• Kolom
  • SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #7: Rombongan Susuhunan Solo Tanggal 30 Juni 1930

SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #7: Rombongan Susuhunan Solo Tanggal 30 Juni 1930

Tahun 1930-an Hindia Belanda disebut mengalami kelaparan saintifik. Adanya Museum Geologi memupus anggapan itu. Pada tahun tersebut Susuhunan Solo berkunjung.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Potret Pakubuwono X, dengan istrinya Goesti Kangdjeng Ratoe Hemas dan anaknya Kangdjeng Sekar Kedaton, sekitar 1930. (Sumber: KITLV 2602)

31 Agustus 2022


BandungBergerak.id - Dari koran-koran lama Hindia Belanda, saya dapat memetik beberapa kabar menarik terkait dengan Museum Geologi Bandung, hingga paruh pertama tahun 1930.

Dr. N. melalui artikelnya “Nederlandsch-Indië wetenschappelijk mondig!” (Hindia Belanda dewasa secara sains, dalam Soerabaijasch Handelsblad, 14 Januari 1930) menyebutkan adanya keroyalan dan kelaparan saintifik di Hindia. Namun, untungnya berubah, karena beberapa dasawarsa kemudian di Hindia kian bertambah orang berpendidikan yang menjabat kepala departemen. Termasuk Ir. D. de Jongh, direktur Gouvernementsbedrijven yang membuka Museum Geologi, yang senantiasa menunjukkan minat besar terhadap sains di departemennya.

Pegawai Museum Geologi Bandung yang menjadi berita pada paruh pertama 1930 adalah W. Bormann. Kurator di Museum Geologi ini disebut-sebut telah menyelesaikan pemasangan gading besar fosil Elephas ganeca. Gading itu ditemukan di Bumiayu, Jawa Tengah, dengan panjang 3,5 meter. Konon gajah tersebut punya dua gading (Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29 April 1930).

De Indische Courant (30 Mei 1930) dan Swara Publiek (6 Juni 1930) memberitakan rencana kongres pandu atau pramuka di Bandung antara 21-28 Juli 1930. Penyelenggaranya Indonesische Nationale Padvinders-Organisatie atau organisasi pramuka nasional Indonesia. Panitianya antara lain Soetopo (ketua), A. Rachim (sekretaris), Soegondo (bendahara), dr. Soekimin, Soewarso, Soendjojo, A. Tirtosoewirjo, Sardjono, Soehatmo, Soewar dan S. Tirtisoepono.

Kata Swara Publiek, “Ini congres aken diadaken dalem gedong blakang Technische Hoogeschool. Sebagi dokter dari itoe congres dimadjoekan dr. Soekimin. Dan “Sasoeda congres diadaken excursie ka Radiostation Malabar, Tangkoeban Praoe, Sterrenwacht, Geologisch Museum dan sebagainja”.

Namun, yang paling wah tentu saja lawatan rombongan Susuhunan Solo Pakubuwono X (1866-1939) ke Bandung antara 25 Juni-1 Juli 1930. Kabar kunjungan penguasa Surakarta itu sudah tersiar jauh-jauh hari, yakni akhir April 1930 atau sekitar dua bulan sebelum keberangkatannya.

Dalam De Locomotief dan De Indische Courant (28 April 1930), yang meneruskan kabar AID De Preanger-bode, dikatakan Sunan Solo akan berkunjung ke Bandung sekitar 26 Juni 1930. Dia akan menginap di Grand Hotel Homann dan menyewa 30 kamar! Dahsyat kan, 30 kamar? Karena berarti orang nomor satu di Surakarta itu akan pergi ke Bandung bersama rombongan.

Koran De Koerier banyak mengabarkan lawatan rombongan Sunan Solo ke Jaarbeurs. (Sumber: De Koerier, 21 Juni 1930)
Koran De Koerier banyak mengabarkan lawatan rombongan Sunan Solo ke Jaarbeurs. (Sumber: De Koerier, 21 Juni 1930)

Sunan Solo di Bandung

Memang kaitan antara Susuhunan Solo dan Bandung terbilang erat. Salah satunya karena anak-anak dan cucu-cucunya bersekolah di Bandung. Mengenai hal ini antara lain dikabarkan De Locomotief edisi 25 Januari 1930. Di situ dikatakan tujuh orang anak dan cucu Sunan Solo tiba di Bandung untuk menempuh pendidikan. Rombongan itu dipimpin oleh Pangeran Djatikoesoemo. Dengan demikian, pada sisi ini, dapat dibilang kunjungan Pakubuwono X enam bulan kemudian adalah dalam kerangka menengok anak dan cucunya yang sedang menuntut ilmu di Bandung.

Di sisi lainnya, koran De Koerier terbitan Bandung, banyak mengaitkan kunjungan Sunan Solo dengan penyelenggaraan pekan raya setahun sekali di Bandung, Jaarbeurs. Dalam edisi 21 Juni 1930 dikatakan Susuhunan Solo akan mengunjungi Jaarbeurs pada pukul sembilan pagi.

Sementara agenda kunjungannya selama di Bandung dilaporkan, antara lain, dalam De Nieuwe Vorstenlanden (23 Juni 1930), De Locomotief (24 Juni 1930), De Koerier (24-25 Juni 1930), dan Bataviaasch Nieuwsblad (25 Juni 1930). Dari koran-koran itu diketahui Rabu (25 Juni), Sunan Solo dan Ratu Hemas akan diantar Pangeran Tjakraningrat, Pangeran Djatikoesoemo Rademaker, dan pejabat lain dari keraton ke Stasiun Balapan. Selama lawatan sepekan di Bandung, tugas-tugas Pakubuwono X dipercayakan kepada Pangeran Koesoemojoedo.

Kamis (26 Juni) pukul 08.00 Pakubuwono X akan mengunjungi Panglima KNIL Letnan Jenderal J.A. Cramer; Jum’at (27 Juni) yang dikunjunginya adalah Mayor Jenderal J.C. Coster dan Mayor Jenderal A. van de Water; Sabtu (28 Juni) keliling Kota Bandung dan menyambangi Jenderal Krol dan Residen Priangan Kuneman; Minggu (29 Juni) kunjungan ke Stasiun Radio Malabar, bupati Bandung, dan peneropongan bintang di Lembang; Senin (30 Juni) kunjungan ke Museum Geologi, pabrik tekstil, dan ke Jaarbeurs lagi; Selasa (1 Juli) kembali ke Solo dengan menggunakan kereta api siang.

Selanjutnya, berita kedatangan Sunan Solo ke Bandung dilaporkan De Koerier pada 26 Juni 1930. Dikatakan, kemarin malam Pakubuwoo X bersama Ratu Hemas dan rombongan 30 orang tiba di Bandung. Di Stasiun Bandung, rombongannya disambut residen Priangan dan pejabat lainnya. Dengan mengendarai enam mobil, rombongan menuju ke lokasi Jaarbeurs. Setelah menikmati pekan raya, barulah rombongan ke Hotel Homann.

Di koran lain (Bataviaasch Nieuwsblad, 27 Juni 1930), dilaporkan Rabu malam rombongan Susuhunan Solo tiba di Bandung dengan menggunakan gerbong eksekutif yang disediakan khusus oleh jawatan kereta api. Di Stasiun Bandung mereka disambut residen Priangan, bupati Bandung, kepala polisi, dan sebagainya. Salah satu mata acara yang ingin diikuti Sunan Solo di Bandung adalah menghadiri perayaan hari ulang tahun kesebelas Technische Hoogeschool, pada Sabtu pagi (28 Juni).

Jum’at pagi (27 Juni) rombongan Pakubuwono kembali ke lokasi Jaarbeurs. Orang-orang bergerombol di sepanjang jalan masuk ke bangunan pekan raya itu, saat Pakubowono X berkunjung lagi. Pukul 09.30 rombongan tiba dengan mengendarai enam mobil. Mereka disambut ketua panitia Jaarbeurs dan diajak berkeliling ke gerai-gerai pameran (De Koerier, 28 Juni 1930).

Baca Juga: SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #4: Tentang Tanggal 16 Mei 1929
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #5: Pemerolehan Koleksi dan Jumlah Kunjungan antara 1929-1939
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #6: Mengubur Kepala Kerbau untuk Peresmian Tanggal 7 September 1929

Laporan kunjungan Pakubuwono X ke Museum Geologi Bandung pada 30 Juni 1930. (Sumber: Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 1 Juli 1930)
Laporan kunjungan Pakubuwono X ke Museum Geologi Bandung pada 30 Juni 1930. (Sumber: Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 1 Juli 1930)

Dari Malabar ke Museum Geologi

Pada Minggu pagi (29 Juni), rombongan Sunan Solo mengunjungi Stasiun Radio Malabar. Di sana mereka disambut kepala stasiun radion di Dataran Tinggi Bandung L. Waasdorp dan kepala stasiun penyiaran Malabar D.C. Noppen. Sebagai tanda terima kasih, Pakubuwono membagikan potret dirinya kepada kedua bumiputra yang menyambutnya.

Akhirnya, rombongan itu berkunjung ke Geologisch Laboratorium pada Senin pagi (30 Juni). Di Museum Geologi, mereka disambut bukan hanya oleh para ahli geologi, melainkan juga masyarakat umum. Para ahli itu terdiri atas Ir. A.C. de Jongh sebagai kepala jawatan penyelidikan geologi dan wakilnya Ir. ‘t Hoen, kepala pemetaan Jawa W.F.F. Oppenoorth dan kepala pemetaan Sumatra J. Zwierzycki, kepala jawatan vulkanologi Dr. Ch. E. Stehn, dan kepala pemetaan agrogeologi Sumatra Ir. Szémian.

Rombongan dari Surakarta mendapatkan penjelasan dari para ahli. Meski banyak objek di Museum Geologi hanya berharga oleh para ahli, tetapi Susuhunan Solo sangat tertarik pada objek-objek tersebut. Ia sangat tertarik pada koleksi meteorit, bebatuan yang jatuh dari langit dan dianggap mempunyai nilai keramat menurut kepercayaan orang Jawa.

Kepada penguasa dari Solo juga diperlihatkan mineral bilitonit yang sangat indah. Warna-warna indah dari bagian preparasi bebatuan ditunjukkan melalui kaca mikroskop. Sunan Solo pun mendorong kaum perempuan yang menyertainya agar dapat melihat dan mengagumi keindahan warna-warna sayatan bebatuan di bawah mikroskop.

Di samping banyak objek geologi yang menarik dan diperlihatkan, Susuhunan Surakarta terkesan dengan elevator yang baru dipasang di sayap kanan Museum Geologi. Elevator itu menyambungkan lantai atas atau lantai dua dengan lantai dasar atau lantai satu. Oleh karena itu, kaum perempuan yang ikut dalam rombongan sangat mengapresiasi keberadaan elevator itu.

Setelah puas berkeliling Museum Geologi Bandung dan menikmati minuman dingin yang disajikan tuan rumah, Pakubuwono X berpamitan. Saat perpisahan ditandai pemberian penindih kertas yang indah (fraaie pressepapiers) yang terbuat dari bijih emas dan perak serta dari fosil batu. Sebagai gantinya, Pakubuwono X memberikan sejumlah potret dirinya kepada orang-orang yang hadir di sana sekaligus menyampaikan kepuasan atas pengalaman berkeliling Museum Geologi.

Laporan rinci kunjungan rombongan Susuhunan Solo di atas saya peroleh dari Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie edisi 1 Juli 1930 dan De Locomotief edisi 2 Juli 1930. Sebagai penutup, ternyata pada awal Juli 1930 juga berkembang wacana untuk memindahkan laboratorium agrogeologi dari Bandung ke Bogor, sebagaimana terungkap dari pidato pertanian yang disampaikan Monod de Froideville di hadapan anggota Volksraad atau dewan rakyat Hindia Belanda (De Koerier, 5 Juli 1930).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//