SALAMATAKAKI #5: Kesempatan
Semboyan Timnas Basket Indonesia adalah “bawa bangga”. Hal itu jugalah yang ingin dikedepankan Nakara lewat produknya.
Sundea
Penulis kelontong. Dea dapat ditemui di www.salamatahari.com dan Ig @salamatahari
1 November 2022
BandungBergerak.id - “Aku sekarang ngantor, Mbak De,” kata temanku, Evan Jehian (28), dengan mata berbinar. Setelah sekian waktu menjadi pekerja lepas di mana-mana, ia akhirnya diterima bekerja di Nakara, jenama pakaian olahraga yang resmi mendukung Tim Nasional Basket Indonesia.
Dengan mata berbinar Evan selalu menceritakan senangnya menjadi anggota keluarga Nakara. Selain karena suasana kekeluargaannya, cara Nakara merekrut pegawai pun tidak biasa. Siapa pun yang mau mencoba dan belajar diusahakan mendapat kesempatan. Jika belum mumpuni untuk bidang yang dituju, tidak apa-apa. Nakara akan mencarikan posisi lain yang memungkinkan mereka tetap produktif sambil belajar sebanyak-banyaknya.
Rupanya, prinsip tersebut merupakan bentuk terima kasih Nakara kepada hidup. Setelah Tim Basket Nasional memberikan kesempatan kepada jenama semuda Nakara, Nakara merasa perlu meneruskan kebaikan itu dengan membuka kesempatan juga untuk sebanyak mungkin orang.
Penasaran, aku menerima ajakan Evan untuk berkunjung ke kantornya di wilayah Gedebage. Evan menyambutku di gerbang PT Sinar Mandiri Perdana. Sambil menyusuri ruang-ruang produksi garmen, Evan berkata, “nanti kita keliling, ya, Mbak De, sekarang ke kantor dulu.”
Kantor Evan terletak persis di atas area jahit. Sementara Evan sibuk mengurus beberapa hal, aku mengamati suasana kantor Nakara yang lapang bersahaja. Pekerja-pekerja yang kulihat masih terbilang muda, bersemangat, dan gembira seperti Evan. Tidak ada cubicle sehingga mereka dapat berdiskusi, bercanda, dan saling membantu tanpa terhalang sekat.
Pimpinan Nakara, William Ben Hardi (27), datang kemudian. Ia yang tampaknya tak memiliki ruangan khusus langsung berbaur dengan rekan-rekannya. William jauh dari flamboyan. Hari itu ia hanya mengenakan t-shirt hitam sederhana dan menyandang ransel kasual untuk segala keperluannya.
Sambil menunggu Evan, aku mengobrol dengan William.
“Jadi Nakara ini berdiri dari kapan, Will?” tanyaku
“Sejak pandemi,” sahut William.
Setelah bercakap-cakap sekian jauh, tahulah aku bahwa William sebetulnya tak pernah merencanakan masuk ke industri garmen seperti keluarganya. Awalnya ia ingin menjadi pemain basket profesional, tetapi keadaan memaksanya berputar haluan. Di masa pandemi mau tak mau William terjun juga ke industri garmen. Kendati demikian, ia bertekad, produk apa pun yang ia garap harus bertolak dari apa yang ia cintai: Basket.
Meskipun tidak terjun ke lapangan, bagi William, setidaknya apa yang ia kerjakan dapat mendukung olahraga kesayangannya itu. “Aku pengin kasih tunjuk, Indonesia juga bisa, kok, bikin jersey yang bagus, nggak harus selalu pakai brand luar negeri.” Maka, di bawah naungan PT Sinar Mandiri Perdana, industri garmen yang biasa menerima makloon, lahirlah jenama Nakara.
Pengalaman sebagai atlet membuat William tahu persis jersey seperti apa yang dibutuhkan. Ia sadar, terlihat bagus sekaligus merasa nyaman sangat berpengaruh kepada performa pemain saat bertanding. Semboyan everyday active yang disandang Nakara dengan sungguh-sungguh menjanjikan pakaian yang nyaman dikenakan untuk bergerak aktif setiap hari. Itu sebabnya Nakara berusaha mengejar kualitas dari segala segi.
Baca Juga: SALAMATAKAKI #2: Kampuang nan Jauh di Mato
SALAMATAKAKI #3: Petrikor, Napas Hujan
Salamatakaki #4: Selamat Ulang Tahun, Sampai Ketemu di Tengah…
Bukan Menang atau Kalah
Lalu bagaimana Nakara mendapat kesempatan untuk mendukung Timnas? “Kita sama Timnas visinya ternyata sama,” cerita William yang memang bergaul di lingkungan pebasket. Semboyan Timnas adalah “bawa bangga”. Hal itu jugalah yang ingin dikedepankan Nakara lewat produknya. “Bangga” di sini bukan perkara menang atau kalah melainkan mempersembahkan yang terbaik dengan penuh kehormatan.
Di dunia bisnis yang dikenal kompetitif pun William tidak ingin berorientasi pada kompetisinya. “Kita nggak terima custom nama,” ujar William. Jika ada yang memesan jersey Timnas dengan nama pribadi, Nakara menolaknya meskipun biasanya pemesan berani membayar mahal. Bagi Nakara, itu adalah cara menghormati Timnas yang bertanding untuk nama baik bangsa, bukan sekadar papan iklan Nakara.
Setiap pesanan pun selalu didiskusikan dengan seluruh tim yang terlibat. Jika mereka merasa siap dan mampu menggarap, barulah proyek itu dikerjakan, jika tidak, William tak pernah memaksa. Baginya, apa pun yang keluar dengan nama Nakara harus berkualitas prima dan dikerjakan dengan kesiapan, tidak perlu kejar setoran dengan menggila.
Ternyata, diajak berdiskusi dan diberi kesempatan ikut mengambil keputusan justru mendorong tim untuk sungguh-sungguh menjalani pekerjaannya. Aku sempat mengobrol dengan Ibu Entin, kepala penjahit di sana. Setiap melihat proyek-proyek yang sulit ia justru berusaha mencari tahu bagaimana mewujudkannya. Cukup sering ia berkata kepada dirinya sendiri setelah berpikir dan menganalisa, “bisa ini mah,” kemudian memutuskan untuk menggarap proyek tersebut dengan kemampuan terbaiknya.
Jersey Timnas adalah salah satu proyek paling berat dan harus dikerjakan dalam waktu singkat. “Meskipun capek, stres, lihat hasilnya bagus hilang capeknya. Rasanya langsung senang,” lanjut Bu Entin. Ketika ditanya apa yang membuat Bu Entin betah bekerja untuk Nakara dan PT Sinar Mandiri Perdana, ia menjawab, “kita di sini kayak keluarga, sama bos juga nggak jaga jarak. Mau negur juga cepat ditanggapi karena gampang masuknya.” Rupanya kantor Pak Martin, direktur PT Sinar Mandiri Perdana, selalu terbuka dan tim bisa datang kapan pun ke sana jika ada yang ingin disampaikan.
Nakara tidak mengejar produksi massal, tidak berusaha cepat-cepat menjadi besar, tetapi berupaya membangun kepercayaan dan kualitas ke luar dan ke dalam. “Sebab yang paling penting adalah ‘siap’,” ujar Pak Martin ketika kutemui di kantornya.
Jika bicara mengenai kesempatan, kurasa Nakara tengah memberikan kesempatan kepada waktu. Sang waktu memelihara proses alami yang akan mendewasakan Nakara. Jika sanggup berjalan dengan konsisten, pada suatu hari nanti mereka yang bertumbuh bersama Nakara akan paham makna “matang pohon” dengan sempurna.
“Nakara” merupakan akronim dari “dinakirana (matahari), saka (cabang ranting), astungkara (berkah, yang terjadi atas kehendak Tuhan)”. Banyak harapan baik yang dititipkan di sana. Ada mimpi untuk kebanggaan Indonesia, ada cita-cita yang dibangun dengan hati bersih, renjana, dan hormat, ada kepercayaan terhadap satu sama lain. Aku tersenyum dan merasa hangat. Mereka seperti dinakirana pagi dengan keluguan cahayanya yang menyehatkan tulang.
Masih terlalu pagi untuk menilai dan menyimpulkan. Namun, tak pernah terlampau dini untuk mengirimkan doa-doa baik dan menyumbang iman dalam harapan-harapan mereka.
Kunjungi Nakara di instagram @nakara.official.