• Kolom
  • SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #5: Pemerolehan Koleksi dan Jumlah Kunjungan antara 1929-1939

SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #5: Pemerolehan Koleksi dan Jumlah Kunjungan antara 1929-1939

Tahun 1932 - 1933, jumlah orang yang berkunjung ke Museum Geologi Bandung mengalami lonjakan. Peningkatan pengunjung tak lepas dari beragamnya koleksi museum.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Aula Museum Geologi tahun 1929. Di awal laporannya disebutkan pada perempat kedua 1929, Geologisch Laboratorium yang baru dibangun akan dioperasikan untuk diperlihatkan kepada para peserta Fourth Pacific Science Congress. (Sumber: Museum Geologi)

17 Agustus 2022


BandungBergerak.idDi Indonesia, tradisi membikin laporan tahunan dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak penguasaan oleh Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) alias Kompeni, bahkan bersifat harian, yaitu dalam bentuk “daghregister” dengan judul lengkap “Dagh-register Gehouden int Casteel Batavia” (daftar harian yang diadakan di Kastil Batavia). Daftar harian atau catatan harian tersebut mulai disusun sejak 1624 dan dibukukan pada abad ke-19.

Dalam perkembangannya, departemen-departemen di lingkungan pemerintahan kolonial di Hindia Belanda, bahkan tingkat organisasi kecil seperti klub hobi, memiliki tradisi untuk menyusun laporan kegiatan tahun sebelumnya dalam bentuk laporan pada tahun berikutnya. Istilah yang digunakan untuk laporan tersebut dalam bahasa Belanda adalah “jaarboek” (buku tahunan) atau “jaarverslag” (laporan tahunan).

Dalam kaitannya dengan perkembangan Museum Geologi Bandung, saya beruntung dapat kesempatan mengakses Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië (buku tahunan jawatan pertambangan di Hindia Belanda). Mula-mula saya mengenalnya dari Prof (ris). Fachroel Aziz, ahli fosil manusia purba di Museum Geologi, pada 26 Juni 2014. Ia yang memperlihatkan dan mengizinkan saya memotret buku laporan tahunan tahun 1929 dan 1930. Kesempatan lainnya saya peroleh ketika membuat salinan (fotokopi) laporan tahunan 1931 hingga 1939 dari Perpustakaan Pusat Survei Geologi pada 25 April 2015.

Dari berbagai edisi laporan tahunan jawatan pertambangan itu saya dapat menelusuri perkembangan koleksi sekaligus jumlah kunjungan ke Museum Geologi Bandung.

Ruang pamer untuk bijih, mineral, meteorit, dan lain-lain di Museum Geologi Bandung. (Sumber: De Mijningenieur, No. 1, Januari 1930)
Ruang pamer untuk bijih, mineral, meteorit, dan lain-lain di Museum Geologi Bandung. (Sumber: De Mijningenieur, No. 1, Januari 1930)

Sumbangan-sumbangan

Mari kita mulai dari Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1929 (1930: 172-173). Informasi pemerolehan koleksi Museum Geologi ada dalam laporan “Geologisch Laboratorium”. Di awal laporannya disebutkan pada perempat kedua 1929, Geologisch Laboratorium yang baru dibangun akan dioperasikan untuk diperlihatkan kepada para peserta Fourth Pacific Science Congress (“het nieuw-gebouwde Geologisch Laboratorium in gebruik worden genomen, juist bijtjjds om aan de deelnemers aan het Fourth Pacific Science Congress te worden getoond”).

Bangunan baru itu, dengan luas area sekitar 5.000 meter persegi, terbagi menjadi lebih dari 64 ruangan dan ruang kerja, terdiri dari lantai bawah: museum geologi, bagian untuk terbuka untuk publik terdiri atas ruang untuk fosil dan koral, ruang untuk bijih atau cebakan, mineral, meteorit, dan lain-lain, dan dua ruang kecil untuk bongkah batuan dan produk gunung api serta untuk jenis dan profil tanah. Selain untuk museum, lantai bawah Laboratorium Geologi difungsikan untuk laboratorium agrogeologi di sayap barat, laboratorium paleontologi dan kantor jawatan vulkanologi di sayap timur, dan laboratorium petrologi yang ada di sayap barat. Selain itu, di sayap timur ada gudang dan bengkel kerja untuk menggerinda, memoles, preparasi, mikroskop, dan ruang makan.

Lantai atas Geologisch Laboratorium terdiri atas perpustakaan geologi, ruang baca, ruang konferensi, dan kantor serta ruang gambar untuk pemetaan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra.

Untuk koleksi Museum Geologi pada tahun 1929 itu ada sumbangan koleksi bijih dari Karawang, Jampang, dan Yogyakarta sebagai hadiah dari W.H. Kamers, direktur AIME di Bandung; F. Buning dari Cirebon menyumbangkan delapan percontoh oker, vollersaarde, tanah diatome, dan lain-lain; N.V. Exploitatie Mij. Nederlandsch-Indie menghadiahkan percontoh batuan yang mengandung emas bebas; manajemen Tambang Salida, di Pantai Barat Sumatra, menghadiahkan model kaca dari koridor cebakan.

Jawatan tofografi meminjamkan model-model gips untuk sekitar Wonosobo dan Magelang dan peta Gunung Slamet dan Gunung Dempo; J. Th. Horstink, kapten tofografi, dengan model Gunung Slamet dan Gunung Rinjani. Dr. J.C. v. D. Meer Mohr, ahli zoologi dari Deli-Proefstation, memberikan koleksi fosil Tersier dari Cirebon; W.F. Winckel, administratur perkebunan Koleberes-Singkub di Priangan Barat menghadiahkan sejumlah fosil Neogen dari wilayah perkebunannya.

Itulah sumbangan-sumbangan pertama koleksi Museum Geologi Bandung. Selanjutnya dalam laporan tahunan 1930 (1931: 241), disebutkan setelah adanya pengaturan yang tetap terhadap koleksi yang ada, material baru sebagai hasil penyelidikan dan pemetaan yang masih berjalan berupa batuan, mineral, dan fosil terus ditambahkan. Dengan demikian, ruangan-ruangan untuk koleksi-koleksi tersebut jadi terisi sehingga perluasan bangunan dengan tambahan 3 atau 4 ruangan jadi sangat mendesak. Ruangan untuk seismograf dibangun di bagian belakang bangunan depan Geologisch Laboratorium.

Pada 1930, Museum Geologi diperkaya dengan koleksi batuan dari berbagai negara sebagai sumbangan Prof. A. Lacroix (Paris); Mijnbouw Mij Billiton menghadiahkan koleksi percontoh batuan dan bijih, termasuk 79 potong bilitonit; satu seri bijih dari pengeboran diterima dari Bataafsche Petroleum Mij;  koleksi fosforit disumbangkan oleh N.V. Exploitatie- en Handel Mij. v/h P. Buning di Cirebon; sumbangan koleksi besar moluska berumur Pliosen dari Cijurey, Cirebon, yang dikumpulkan A.D.H. Bosch.

Perpustakaan dan ruang baca di lantai atas Museum Geologi Bandung. (Sumber: De Mijningenieur, No. 1, Januari 1930)
Perpustakaan dan ruang baca di lantai atas Museum Geologi Bandung. (Sumber: De Mijningenieur, No. 1, Januari 1930)

Masih Krisis Keuangan

Dalam laporan tahunan 1931 yang diterbitkan pada 1933 (halaman 177-178), dikatakan perluasan untuk museum, laboratorium, dan bengkel kerja yang sangat mendesak tidak dapat dilakukan, mengingat krisis keuangan yang melanda Hindia Belanda terus berlanjut. Sementara sumbangan-sumbangan untuk koleksi Museum Geologi diterima dari ahli geologi J.B. Scrivenor, kepala jawatan geologi FMS, berupa koleksi bijih timah dari Malaka; dari Alg. Ind. Mijnbouw- en Exploratie Maatschappij bijih mangan dan percontoh sulfur; H.G. Bluntschli dari Pekanbaru menghadiahkan koleksi batu mulia dan batu semi mulia eksotis.

Sumbangan lainnya dari Van Boven (Billiton Mij), berupa intan dari Bangkinang (Sumatra); BPM memberi koleksi percontoh minyak mentah dan produknya; pejabat Mijninspectie menyumbangkan percontoh bijih dari Belitung dan Bulangsi (Pantai Barat Sumatra); bijih tembaga Sawahlunto dari kepala Oembilinmijnen; percontoh batubara dari kepala Boekitasammijnen; sampel galena dan seng dari M.C. Sampangau, Kalimantan, hadiah dari Ch. L. Girdlestone; Dr. P.V. Van Stein Callenfels (inspektur jawatan purbakala) menyumbangkan kapak, panah, mata tombak, dan lain-lain dari pantai timur Sumatra dan Madiun. Stein Callenfels juga membantu menyusun rak-rak prasejarah di museum, termasuk cara mempresentasikan fosil tengkorak manusia purba Jawa yang ditemukan pada 1930.

Barangkali karena masih mengalami krisis keuangan, laporan tahun 1932 dan 1933 disatukan dalam satu buku, Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1932-1933, dan diterbitkan pada 1935. Untuk informasi Museum Geologi dalam rentang dua tahun itu (1935: 35-36) ada penambahan koleksi sebagai sumbangan dari Prof. dr. A. Lacroix di Paris berupa 44 tektit dari Indocina dan Kwang-Tshou-Wan, dan percontoh meteorit yang jatuh di Tunis pada 1931; fragmen batu meteorit yang meledak di Menes, Banten, pada 24 Mei 1933; 14 sampel fosfat dari Cirebon dan sampel kaolin dari Tasikmalaya diperoleh dari F. Buning (NV AIMEM).

Selain itu, dari kunjungan I. Kamimura, K. Yamaguchi dan I. Shiraishi, Museum Geologi Bandung menerima hadiah percontoh batuan bijih timah dari Tambang Akeno di Jepang. Ir. A. de Jongh memberikan percontoh istimewa bijih timah Bangka. Direktur Museum Borneo (Banjarmasin) mengirimkan percontoh antimonit dan andalusit dari Kalimantan Tengah. Dari Boekitasemmijnen (Tanjung Enim), sejumlah percontoh dan bongkah batuan. Kepala Bangkatin-winning mengirim 12 per contoh bongkah timah pada model tungku smelter. K.F. Kerkhoven, administratur Perkebunan Negla (Pangalengan) mendonasikan kerangka kuda nil dari Afrika untuk perbandingan dengan sisa-sisa fosil kuda nil yang ditemukan di Jawa. Sedangkan H.R. van Heekkeren menghadiahkan sekitar 14 kapak batu dari Jember.

Namun, anehnya, informasi Geologisch Laboratorium, termasuk Museum Geologi, tidak dimasukkan dalam Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1934-1935 (1936). Entah mengapa demikian. Karena tidak mungkin saat itu tidak ada koleksi baru yang bertambah baik dari hasil penyelidikan jawatan pertambangan sendiri maupun sumbangan dari berbagai pihak terkait.

Laporan pemerolehan koleksi baru ada lagi pada Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1936-1937 (1938: 38-39). Koleksi barunya berasal dari sumbangan AIME berupa mineral mangan dari Jawa; dari mendiang A.D.H. Bosch, berbagai mineral dan koleksi kapak batu dari Jawa; dari W. Bormann berupa replika tengkorak, perkakas batu, fosil Pleistosen geraham badak, kuda, gajah, dan lain-lain dari Weimar-Ehringsdorf; BPM menghadiahkan model rig pengeboran, foto panorama, dan dua set produk minyak; dari Dr. G.H.R. von Koenigswald berupa fosil rahang bawah dan tengkorak Pithecanthropus yang ditemukan di Jawa Tengah; dari Dr. K.A.P.R. Musper berupa cetakan asli kerangka Ichthyosaurus dari Wurtemberg dan kolesi fosil Jura dan Tersier dari daerah yang sama.

Museum Geologi Bandung pun melakukan pertukaran koleksi dengan museum-museum di dunia seperti dengan museum di Berkeley (California), Berlin, Brunn, Hanover, Kiel, Leiden, London, Manchester, Moscow, Oxford, Parys, Peking, Singapore, Stuttgart, Tübingen, Utrecht, Warsawa dan Washington. Penambahan koleksi replika fosil tengkorak manusia purba adalah tengkorak Peking yang baru dan hasil rekonstruksi Prof. Weidenreich (manusia Beijing) dan Prof. Weinert (manusia Beijing, Pithecanthropus, manusia Solo). Museum Geologi saat itu menerima pula koleksi fosil mamalia dari danau aspal Rancho la Brea, California, fosil Jura dan Zaman Kapur Eropa, replika Archeopteryx, replika Pterodactyl dan tengkorak Platcosaurus dari Wurtemberg, serta fosil tulang paha reptil paling besar, Brachiosaurus dari Afrika Timur.      

Jawatan pertambangan Hindia Belanda sendiri menemukan tengkorak Homo modjokertensis yang berusia Pleistosen Tua dan koleksi fosil ikan Tersier dari daerah Padangsche Bovenlanden, Sumatra Barat. Semua temuan tersebut dipamerkan di Museum Geologi. Sebagai tambahan, sudah dimulai upaya rekonstruksi cangkang kura-kura raksasa dari Bumiayu yang berusia Pliosen Atas dan fosil kuda nil sangat besar berumur Pleistosen Atas dari Lembah Solo.

Untuk laporan tahun 1938 (Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1938, 1939: 30-31), pemerolehan paling penting oleh Museum Geologi adalah replika fosil Sinanthropus dan fosil manusia Gibraltar dan Novosioseka (Polandia), rekonstruksi manusia Solo (replika Ngandong V), dan Pithecanthropus dari Sangiran, koleksi mineral dan bijih dari Afrika Selatan, lalu fosil kura-kura raksasa dari Bumiayu yang berukuran panjang 2 meter dan lebar 1,4 meter.

Pemerolehan paling penting Museum Geologi yang dilaporkan pada tahun 1939 (Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1939, 1940: 37) adalah peragaan sekitar Bandung dan sekitar Solo; olahan lagi model bor sumur artesis; dua batu meteor berbalut besi dari meteor yang jatuh di Batujajar dan Cililin (Jawa Barat) pada 26 September 1939; ditambah dengan mineral-mineral istimewa.

Baca Juga: SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #2: Usulan Pembangunan Laboratorium dan Museum Geologi Tahun 1926-1927
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #3: Keterangan Arsitek Henri Menalda van Schouwenburg
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #4: Tentang Tanggal 16 Mei 1929

Rak-rak untuk fosil manusia purba yang pengaturannya dibantu inspektur jawatan purbakala P.V. Van Stein Callenfels pada 1931. (Sumber: Museum Geologi)
Rak-rak untuk fosil manusia purba yang pengaturannya dibantu inspektur jawatan purbakala P.V. Van Stein Callenfels pada 1931. (Sumber: Museum Geologi)

Peningkatan Jumlah Kunjungan

Dari laporan-laporan tahunan jawatan pertambangan Hindia Belanda antara 1929 hingga 1939 saya juga dapat menghimpun data jumlah para pengunjung Museum Geologi.

Sayangnya, dalam buka Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1929 (1930) tidak tersedia jumlah para pengunjung Museum Geologi. Apakah hal ini mengandung arti antara Mei hingga Desember 1929, Museum Geologi tidak disambangi oleh para pengunjung? Padahal pendirian Geologisch Laboratorium, termasuk Museum Geologi di dalamnya, antara lain dimaksudkan untuk diperlihatkan kepada para peserta Fourth Pacific Science Congress. Paling tidak seharusnya tercatat lebih dari 300 orang peserta kongres yang mengunjungi Museum Geologi.

Saya baru mendapatkan data pengunjung Museum Geologi pada Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1930 (1931). Di situ tertulis, “Gedurende 1930 schreven 894 personen hunne namen in het bezoekersboek van het Geologisch Museum” (selama tahun 1930, ada 894 orang yang menuliskan namanya pada buku pengunjung Museum Geologi). Setahun kemudian, sebagaimana yang dicatat dalam Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1931 (1933) ada 1.017 orang yang mengunjungi Museum Geologi (“Het museum werd in het afgeloopen jaar bezocht door 1017 personen”). Artinya dari tahun 1930 ke tahun 1931 jumlah kunjungan ke Museum Geologi mengalami peningkatan sebanyak 123 orang.

Antara tahun 1932 hingga 1933, jumlah orang yang berkunjung ke Museum Geologi Bandung mengalami lonjakan sebanyak lima kali lipat lebih dan hampir tujuh kali lipat, yaitu pada 1932 sebanyak 5.085 orang dan pada 1933 sebanyak 6.977 orang (“Het Museum word in 1932-1933 bezocht door resp. 5085 on 6977 personen”). Data tersebut tercatat dalam Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1932-1933 (1935).

Karena untuk laporan tahun 1934 dan 1935 (Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1934-1935, 1936) tidak ada uraian mengenai Geologisch Laboratorium, itu sekaligus mengandung arti tidak tersedianya data jumlah para pengunjung antara kedua tahun tersebut. Baru pada Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1936-1937 (1938), saya mendapati jumlah para pengunjung Museum Geologi, yaitu masing-masing sekitar 6.000 orang pada tahun 1936 dan sekitar 7.000 orang pada tahun 1937 (“Het Museum werd in 1936 bezocht door rond 6000 en in 1937 door rond 7000 personen”).

Artinya, selama 1932 hingga 1937 dapat dikatakan peningkatan jumlah kunjungan tidak terlalu berarti. Karena ada rumpang data antara 1934-1935, saya hanya dapat menduga bahwa kunjungan pada kedua tahun tersebut berkisar di sekitar angka 6.000-an orang pengunjung. Itulah sebabnya saya mengatakan lonjakannya tidak terlalu berarti, kecuali dari tahun 1936 ke tahun 1937 yang memperlihatkan peningkatan pengunjung sekitar 1.000 orang.

Namun, pada tahun berikutnya, tahun 1938 jumlah pengunjung Museum Geologi Bandung meningkat 3.450 orang bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan tahun 1937, karena jumlah seluruhnya ada 10.450 orang (“Het aantal bezoekers geduronde 1938 bedroeg 10.450”).

Jumlah pengunjung Museum Geologi terakhir yang dapat saya bagikan adalah untuk tahun 1939. Dalam Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch-Indië 1939 (1940), jumlahnya tertulis sebanyak 11.750 orang (“Het aantal bezoekers gedurende 1939 bedroeg 11.750”) atau meningkat 1.750 orang dibandingkan dengan jumlah pengunjung tahun 1938.

Pada satu sisi, bila mengamati angka-angka kunjungan ke Museum Geologi antara 1930-1939 di atas, saya pikir jumlah peningkatannya erat terkait dengan pemerolehan koleksi-koleksi baru sebagai hasil penyelidikan jawatan pertambangan sendiri, sumbangan pihak terkait, dan pertukaran dengan museum-museum lain di dunia. Koleksi-koleksi baru tentu menjadi atraksi yang dapat menarik minat para pengunjung lama untuk berkunjung lagi ke Museum Geologi, sekaligus mengajak yang baru pertama kali berkunjung, sehingga menciptakan daur kunjungan.

Selain itu, sebagaimana nanti dalam tulisan lain akan saya tunjukkan, keberadaan Museum Geologi Bandung ternyata seiring sejalan dengan program peningkatan pariwisata di Kota Bandung, baik yang dimotori pemerintah Kota Bandung maupun organisasi swasta semacam Bandoeng Vooruit. Dalam kerangka itu, jawatan pertambangan Hindia Belanda termasuk sangat aktif mempromosikan Museum Geologi sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Bandung. Ini terbukti dari tulisan-tulisan R.W. van Bemmelen yang dimuat secara berseri dalam Mooi Bandoeng, majalah terbitan Bandoeng Vooruit, serta publikasi lainnya yang dimuat dalam koran berbahasa Belanda, Sunda, dan Melayu yang terbit saat itu.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//