• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (4): Gunung Pacet Menyingkap Misteri Keberadaan Danau Manglayang

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (4): Gunung Pacet Menyingkap Misteri Keberadaan Danau Manglayang

Gunung Pacet lebih dikenali warga dengan nama Puncak Dano. Lembah antara puncak Gunung Pacet dan Gunung Manglayang diyakini pernah membentuk danau di masa lalu.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Penampakan sisi selatan Gunung Pacet dan Gunung Manglayang dilihat dari Jalan Pasirkunci, Ujungberung, Kota Bandung, September 2021. Nama Gunung Pacet masih belum banyak dikenal orang, termasuk warga yang tinggal di kaki-kakinya.(Foto : Gan Gan Jatnika)

1 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Di antara Gunung Manglayang dan Gunung Pacet, konon dahulu ada sebuah danau, sehingga warga menyebut puncak Gunung Pacet sebagai Puncak Dano. Di kalangan pendaki, gunung ini nyaris tidak dikenali. Berbeda dengan Gunung Manglayang, tetangganya yang lebih ngehits. Hampir setiap hari ada saja orang yang mendaki Gunung Manglayang, apalagi saat akhir pekan atau hari libur.

Ada beberapa penyebab kurang dikenalnya Gunung Pacet, di antaranya ketinggian gunung yang dianggap rendah, pemandangan yang dirasa kurang menarik, serta kerimbunan hutan yang tinggal sedikit tersisa.

Bentang alam Gunung Pacet hasil citra satelit menampakkan puncakan yang mengelilingi  sisi barat dan barat laut Gunung Manglayang. Di lembah antara kedua gunung inilah diduga letak Danau Manglayang. (Sumber foto : tangkapan layar Google Earth)
Bentang alam Gunung Pacet hasil citra satelit menampakkan puncakan yang mengelilingi sisi barat dan barat laut Gunung Manglayang. Di lembah antara kedua gunung inilah diduga letak Danau Manglayang. (Sumber foto : tangkapan layar Google Earth)

Lokasi dan Akses

Secara administratif, Gunung Pacet terletak di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang. Sebagian lereng dan kakinya masuk wilayah Desa Banyuresmi, Kabupaten Sumedang. Sebagian besar lainnya masuk wilayah Desa Cipanjalu dan Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Sedangkan puncaknya berada di perbatasan wilayah-wilayah tersebut.

Ketinggiannya, menurut peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang dikeluarkan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial) edisi 1-2001 berskala 1:25.000, adalah 1.666 Mdpl (Meter di atas permukaan laut).

Bentuk gunung ini unik. Kalau dilihat dari atas dengan menggunakan aplikasi Google Earth, gunung terlihat seperti seekor lintah yang telungkup. Dalam bahasa Sunda, lintah artinya pacet. Mungkin ini yang menyebabkan gunung ini diberi nama Gunung Pacet. Selain itu, bisa juga penamaannya berasal dari banyaknya binatang pacet yang dahulu hidup di sini.

Gunung Pacet bisa dicapai melalui beberapa jalur, yaitu Pasir Patokbeusi, Cilengkrang, dan Palintang. Jalur dari Cilengkrang bisa dilalui dari tempat wisata Curug Cilengkrang. Sayangnya, untuk sementara waktu tempat wisata ini masih ditutup.

Jalur yang paling mudah ditempuh diawali dari alun-alun Ujungberung. Dari sana, kita mengambil jalan yang ada di belakangnya menuju Palintang. Setibanya di Palintang, kita bisa menuju Kampung Ciangkeub yang terletak tepat di kaki Gunung Pacet. Di warung yang ada di kampung inilah, kita bisa  ikut menyimpan kendaraan.

Nama Kampung Ciangkeub (dalam sebagian peta tertulis “Ciangkeb”) berasal dari Bahasa Sunda “angkeub” yang artinya mendung. Dinamakan demikian karena seringkali awan dan kabut menyelimuti wilayahnya. Memang masuk akal, karena kampung ini berada di wilayah pegunungan. Lokasinya tepat diapit oleh dua gunung, yaitu Gunung Pacet di sisi timur dan Gunung Kasur di sisi baratnya.

Dari Kampung Ciangkeub, perjalanan menuju puncak Gunung Pacet bisa ditempuh melalui jalur langsung menuju puncak, atau memutar ke arah utara terlebih dahulu. Sangat disarankan sebaiknya kita memilih jalur memutar dahulu. Selain lebih landai, jalur ini juga menyuguhkan pemandangan menyegarkan mata. Di sepanjang perjalanan, terhampar gunung-gunung yang berada di kawasan timur kota Bandung. Gunung Palasari, Bukittunggul, Pangparang, Jambu, Manglayang, bahkan Gunung Tampomas terlihat jelas di depan mata. Patut dicoba jalan-jalan ke puncak Gunung Pacet ini dilakukan pada pagi hari saat matahari terbit (sunrise) atau sore saat matahari tenggelam (sunset).

Selain menyusuri puncakannya, kita bisa juga turun ke lembah antara Gunung Pacet dan Gunung Manglayang. Tempat yang diduga dahulu merupakan Danau Manglayang. Dari lembah inilah air sungai Ci Waru berasal, lalu mengalir ke selatan menuju Ujungberung, dan melewati daerah permukiman yang sekarang dinamai Ciwaru.

Sekelompok pendaki gunung beristirahat dan berdiskusi di dekat makam Eyang Awi Nyawana yang dikeramatkan di puncak Gunung Pacet, September 2021. (Foto : Gan-gan Jatnika)
Sekelompok pendaki gunung beristirahat dan berdiskusi di dekat makam Eyang Awi Nyawana yang dikeramatkan di puncak Gunung Pacet, September 2021. (Foto : Gan-gan Jatnika)

Legenda dan Mitos

Ada yang unik dengan Gunung Pacet. Hampir semua warga yang berdomisili di kaki gunungnya tidak mengetahui kalau gunung ini bernama Gunung Pacet. Bahkan mereka yang tinggal di wilayah Palintang dan Ujungberung pun jarang sekali yang mengetahuinya. Mereka lebih mengenal nama gunung ini dengan sebutan Bukit Nyawana atau Gunung Puncak Dano. Ada juga yg menyebutnya sebagai Gunung Manglayang, karena dianggap masih bagian dari tetangganya tersebut.

Bukan hanya masyarakat yang tinggal agak jauh dari kaki gunung yang tidak tahu tentang nama Gunung Pacet. Warga Kampung Ciangkeub sendiri menggelengkan kepala. Padahal sehari-hari mereka tinggal dan beraktivitas di gunung ini.

Penasaran kenapa Gunung Pacet lebih dikenal dengan nama Gunung Puncak Dano dan Bukit Nyawana? Ternyata ada kisah menarik di balik kedua nama tersebut.

Pertama, gunung ini dinamakan Puncak Dano karena warga setempat, bahkan mereka yang tinggal di Ujungberung, mengetahui cerita turun-temurun tentang keberadaan sebuah danau di kawasan tersebut. Danau ini terbentuk dari air yang tertampung di dasar lembah akibat aktivitas vulkanologi Gunung Manglayang zaman dahulu.

Menurut warga setempat, ada mitos tentang ritual “memandikan kucing” yang dilakukan oleh para sesepuh zaman dulu setiap kali kemarau berlangsung terlalu panjang. Seperti apa kucing yang bisa “dimandikan” dalam ritual ini, tidak ada keterangan dan syarat khususnya. Juga tidak ada keterangan kapan terakhir ritual tersebut dilaksanakan.

Kedua, gunung ini dinamakan Bukit Nyawana karena di puncaknya terdapat sebuah makam (bisa jadi makam betulan atau hanya berupa makam petilasan saja). Keterangan yang didapat dari warga juga belum begitu lengkap tentang siapa yang makamnya ada di puncak bukit itu. Namun, dari semua orang yang ditemui, garis besar ceritanya hampir sama. Makam itu adalah makam seorang Eyang yang dihormati, dan memiliki ilmu kanuragan serta kesaktian. Ia merupakan sesepuh dari sebuah perguruan pencak silat yang namanya sudah terkenal.

Di masa hidupnya, Eyang itu berpesan bahwa selama pohon bambu tersebut masih ada, ia akan tetap hidup dan menjaga wilayah ini. Hingga sekarang di dekat makam di puncak bukit tersebut, dapat ditemui beberapa rumpun pohon bambu, atau dalam bahasa Sunda disebut “tangkal awi”. Pohon bambu ini laksana nyawa bagi Si Eyang. Itulah sebabnya ia disebut sebagai Eyang Awi Nyawana, dan tempat ia dimakamkan disebut Puncak Bukit Awi Nyawana atau Bukit Nyawana. 

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (3): Gunung Putri Lembang, Mitos Dayang Sumbi dan Sejarah Benteng Belanda
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (2): Gunung Geulis Manggahang, Puncak Tertinggi Bukit Barisan Baleendah di Pantai Danau Bandung Purba
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (1): Gunung Manglayang, Berkah Kesucian dan Keindahan yang Menjulang di Bandung Timur

Kondisi Sekarang dan Permasalahannya

Secara umum kondisi Gunung Pacet tidak jauh berbeda dengan gunung-gunung lainnya di seputar Bandung Raya. Deforestasi atau penghilangan hutan terjadi juga di sini. Deforestasi yang paling besar terjadi di sisi lereng utara, timur, dan barat laut. Sedangkan di sisi selatan dan barat daya, masih bisa ditemui kerimbunan dan keteduhan hutan pinus.

Potensi ekonomi warga diperoleh dari pemanfaatan lahan berupa perkebunan, baik perkebunan sayur maupun buah pisang. Potensi wisata alam belum termanfaatkan. Padahal dengan keelokan pemandangannya, Gunung Pacet memiliki potensi besar untuk dijadikan sarana olahraga warga Bandung dan sekitarnya. Jarak tempuh mengelilingi gunung ini tidak terlalu jauh dan tidak terdapat tanjakan yang curam, sehingga semua anggota keluarga, dari orang dewasa sampai anak-anak, bisa menikmatinya. Setelah berjalan menikmati keindahan Gunung Pacet, kita bisa menikmati makanan khas Sunda atau sekedar menikmati makanan ringan berikut teh atau kopi hangat di warung warga.

Satu lagi permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah adalah pengelolaan sampah bagi warga Kampung Palintang. Di beberapa bagian jalan berbatu, tampak gundukan sampah yang memanjang. Warga terpaksa membuangnya ke sana karena belum baiknya sistem pengelolaan sampah di lingkungan mereka. Semoga masalah ini bisa segera teratasi! 

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Redaksi

COMMENTS

//