Menimbang Penghargaan Bidang Gender di Tengah Lonjakan Kasus Kekerasan pada Perempuan selama Pagebluk
Pemerintah Kota Bandung baru saja mendapat Anugerah Parahita Ekapraya Tahun 2021 Kriteria Utama, bertepatan dengan Hari Jadi ke-211 Kota Bandung.
Penulis Iman Herdiana27 September 2021
BandungBergerak.id - Angka kekerasan terhadap perempuan di Bandung melonjak selama pagebluk Covid-19. Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar yang harus ditangani Pemerintah Kota Bandung yang baru saja mendapat Anugerah Parahita Ekapraya Tahun 2021 Kriteria Utama, bertepatan dengan Hari Jadi ke-211 Kota Bandung.
Anugerah Parhita Ekapraya Kriteria Utama adalah bentuk pengakuan atas komitmen dan peran institusi dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui strategi pengarusutamaan gender yang diberikan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempauan dan Perlindungan Anak RI. Penghargaan ini diberikan sejak 2004.
Isu gender di Bandung sendiri bukannya tidak ada masalah. Data yang dihimpun BandungBergerak.id, menunjukkan kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam selama pandemi Covid-19.
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, berharap Kota Bandung bisa menjadi tempat yang memberikan rasa nyaman bagi semua warga masyarkatnya termasuk dalam mendapatkan hak kesetaraan gender.
“Karena memang kita penganut asas bahwa Pemkot Bandung memiliki sebuah tugas pokok dan fungsi terus memberikan rasa aman nyaman kesejahteraan juga untuk warga masyarakat tidak terkecuali untuk kesetaraan gender,” bebernya, melalui siaran pers Sabtu (25/9/2021).
Hal serupa di sampaikan Ketua TP-PKK Kota Bandung, Umi Siti Muntamah Oded. Ia mengklaim strategi pembangunan Kota Bandung semuanya sudah memiliki kesetaraan gender.
"Tidak ada diskriminasi di sana, bagaimana telah disampaikan perempuan diberikan ruang baik itu politik di Kesbangpol, kemudian di sektor ekonomi yang banyak sekali perempuan,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Rita Verita mengungkapkan, kesetaraan gender di Kota Bandung menitikberatkan pada sistem pembangunan di antara perempuan dan laki-laki dalam menikmati hasil pembangunan dan keberlangsungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
“Di Kota Bandung ini sudah kita lihat bahwa banyak sekali kesempatan yang diberikan kepada perempuan. Mulai dari sektor ekonomi, pertanian. Kita punya kelompok wanita tani di lokasi lokasi P2WKSS yang juga memberikan kesempatan kepada wanita untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya,” kata Rita.
Baca Juga: Data Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Bandung 2008-2020, Melonjak di Tahun Pandemi
Data Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Bandung 2020, Kekerasan Seksual Paling Banyak Dilaporkan
Data Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2020, Terbanyak Berupa Kekerasan Psikis
Data Kekerasan terhadao Perempuan di Bandung
Seperti telah disinggung di atas, kekerasan berbasis gender di Kota Bandung bukannya tidak ada. Bahkan selama pandemi Covid-19 kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung mencatat sepanjang 2020 lalu ada 250 kasus yang dilaporkan untuk ditangani oleh DP3A Kota Bandung. Dari jumlah tersebut, 100 kasus di antaranya berupa kekerasan seksual terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini sekaligus menjadi yang terbanyak.
Lebih rinci lagi, DP3A Kota Bandung menunjukkan sebanyak 250 kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut ditangani oleh UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung. Bentuk kekerasannya terdiri dari 100 kasus kekerasan seksual, 72 kasus kekerasan psikis, 26 kasus kekerasan fisik, 7 kasus kekerasan ekonomi, 13 kasus penelantaran, 12 kasus trafficking (perdagangan orang), 8 kasus kekerasan terkait perebutan hak asuh anak, dan 12 kasus lainnya.
Perlu diingat, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Bandung ini adalah jumlah kasus yang dilaporkan, lalu ditangani oleh UPT P2TP2A Kota Bandung. Jumlah sebenarnya di lapangan bisa jadi lebih banyak lagi. Belum lagi dengan kekerasan gender di dunia maya yang merebak seiring semakin majunya teknologi digital.
Merujuk situs Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat sedikitnya 15 jenis kekerasan seksual, yakni perkosaan, intimidasi secara seksual atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual berupa verbal maupun fisik, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan secara seksual, pemaksaan perkawinan, kehamilan, aborsi, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan dan penghukuman secara seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, serta kontrol seksual lewat peraturan diskriminatif yang beralasan moralitas dan agama.
Kasus kekerasan selama tahun pagebluk bisa diartikan bahwa masih tingginya kuasa laki-laki terhadap perempuan. Salah satu solusi untuk mencegah kekerasan pada perempuan ialah dengan pengarusutamaan kesetaraan gender pada laki-laki. Memberikan pemahaman kesetaraan gender hanya pada perempuan tidaklah cukup. Terlebih laki-laki lebih banyak sebagai pelakunya, sebagaimana dalam data yang sudah dipaparkan di atas.