• Kolom
  • SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #9: Jadwal Buka untuk Umum antara 1932-1941

SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #9: Jadwal Buka untuk Umum antara 1932-1941

Jadwal kunjungan Museum Geologi Bandung antara 1932-1941 pada hari tertentu memungut uang masuk. Hari Minggu kunjungan biasanya gratis.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Ruang preparasi fosil di Museum Geologi Bandung zaman Belanda. (Sumber: Museum Geologi)

13 September 2022


BandungBergerak.id - Selama masa Pandemi Covid-19, Museum Geologi Bandung memberlakukan jadwal layanan untuk umum secara berbeda. Pada hari Senin, antara pukul 09.00 hingga 15.00, mata acaranya berupa virtual tour atau kunjungan secara daring untuk menikmati berbagai koleksi. Namun, layanan ini disesuaikan dengan permintaan baik dari pihak sekolah maupun komunitas yang menghendakinya.

Antara Selasa hingga Kamis, Museum Geologi membuka layanan kunjungan secara luring atau fisik seperti biasa, antara pukul 09.00 hingga 15.00. Khusus hari Jum’at, layanan kunjungan tutup, karena waktunya untuk melakukan pemeliharaan ruang pameran. Museum Geologi buka lagi hari Sabtu hingga Minggu, antara pukul 09.00 hingga 14.00.

Sebelum Pandemi, para pengunjung Museum Geologi Bandung memiliki lebih banyak kesempatan untuk menikmati koleksi geologi museum yang ada di bawah naungan Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) ini. Publik dapat mengunjunginya secara fisik antara pukul 08.00 hingga 16.00 pada hari Senin hingga Kamis.

Kemudian seperti saat ini, sebelum pandemi, hari Jum’at tetap libur, untuk pemeliharaan ruangan. Sementara hari Sabtu dan Minggu, pengunjung bisa datang menyambangi Museum Geologi antara pukul 08.00 hingga 14.00. Hal yang sama, baik sebelum dan semasa pandemi Covid-19, adalah pada hari libur nasional, Museum Geologi Bandung tidak membuka layanan kunjungan.

Bagi para pengunjung yang datang langsung, tiket masuk atau tarifnya berbeda-beda. Bagi kalangan pelajar cukup merogoh uang sebesar 2.000 rupiah, sementara untuk kalangan umum adalah 3.000 rupiah per orangnya. Bagaimana dengan pengunjung bangsa asing? Tarif masuknya sangat terjangkau, yaitu 10.000 rupiah. Semua pemasukan dari tiket tersebut menjadi bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Jadwal buka Museum Geologi Bandung tahun 1933. (Sumber: Mooi Bandoeng No. 1, Jaargang I, Juli 1933)
Jadwal buka Museum Geologi Bandung tahun 1933. (Sumber: Mooi Bandoeng No. 1, Jaargang I, Juli 1933)

Dari De Koerier

Bagaimana jadwal buka Museum Geologi Bandung pada masa lalu, ketika zaman penjajahan Belanda? Salah satu sumber pustaka yang dapat kita jadikan rujukan adalah De Koerier, koran terbitan Bandung, selama periode 1932 hingga 1934.

Dalam De Koerier edisi 25 November 1932 tersaji laporan bertajuk “Geologisch Museum”. Pada awal laporan terhidang jadwal buka layanan Museum Geologi, yaitu “Naar men ons meedeelt, zal het Geologisch Museum aan de Rembrandtstraat, alhier, morgenochtend van 9 tot 12 uur voor het publiek geopend zijn - toegang vrij - ter bezichtiging van een waardevolle en interessante collectie” (Kami diberitahu bahwa Museum Geologi di Rembrandtstraat, akan dibuka untuk umum besok pagi dari jam 09.00 hingga 12.00 – bebas masuk – untuk melihat koleksi yang berharga dan menarik).

Sebagai penarik bagi para pembacanya, laporan tersebut disertai rincian koleksi Museum Geologi. Konon, pusat perhatian para pengunjung adalah kerangka Stegodon yang dipamerkan di aula. Kerangka itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Museum Geologi karena merupakan yang pertama di Hindia Belanda, bahkan di Eropa dan India Inggris sekalipun tidak memiliki koleksi langka itu.

Beberapa maket gunung api di Pulau Jawa dipasang di museum, termasuk maket Gunung Kelud, lengkap dengan terowongan besar yang dibuat untuk mengurangi volume air kawahnya. Semuanya ditiru dalam skala lebih kecil, sehingga membuat lengkap pemahaman para pengunjung.

Menurut pengalaman pengunjung saat itu, ia melihat kerangka Stegodon. Konservator Museum Geologi Bormann mengatakan spesies gajah tertua, yaitu Mastodon hidup di masa Tersier, sementara Stegodon yang kerangkanya dipamerkan hidup pada masa Dilivium, periode yang menyambungkan dengan spesies gajah Asia saat ini. Fosil Stegodon di museum mempunyai panjang dari gading hingga ke ekor sekitar 5 meter dan tingginya 2,3 meter.

Namun, katanya, itu bukanlah spesies paling besar yang berhasil ditemukan. Bormann menunjukkan gading Stegodon lain yang panjangnya 3,5 meter. Pengunjung itu juga diperlihatkan pada koleksi fosil ikan sangat tua, yang bahkan hidup di masa sebelum Mastodon. Dipamerkan pula berbagai fosil tengkorak manusia, termasuk Pithecantropus yang ditemukan di Jawa, Sinanthropus dan Pekinensis yang terutama ditemukan di Tiongkok. Ada pula beberapa fosil kuda nil dan kura-kura yang diameternya mencapai 3 meter.

Akhirnya, pengunjung dibawa Bormann ke laboratorium. Di sana Bormann memperlihatkan cara memeriksa asal-usul jenis-jenis bebatuan yang berbeda-beda. Termasuk kandungan mineral di dalamnya, dan lain-lain. Di akhir laporan, pengunjung menyatakan sangat merekomendasikan kepada para pembaca untuk mengunjungi Museum Geologi Bandung (“Wij kunnen het publiek een bezoek aan het museum ten zeerste aanbevelen”).

De Koerier edisi 6 Februari 1934 menginformasikan Museum Geologi akan dibuka untuk publik pada hari Senin, 8 Februari 1934, antara pukul 09.00 hingga 12.00, secara gratis. Beberapa bulan kemudian, De Koerier (14 Juli 1934) menyatakan bahwa besok, hari Minggu, Museum Geologi akan dibuka untuk umum, antara pukul 09.00 hingga 12.00, dan tidak dipungut bayaran (“geopend en gratis toegankelijk zijn voor het publiek”).

Baca Juga: SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #6: Mengubur Kepala Kerbau untuk Peresmian Tanggal 7 September 1929
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #7: Rombongan Susuhunan Solo Tanggal 30 Juni 1930
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #8: Koleksi Dubois Seharusnya Disimpan di Bandung

Hingga 1941, hari Minggu sebagai hari kunjungan khusus ke Museum Geologi tetap dimumkan dalam media. (Sumber: Sipatahoenan, 25 November 1941)
Hingga 1941, hari Minggu sebagai hari kunjungan khusus ke Museum Geologi tetap dimumkan dalam media. (Sumber: Sipatahoenan, 25 November 1941)

Seminggu Tiga Kali, Plus Minggu

Dari De Koerier, kita tahu Museum Geologi membuka layanan kunjungan bagi kalangan umum pada hari Minggu dan Senin. Apakah memang jadwal bukanya demikian? Saya mendapatkan keterangan pastinya dari Mooi Bandoeng: Maanblad van Bandoeng en Omstreken No. 1, Jaargang I, Juli 1933. Di situ tertulis, “Museum van den Dienst van den Mijnbouw in 't gebouw van het Geologisch Laboratorium, Rembrandtstraat (Geopend Maandag, Woensdag en Zaterdag van 10-12 uur)” atau museum jawatan pertambangan di gedung laboratorium geologi, Rembrandtstraat, dibuka pada hari Senin, Rabu, dan Sabtu antara pukul 10.00 hingga 12.00.

Artinya, Museum Geologi Bandung pada awalnya tidak terbuka enam hari seperti saat ini, melainkan hanya tiga hari. Informasi rinci lainnya, saya peroleh dari koran Sipatahoenan, yang juga kerap mewartakan jadwal buka Museum Geologi Bandung.

Jadwal dalam Mooi Bandoeng di atas masih sama dengan yang dituliskan dalam Sipatahoenan edisi 3 Februari 1936. Di situ antara lain tertulis, “Biasana ieu museum teh diboekana nja eta dina powe Senen, Rebo, djeung Saptoe, ti poekoel 10 nepi ka poekoel 12” (Biasanya museum ini dibuka pada hari Senin, Rabu, dan Sabtu, dari pukul 10.00 hingga pukul 12.00).

Sebelum pernyataan tersebut, Sipatahoenan mewartakan “Museum anoe kaseboet di loehoer, dina Minggoe kamari diboeka” (museum yang tersebut di atas, pada hari Minggu kemarin dibuka) dan “Lobana anoe daratang ka dinja beunang diseboetkeun katjida lobana, malah koe noeroetkeun tjatetan mah aja 553 orang anoe merloekeun laladjo barang-barang anoe araneh” (jumlah pengunjung ke sana dapat dikatakan sangat banyak, bahkan menurut catatan ada 553 orang yang sengaja melihat barang-barang aneh itu).

Dari berita De Koerier, Mooi Bandoeng, dan Sipatahoenan di atas dapat disimpulkan jadwal buka hari Minggu merupakan jadwal tidak tetap, sehingga nampaknya perlu diinformasikan kepada masyarakat umum. Namun, pada tahun 1938, nampaknya ada aturan baru yang mengatur kunjungan pada hari Minggu.

Dalam Sipatahoenan edisi 22 April 1938, diumumkan “Sakumaha biasa doea boelan sakali, dina powe Minggoe panganggeusan Geologisch Museum ti Departement van Verkeer den Waterstaat di Rembrandstraat diboeka pikeun oemoem, nja eta ti poekoel 9 nepi ka poekoel 11 beurang. Anoe arek narendjo teu koedoe majar entree” (Seperti biasa dua bulan sekali, pada hari Minggu terakhir Museum Geologi dari Departement van Verkeer den Waterstaat di Rembrandstraat dibuka untuk umum, yaitu dari pukul 09.00 hingga 11.00 siang. Bagi yang hendak berkunjung tidak perlu membayar uang masuk).

Pernyataan tersebut diperkuat lagi dalam Sipatahoenan edisi 15 Desember 1938, dengan mengatakan “Noe matak dina powe Minggoe noe bakal datang tea diboeka, koe lantaran geus aja dina atoeranana, noe ditetepkeun anjar, jen dina djero doea boelan sakali eta museum teh diboekana make aja tambahna, nja eta powe Minggoe, sangkan bisa njoemponan ka poeblik noe teu bisa ngagoenakeun tempona dina powe gawe biasa” (Penyebab pada hari Minggu yang akan datang dibuka adalah karena sudah ada aturannya, yang baru ditetapkan, bahwa selama dua bulan sekali museum ada tambahan jadwal buka, yaitu hari Minggu, supaya dapat memenuhi kalangan umum yang tidak sempat berkunjung pada hari kerja).

Jadwal buka biasa hingga 1938 tetap sama seperti tahun 1933, yaitu Senin, Rabu, dan Sabtu. Dalam Sipatahoenan edisi 15 Desember 1938 dikatakan, “Demi noeroetkeun atoeran anoe biasa diboekana eta museum teh ngan oekoer saminggoe tiloe kali, nja oenggal powe Senen, Rebo, djeung Saptoe bae” (Menurut aturan yang biasa, museum itu hanya buka seminggu tiga kali, yaitu setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu).

Nampaknya, jadwal itu terus bertahan hingga menjelang Jepang datang. Jadwal kunjungan biasa tidak diberitakan, tetapi khusus kunjungan Minggu tetap dikabarkan. Misalnya dalam Sipatahoenan edisi 23 April 1941 disebutkan “Minggoe noe deukeut, tanggal 27 boelan ieu, Geologisch Museum ti Mijnbouwdienst di Wilhelmina-boulevaard bakal diboeka, sarta saperti noe enggeus2 bae, sapa-soeka, teu koedoe majar” (Hari Minggu yang dekat, tanggal 27 bulan ini, Museum Geologi dari Mijnbouwdienst di Wilhelmina-boulevaard akan dibuka, serta seperti yang sudah-sudah, siapa suka, tidak usah membayar).

Demikian pula dalam Sipatahoenan edisi 25 November 1941. Di situ dikatakan, “Sakoemaha kabiasaan museum noe kaseboet diloehoer dina saboelan sakali sok diboeka pikeun oemoem, kalawan asoepna henteu koedoe majar. Dina boelan ieu oge, njaeta dina powe Minggoe tanggal 30, eta museum teh bakal diboeka deui, keur sing saha bae noe pada hajang terang kana kaajanana. Waktoena diboeka biasa ti djam 9 isoek2 nepi ka djam 11 beurang” (Seperti biasa, museum tersebut di atas sebulan sekali biasanya terbuka untuk umum, tanpa onngkos masuk. Pada bulan ini pun, yaitu pada hari Minggu tanggal 30, museum tersebut akan dibuka lagi, bagi siapa saja yang mau tahu keadaannya. Waktu bukanya biasa dari pukul 09.00 hingga pukul 11.00).

Dari uraian di atas, agaknya, dapat disimpulkan bahwa untuk kunjungan pada hari biasa, yaitu Senin, Rabu, dan Sabtu, Museum Geologi Bandung antara 1932-1941 memungut entree atau uang masuk. Sedangkan pada hari Minggu, sebulan atau dua bulan sekali, Museum Geologi dibuka untuk umum tanpa dipungut bayaran. Itulah antara lain perbedaan jadwal buka Museum Geologi Bandung masa dulu dengan masa sekarang.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//