• Berita
  • Banjir Cibaduyut, Kota Bandung Kekurangan Sistem Drainase Berkelanjutan

Banjir Cibaduyut, Kota Bandung Kekurangan Sistem Drainase Berkelanjutan

Kota Bandung saat ini masih menggunakan sistem drainase konvensional, yaitu melimpahkan air hujan secepat-cepatnya ke saluran drainase atau selokan.

Pembuatan ruang terbuka hijau dan arena sepeda BMX di kawasan Binongjati, Bandung, Selasa (12/8/2022). Kota Bandung kekurangan ruang terbuka hijau (RTH). Tidak sedikit RTH yang justru ditutup tembok dan aspal, sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai resapan air hujan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana14 September 2022


BandungBergerak.idMusim hujan di Kota Bandung sudah di depan mata. Beberapa daerah mulai dilanda banjir, antara lain di kolong jembatan tol Cibaduyut yang merupakan batas Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Daerah ini sudah bertahun-tahun terendam manakala hujan lebat mengguyur.

Terbaru, akhir pekan kemarin, kolong jembatan tol tersebut kembali dilanda banjir. Dampaknya, kemacetan kendaraan mengular di kedua sisi, baik dari arah terusan Cibaduyut yang hendak masuk ke Jalan Raya Cibaduyut, maupun sebaliknya.

Pemkot Bandung telah menyiapkan langkah mengurangi banjir Cibaduyut, antara lain membangun sumur resapan dalam di sekitar lokasi banjir. Namun, keberadaan sumur ini rupanya kurang berdampak karena tingginya volume air.

Rencananya Pemkot Bandung akan kembali membangun sumur resapan. Namun ini baru sebatas rencana. Untuk membangun sumur resapan, Pemkot Bandung membutuhkan lahan seluas 6x4 meter dengan kedalaman 100 meter.

Rencana lain adalah memperbaiki sistem drainase yang tidak sanggup mengatasi tingginya debit air hujan di Jalan Raya Cibaduyut. Rencana ini memerlukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bandung. Sebab akan kurang efektif jika sistem drainase bagian Kota Bandung saja yang diperbaiki, sementara drainase bagian Kabupaten Bandungnya dibiarkan.

Kepala Bidang Pengendalian Daya Rusak Air Dinas Sumber Daya Alam dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, Dini Dianawati mengatakan, pembangunan sumur resapan Cibaduyut untuk penanganan banjir telah masuk pada tahap perjanjian kerja sama antara Pemkot Bandung dan Pemerintah Kabupaten Bandung sejak 2020.

Ia mengklaim saat itu belum banyak genangan banjir. Namun, ternyata saluran di Kabupaten Bandung sudah makin menyempit. 

"Kami sudah beberapa kali survei untuk menangani itu dengan pihak kabupaten. Mereka juga menyiapkan cara untuk memperbesar saluran drainasenya. Tapi sampai saat ini memang terealisasi," ungkap Dini, dalam siaran pers yang dikutip Rabu (14/9/2022).

Masalah Alih Fungsi Lahan dan Kepadatan Penduduk

Upaya penanggulangan banjir yang dilakukan Pemkot Bandung masih bersifat reaksi seperti petugas pemadam kebakaran, bukan melakukan pencegahan dengan perencanaan yang matang. Sebenarnya pencegahan bisa dilakukan jika terjadi perencanaan pembangunan sistem drainase yang berkelanjutan.

Penyebab utama banjir Kota Bandung sendiri bukan sampah, meski betul sampah turut menyumbang terjadinya bencana musiman ini. Penyebab utamanya justru tingginya laju alih fungsi lahan dari lahan yang tadinya berfungsi sebagai resapan menjadi permukiman atau sarana aktivitas manusia lainnya.

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat dan sekaligus ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung memiliki luas sebesar 167,7 kilometer persegi atau 16.770 hektare dengan jumlah penduduk sebanyak 2.483.977 (Data BPS Kota Bandung, 2013) dan kepadatan penduduk 14.812/kilometer persegi.

“Hal ini tentunya meningkatkan perubahan lahan, yang dibuktikan dari luas penggunaan lahan bagi kegiatan perkotaan (“Pemilihan Metode Sistem Drainase Berkelanjutan dalam Rangka Mitigasi Bencana Banjir di Kota Bandung”, oleh Dicky Nurhikmah, Nursetiawan, Emma Akmalah, mahasiswa peneliti dari Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional, Bandung, diakses Rabu (14/9/2022)].

Dicky Nurhikmah dan kawan-kawan dalam jurnal ilmiahnya menyatakan, berkurangnya lahan terbuka di Kota Bandung tentunya menimbulkan potensi limpasan yang tinggi, saat ini sebagian besar pengelolaan drainase yang digunakan masih secara konvensional. Hal ini tercermin dari masih terdapatnya 68 titik banjir/genangan (Data DBMP Kota Bandung, 2009) dan beberapa lokasi banjir di Kabupaten Bandung yang bersumber dari limpasan di Kota Bandung, yang masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung.

Pada musim kemarau, Kota Bandung tidak memiliki cadangan air tanah yang cukup. Ini sebagai konsekuensi dari perkembangan kota yang pesat yang dapat mengurangi jumlah air hujan yang dapat teresap ke dalam tanah.

Di saat yang sama, pengerasan-pengerasan tanah dengan tembok dan aspal terus dilakukan. Jumlah ruang yang meresap air di Bandung semakin menyusut.

“Limpasan air permukaan dari daerah yang diperkeras seperti lahan parkir, wilayah industri, wilayah perkantoran dan jalan raya hanya dilimpaskan ke selokan sebelum akhirnya mengalir ke sungai. Apabila hujan yang turun sangat deras saluran drainase tidak dapat menampung limpasan dan mengakibatkan banjir,” demikian kata peneliti.

Baca Juga: Banjir Bandung Selatan di Tengah Ketidaknormalan Musim
Banjir Genangan di Jalan Suci sudah Bertahun-tahun Terjadi
Data Intensitas Banjir di Kota Bandung 2003-2020, Meninggi Seiring Fenomena Penurunan Muka Tanah

Sitem Drainase Berkelanjutan

Sistem drainase yang baik dapat mencegah terjadinya banjir pada suatu perkotaan pada saat musim hujan dan menjaga cadangan air tanah pada musim kemarau. Pengelolaan limpasan air hujan berlebih yang baik dapat mengubah hal tersebut menjadi sesuatu yang lebih berguna seperti sumber daya air untuk kota tersebut.

Saat ini, kebutuhan sistem drainase berkelanjutan di Kota Bandung sangat mendesak. Sistem drainase berkelanjutan mengatur air hujan yang jatuh di suatu wilayah daerah aliran sungai dengan menyerupai apa yang terjadi secara alami dan ramah lingkungan. Sistem ini mencegah banyak masalah dari limpasan air permukaan dengan mengurangi dampak dari kuantitas aliran air berlebih.

Manfaat lain dari sistem drainase berkelanjutan adalah, menyediakan ketahanan lingkungan dengan cara menjaga kuantitas dan kualitas air; mengurangi erosi dengan mengontrol frekuensi dan volume limpasan air permukaan; mencegah dan memperbaiki polutan pada air permukaan untuk menjaga kualitas lingkungan; menambah kapasitas cadangan sumber daya air.

Pada sistem drainase berkelanjutan, pengelolaan limpasan air permukaan harus dilakukan dari skala terkecil seperti rumah tinggal atau yang disebut source control lalu berlanjut ke skala yang lebih luas seperti kawasan dan wilayah kota atau yang disebut site control dan regional control.

Pengelolaan air limpasan ini dapat mengurangi potensi bencana banjir di daerah hulu karena pada bagian hilir air limpasan sudah dikelola sebelumnya dan memperbanyak cadangan air tanah. Penentuan skala pengelolaan limpasan permukaan ini dapat pula mempermudah dalam melakukan perawatan dari setiap metode.

Kota Bandung saat ini masih menggunakan sistem drainase konvensional, yaitu melimpahkan limpasan air permukaan secepat-cepatnya ke saluran drainase. Tetapi sistem ini tidak didukung dengan dimensi dan kapasitas tampung dari saluran drainase tersebut, sehingga ketika terjadi hujan besar selama 1 sampai 2 jam, saluran drainase di Kota Bandung tidak mampu menampung jumlah debit dan akhirnya melimpas. 

“Dengan mengacu pada metode sistem drainase berkelanjutan yang telah banyak diterapkan di negara-negara maju, disarankan Kota Bandung dapat menerapkan sistem drainase berkelanjutan tersebut guna mengurangi potensi bencana banjir di Kota Bandung,” papar para peneliti.

Kota Bandung memiliki curah hujan yang tinggi dengan pola hujan musim penghujan antara Oktober sampai Maret dan musim kemarau antara April sampai September. Sehingga dapat disimpulkan untuk metode sistem drainase tipe penyimpanan yang akan dibuat di Kota Bandung harus mempunyai dimensi yang lebih besar agar dapat menampung debit air limpasan permukaan yang terjadi.

Peneliti juga mencontohkan, kawasan Babakan Siliwangi dan Dago menjadi lokasi yang tepat untuk pembangunan sistem drainase berkelanjutan. Kawasan ini dinilai masih memiliki banyak ruang terbuka.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//