SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #1: Jawatan Pertambangan Pindah ke Bandung Tahun 1924
Gubernur jenderal menyetujui agar kantor pusat jawatan pertambangan (Badan Geologi) dipindahkan dari Weltevreden, Batavia, ke Bandung, sejak 1 Juli 1924.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
18 Juli 2022
BandungBergerak.id - Badan Geologi, sebagai bagian dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berkantor di Jalan Diponegoro No. 57, punya riwayat yang terbilang sangat panjang. Sebelum berkantor di Kota Bandung, instansi setara eselon satu itu sempat berkantor di Bogor, Jakarta, lalu berakhir di Kota Kembang sejak 1 Juli 1924.
Sejarah pembentukannya harus surut dulu ke ratusan tahun ke belakang, ketika Raja Belanda Willem II (1792-1849) berhasrat untuk mengeksploitasi pertambangan di tanah jajahannya nun jauh di seberang lautan. Ini dilatari oleh terjadi Revolusi Industri (1760-1850) di Inggris, yang cepat menyebar ke seluruh Eropa dan ke Amerika. Inti dari revolusi tersebut adalah mekanisasi dan penggunaan barang tambang, terutama batubara, untuk menggerakkan mesin uap.
Bukti nyata yang dialami Belanda dan tanah jajahannya adalah kapal uap. Kapal uap pertama dari Belanda ke Pulau Jawa tiba pada 1836 dan berlabuh di Pulau Onrust, Batavia. Sejak itu kapal uap terus berdatangan, sehingga permintaan akan batubara juga terus bertambah dan harus didatangkan dari Eropa. Dengan demikian, pencarian sumber bahan tambang, terutama batubara, mendorong pembentukan Kantoor van het Mijnwezen atau Dienst van het Mijnwezen (jawatan pertambangan) pada 1850.
Itulah yang menyebabkan Willem II yang menjadi raja Belanda antara 1840 hingga 1849 menerbitkan dekrit pada 1846, yang isinya agar para siswa yang menjanjikan dapat dididik teknik pertambangan di Koninklijke Academie, Delft. Namun, karena belum tersedia pembelajaran ilmu pertambangan, para siswa Belanda kuliah di Inggris dan Jerman. Menteri Tanah Jajahan mendukungnya dengan keputusan tanggal 20 November 1846, mengenai pembentukan korps insinyur pertambangan (J. Ph. Poley, Eroica: The Quest for Oil in Indonesia, 1850-1898, 2000).
Pada 1847, direktur Koninklijke Academie G. Simons mengusulkan agar para mahasiswa yang belajar di luar negeri membutuhkan pembimbing. Pembimbing yang terpilih adalah Cornelis de Groot van Embden (1817-1896). Ia lulusan dari jurusan sains terapan Koninklijke Academie Delft pada 1843 dan lulus sebagai insinyur teknik sipil pada 1846 (J. Blok dan P.C. Molhuysen, Nieuw Nederlandsch biografisch woordenboek, Deel 6, 1924).
Pada 19 Februari 1850, Cornelis diangkat sebagai insinyur kelas II bersama empat lulusan baru dari universitas luar negeri. Ia juga diangkat sebagai Kepala Pertambangan Hindia Belanda (chef van het mijnwezen. Kecuali Van der Elst yang tetap di Belanda, pada 8 Maret 1850, Cornelis bersama S. Schreuder, F.E.H. Liebert (meninggal di Bangka pada 1852), O.F.U.J. Huguenin (1827-1871), pergi ke Hindia dan tiba di Batavia pada 3 Juli 1850. Ada pula Aquasie Boachi atau Kwasi Boakye (1827-1904), pangeran Kerajaan Ashanti dari Ghana lulusan Technische Universität Bergakademie Freiberg, Saxony, tahun 1849, bergabung sebagai anggota korps insinyur pertambangan pertama di Hindia. Ia tiba di Batavia pada 9 September 1850.
Kantor Batu, dari Bogor ke Weltevreden
Sebelum rombongan insinyur pertambangan tiba, di Hindia Belanda paling tidak ada sudah ada penambangan, yaitu penambangan batubara Oranje Nassau sejak 1849 di Pengaron (Kalimantan Timur) dan tambang timah di Pulau Bangka. Adapun tugas Cornelis dan para insinyur baru adalah mengadakan survei geologi, batubara, dan bijih besi serta menyerahkan jasa eksplorasi/evaluasi kepada Departemen Pekerjaan Umum dan perusahaan swasta.
Cornelis dan kawan-kawan yang bekerja untuk Kantoor van het Mijnwezen berkantor di lantai dasar rumah Cornelis. Sesuai penugasannya, perintah pertama Cornelis kepada stafnya adalah “mengeksplorasi batubara”, sesuai dengan keinginan pemerintah. Oleh karena itu, menurut Poley (2000), tidak heran bila data-data temuan minyak dan gas permukaan tertulis di pinggiran laporan survei batubara.
Oleh kalangan bumiputra kantor pusat jawatan pertambangan (Hoofdbureau van het Mijnwezen) di Bogor itu disebut sebagai “kantoor batoe” (Marius Buys, Batavia, Buitenzorg en de Preanger, 1891: 44). Barangkali karena di sana banyak batuan yang dikumpulkan oleh para pegawainya atau menanggapi para pegawainya yang kerap berurusan dengan batuan. Letak kantor tersebut ada di Paledang (Java-bode, 20 Desember 1881; Bataviaasch Handelsblad, 6 September 1883 dan 15 September 1886). Kini menjadi Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia, di Jl. Ir. H. Juanda 22-24, Paledang, Kecamatan Bogor Tengah.
Menurut Rab Sukamto, Tjoek Suradi dan Wikarno (Menguak Sejarah Kelembagaan Geologi di Indonesia: Dari Kantor Pencari Bahan Tambang Hingga Pusat Survei Geologi, 2006: 57), pada 1863, jawatan pertambangan yang semula di bawah pengawasan langsung pemerintah (De Regeering) beralih di bawah Departement Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum Sipil). Tiga tahun kemudian, pada 1866, jawatan itu berubah kepemimpinan dari Cornelis ke Ir. R. Everwijn (1865-1878) dan kantornya pindah dari Bogor ke Batavia. Sekaligus departemen yang membawahinya pun berubah menjadi Departement uan Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid (Departemen Pendidikan, Kebaktian dan Kerajinan Industri).
Kantor baru di Batavia ada di Molenvliet West III, Weltevreden (Bataviaasch Nieuwsblad, 13 Juni 1924). Menurut J.T. van Gorsel (Pioneers and Milestones of Indonesian Geology: 2. Geological Survey, Volcanology, 2022: 13), bangunan kantornya semula dibangun pada 1760 sebagai rumah peristirahatan Gubernur Jenderal Reinier de Klerk. Sekarang bangunan tersebut berada di Jalan Gajah Mada 111, Tanah Abang.
Dalam berita Javasche Courant edisi 18 Desember 1868 dan Bataviaasch Handelsblad edisi 19 Desember 1868 disebutkan pemerintah menerbitkan keputusan nomor 21 yang berkaitan dengan het bureau van het mijnwezen dan koleksinya yang akan dipindahkan dari Bogor ke Batavia. Lokasi barunya ada di belakang Societeit Harmonie, Rijswik, di bekas bangunan yang semula digunakan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Sepeninggal jawatan pertambangan, kantor di Bogor akan digunakan untuk museum, perpustakaan, dan lain-lain bagi ’s Lands Plantentuin atau Kebun Raya Nasional.
Baca Juga: BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #1: Mengapa Mengkaji Tuan Tanah Ujungberung dan Sukabumi?
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (1): Mengenal Jalan, Memahami Perkembangan Kota
BIOGRAFI ACHMAD BASSACH (1): Menemukan Jejak Joehana
Di Bawah Perusahaan Pemerintah
Selama berkantor di Molenvliet West 111, jawatan pertambangan berganti lagi induknya. Sejak 1907, jawatan itu berada di bawah kewenangan Departement van Gouvernementsbedrijven (Departemen Perusahaan Pemerintah atau sekarang Kementerian BUMN).
Pada gilirannya, paling tidak sejak tahun 1917 sudah tersiar wacana mengenai rencana pemindahan pusat Departement van Gouvernementsbedrijven dari Batavia ke Bandung. Ini misalnya terekam dalam berita De Preanger-bode edis 20 September 1917. Di situ dikatakan menurut laporan 1912, bila kompleks Gouvernementsbedrijven didirikan di Weltvereden, akan sangat mahal dan tidak cocok untuk kantor-kantor perusahaan negara, serta akan menyebabkan ketidaknyamanan kepada seluruh Kota Batavia. Oleh karena itu, Bandung yang lebih sejuk dianggap lebih disukai.
Sementara untuk pemindahan kantor jawatan pertambangan ke Bandung lebih lama lagi. Alasan kepindahannya sama berkaitan dengan iklim Bandung yang dirasa lebih nyaman untuk bekerja. Menurut J.T. van Gorsel (2022: 13), kepindahan ke Bandung mulai mengemuka saat Van Waterschoot van der Gracht membuat laporan bahwa Bandung merupakan tempat yang mempunyai iklim lebih sehat bagi ahli geologi atau insinyur pertambangan di antara survei lapangan di pedataran rendah yang panas.
Pada praktiknya, peletakan batu pertama pembangunan kompleks Gouvernementsbedrijven di Bandung dilakukan oleh anak perempuan Wali Kota Bandung B. Coops dan Direktur Gouvernementsbedrijven P.A. Roelofsen terjadi pada 27 Juli 1920. Kepindahan departemen perusahaan negara itu mulai dilakukan ke Bandung pada 1 Desember 1920 dan untuk sementara berkantor di Grand National Hotel (De Preanger-bode, 11 Februari 1921).
Karena induknya pindah ke Bandung, tentu saja jawatan pertambangan sebagai anak usahanya juga turut serta. Namun, kapan itu jawatan pertambangan pindah ke Bandung? Sebelum ke sana, Gouvernementsbedrijven melakukan reorganisasi terhadap jawatan pertambangan pada 1922, sesuai dengan keputusan tanggal 12 Oktober 1922.
Namanya menjadi Dienst van den Mijnbouw, dan mempunyai bidang garapan berupa Dienst der Mijnverordeningen, Opsporingsdienst, Dienst van het Grondpeilwezen, Bedrijf de Banka-tinwinning, Bedrijf der Ombilin-Steenkolenmijnen, Bedrijf der Boekit Asammijnen (Palembang), Bedrijf der Poeloe Laoet-Mijnen, dan Bedrijf der Goudontginningen (Benkoelen). Kepala jawatan pertambangan yang baru diangkat adalah P. Hövig, bekas kepala Banka-tinwinning (Bataviaasch Nieuwsblad, 14 Oktober 1922).
Adapun rencana pemindahan kantornya ke Bandung mulai mengemuka pada Maret 1924. Dalam Bataviaasch Nieuwsblad edisi 24 Maret 1924, tertulis bahwa semula jawatan pertambangan akan menempati kantor baru yang semula untuk kantor telepon di Menteng Baru, Weltevreden (Nieuw-Menteng te Weltevreden). Namun, rencana tersebut batal, karena kantor pusat jawatan pertambangan akan dipindahkan ke Bandung, barangkali pada Juni 1924 dan berkantor di gedung Gouvernementsbedrijven (gebouw van G. B). Sedangkan bangunan di Menteng Baru akan digunakan untuk maksud lainnya.
Beberapa hari berikutnya, disebut-sebut bangunan lama kantor jawatan pertambangan di Molenvliet, Weltevreden, akan digunakan sebagai kantor arsip negara (“bestemd voor onderbrenging van 's Lands archief”), yang saat itu berkantor di Algemeene Secretarie, utara Koningsplein (Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, 27 Maret 1924).
Tetapi hingga menjelang akhir April 1924, rencana kepindahannya dikatakan belum pasti. Dalam Bataviaasch Nieuwsblad edisi 26 April 1924 disebutkan Direktur Gouvernementsbedrijven P.A. Roelofsen memang menginginkan agar jawatan pertambangan dipindahkan ke Bandung, tetapi terlebih dulu harus melaporkannya kepada pemerintah, ditambah fakta adanya pihak-pihak yang menolak pembangunannya, seperti Bataviaasch Genootschap, karena tidak suka adanya transisi. Oleh karena itu, pemerintah menunggu keputusan Roelofsen.
Namun, akhirnya gubernur jenderal Hindia Belanda menerbitkan keputusan tanggal 8 Mei 1924 yang menjawab proposal dari Roelofsen. Gubernur jenderal menyetujui agar kantor pusat jawatan pertambangan dipindahkan dari Weltevreden ke Bandung (“dat het hoofdbureau van den dienst van den Mijnbouw naar Bandoeng”), terhitung sejak 1 Juli 1924 (Sumatra-bode, 10 Mei 1924).
Itu sebabnya, dalam De Indische Courant (30 Mei 1924) diegaskan bahwa bagi pihak yang berkaitan dengan pertambangan, sejak 1 Juli 1924 Bandung dijadikan sebagai tempat berkantor bagi kepala jawatan pertambangan dan kepala-kepala bawahannya, yaitu kepala Mijnverordeningen, Opsporingen dan Grondpeilwezen (“van 1 Juli a. s. Bandoeng als standplaats is aangewezen voor het hoofd van den dienst van Mijnbouw en voor de leiders der diensten van Mijnverordeningen, Opsporingen en het Grondpeilwezen”).
Alhasil, jawatan pertambangan Hindia Belanda sejak 1 Juli 1924 mulai berkantor di Bandung, tepatnya di kompleks Gouvernementsbedrijven atau Gedung Sate sekarang. Karena menyebut-nyebut Opsporingsdienst yang berkaitan dengan survei geologi berikut berbagai koleksi hasil surveinya, maka bebatuan, fosil, bahan tambang dan lain-lain dapat dipastikan disimpan di sekitar kompleks Gedung Sate antara tahun 1924 hingga awal 1929. Karena gedung baru untuk jawatan pertambangan, terutama Opsporingendienst, baru dibuka pada pertengahan Mei 1929, di sebelah timur Gedung Sate, yaitu Geologisch Laboratorium dan sekarang menjadi Badan Geologi.