Melihat yang tak Terlihat, Pencemaran Udara di Bandung Mengkhawatirkan
Selama ini mungkin banyak masyarakat menganggap udara di Kota Bandung masih bersih dan aman karena memang masih terasa sejuk.
Penulis Iman Herdiana28 September 2022
BandungBergerak.id - Sekelompok mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Pangripta Loka (HMP-PL) ITB mengadakan pameran bertajuk “Nempo Bandung: Melihat yang tak Terlihat”. Pameran ini mengajak mahasiswa ITB yang merupakan warga Kota Bandung untuk melihat lebih jauh kondisi udara Kota Bandung.
Selama ini mungkin banyak masyarakat menganggap udara di Kota Bandung masih bersih dan aman karena memang masih terasa sejuk. Faktanya, Bandung kini berbeda dengan Bandung dulu. Penduduk Kota Bandung hampir mencapai 2,5 juta jiwa, jauh berbeda dengan jumlah penduduk di zaman kolonial yang terdiri dari puluhan hingga ratusan ribu jiwa.
Pameran “Nempo Bandung” berlangsung di basement Gedung CC Timur ITB, 22-23 September 2022. Pameran ini merupakan bentuk kerja sama antara Divisi Studi dan Aktualisasi Kemasyarakatan HMP-PL ITB dengan Biru Voices yaitu program dari Bicara Udara, Nafas Indonesia, dan Yayasan Indonesia Cerah.
Ketua Pelaksana acara, Sonia Bunga, menjelaskan nama pameran ini berasal dari bahasa Sunda yaitu “nempo” yang berarti “melihat”. Sejalan dengan tujuannya, acara ini ingin mengajak mahasiswa ITB untuk melihat Bandung.
Sonia berharap acara ini dapat meningkatkan kesadaran warga Kota Bandung bahwa sudah saatnya kondisi serta tingkat polusi udara di kota ini lebih menjadi perhatian lagi oleh semua pihak dari semua kalangan.
“Kota yang kita tinggali ini sebenarnya sudah tidak sebersih yang kita kira,” kata Sonia, dikutip dari laman ITB, Rabu (28/9/2022).
Harapannya, kata Sonia, masyarakat semakin sadar bahwa tingkat polusi udara di Kota Bandung sudah termasuk bahaya dan sudah memberi dampak kurang baik bagi penghuninya.
“Semoga orang-orang juga lebih mindful dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari setelah mengikuti kegiatan ini,” harap Sonia.
Di ruang pameran, pengunjung disuguhkan dengan perjalanan perkembangan Kota Bandung dari tahun 1800-an hingga akhirnya bisa menimbulkan polusi. Kondisi udara Kota Bandung dengan tingkat polusi yang sudah tidak aman salah satunya disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan kota yang pesat serta tingkat urbanisasi yang tinggi.
Pameran menyediakan layar monitor komputer yang menampilkan informasi-informasi terkait kondisi serta tingkat polusi udara di Kota Bandung yang dapat dibaca. Selain itu, di beberapa bagian ruangan pameran, pengunjung juga dapat menuliskan harapannya terhadap Kota Bandung serta kesan pesan dari pameran yang memiliki tagline “melihat yang tak terlihat” ini.
Baca Juga: Mengukur Racun di Udara Kota Bandung
Data Partikel Polusi Debu di Jalan Kota Bandung 2018-2020
Bandung akan Menghadapi Masalah Polusi dan Biaya jika Mengatasi Sampah dengan Insinerator
Pencemaran Udara
Menurut Alvin Pratama dan Asep Sofyan dalam Jurnal Teknik Lingkungan Volume 26 Nomor 1, ITB, April 2020, pencemaran udara berasal dari berbagai sumber seperti pembakaran batu bara, pembakaran BBM pada sarana transportasi (darat, laut dan udara), pembakaran pada proses industri, pengolahan limbah domestik, serta zat kimia yang langsung diemisikan ke udara oleh kegiatan manusia (misalnya membakar sampah).
Penelitian tersebut mencatat, lebih dari 70 persen sumber pencemar di Indonesia berasal dari kendaraan bermotor, terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Riset Asian Development Bank (ADB) pada 2019 melansir bahwa Kota Bandung menjadi kota paling macet di Indonesia hingga menduduki peringkat 14 di Asia. Survei ini juga menunjukkan bahwa udara sehat di Kota Bandung hanya berlangsung rata-rata 55 hari saja setiap tahunnya.
Survei pakar lingkungan dari ITB, Puji Lestari, pada tahun 2020 juga menunjukkan terdapat lima jenis polutan yang meracuni udara Kota Bandung, yaitu partikulat atau debu (PM10), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozone (O3) yang mayoritas muncul dari penggunaan kendaraan bermotor.