – 11 tahun masing-masing 8,77 persen dan 3,70 persen.

Selanjutnya, vaksin Johnson & Johnson menjadi satu-satunya vaksin yang disuntikkan kepada kelompok bayi yang baru lahir. Namun, uji klinis sempat terganggu karena adanya isu penggumpalan darah. Isu ini juga ditemukan pada uji klinis vaksin Astrazeneca.

Menurut Rodman, anak menjadi kelompok yang rentan terpapar Covid-19. Hal ini terlihat dari data Covid-19 global yang menunjukkan bahwa dari 8 orang yang terpapar Covid-19, satu persennya merupakan anak-anak.

Meski paparan Covid-19 pada anak dan remaja sebagian besar mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala, ada beberapa kasus anak mengalami gejala berat. Gejala berat biasanya terjadi pada anak dengan komorbid.

Oleh karena itu, pemerintah telah memprioritaskan anak-anak, khususnya yang berusia 12 tahun ke atas untuk mulai divaksinasi.

“Mengapa di kelompok usia ini? Karena pada usia ini, rasa ingin tahu anak tinggi. Selain itu, anak usia ini lebih suka berkumpul dengan kelompok sebayanya dan banyak melakukan aktivitas di luar, sehingga risiko mereka bertemu orang lebih banyak, risiko terpaparnya semakin tinggi,” terang Rodman.

Baca Juga: Ilmuwan Dunia Mendeteksi Varian Baru Mirip Delta, Vaksinasi Covid-19 Perlu semakin Dipercepat
Jangkauan Vaksinasi Covid-19 pada Anak di Bandung masih sangat Rendah
Vaksinasi Covid-19 Lansia Kota Bandung Belum Tuntas

Kluster Sekolah

Vaksinasi Covid-19 semakin dibutuhkan seiring berlangsungnya PTM. Di Bandung, PTM sudah berlangsung dengan jumlah sekolah penyelenggara yang masih terbatas. Pada PTM gelombang pertama, jumlah sekolah penyelenggara sebanyak 300-an sekolah.

Jumlah itu akan terus bertambah karena verifikasi dan validasi pada sekolah yang mengajukan PTM terus dilakukan. Hingga Jumat 24 September 2021, jumlah sekolah di Kota Bandung yang mengajukan PTM sekitar 1.600 yang lolos.

Dengan semakin banyak jumlah sekolah yang menyelenggarakan PTM, risiko penularan Covid-19 pada klaster sekolah pun harus diantisipasi. Salah satunya dengan menggencarkan vaksinasi pada anak remaja yang usianya masuk kriteria vaksinasi Covid-19.

Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan sejauh ini tidak ada laporan mengenai kluster sekolah selama berlangsungnya PTM.

"Karena memang prosesnya agar sekolah itu melaksanakan PTM Terbatas cukup ketat,” kata Yana, dalam siaran persnya.

"Waktu itu kita tegaskan, kalau ada satu yang melanggar SOP, protokol kesehatan, sekolah itu kita tutup lagi," tegasnya.

Yana juga mengungkapkan hambatan vaksinasi Covid-19 untuk remaja, yaitu jenis vaksin harus Sinovac. Sedangkan stok vaksin Sinovac terbatas. Saat ini, dari 238.000-an remaja usia 12-17 tahun yang menjadi sasaran vaksinasi, baru sekitar 30-40 persen yang sudah divaksin.

Dengan angka cakupan tersebut, upaya vaksinasi Covid-19 untuk mencegah klaster sekolah di Kota Bandung masih panjang.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//