• Berita
  • Trans Metro Pasundan adalah Hak Warga untuk Mendapatkan Transportasi Publik

Trans Metro Pasundan adalah Hak Warga untuk Mendapatkan Transportasi Publik

Warga menuntut Dishub Jabar mengawal Trans Metro Pasundan (TMP) jalur Leuwi Panjang-Soreang. Tidak boleh ada pencegatan oleh sopir angkot.

Bus Trans Metro Pasundan (TMP) Bandung-Soreang, 18 April 2022. Transportasi publik ini mendapat penolakan dari para sopir angkot. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau4 November 2022


BandungBergerak.idWarga Soreang, Kabupaten Bandung, bersama perwakilan dari Change.org, dan masyarakat Transport For Bandung menyampaikan petisi kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat, Kamis (3/11/2022). Warga menuntut agar Trans Metro Pasundan (TMP) jalur Leuwi Panjang-Soreang dapat kembali menurunkan dan menaikkan penumpang di tiga titik yang sempat dicegat oleh beberapa sopir angkutan kota.

Tiga titik tersebut di antaranya, halte Pasar Ikan Modern, halte RSUD Otto Iskandardinata, dan halte Samsat Soreang. Sebelumnya, TMP tak lagi menurunkan penumpang di titik-titik tersebut disebabkan ada pengadangan oleh sopi angkot. Pengadangan ini membuat penumpang mesti turun dekat tol yang jaraknya 2 kilometer lebih ke halte-halte tersebut.

Oleh karena itu, warga berinisiatif menandatangani petisi, menuntut agar Dinas Perhubungan Jawa Barat bertindak dan mengembalikan trayek TMP pada jalurnya.

Raihan Aulia, Founder dari Transport For Bandung mengungkapkan bahwa pihaknya merasa tak ingin lagi ada pemberhentian sepihak. Pasalnya sejak Januari wacana trayek Leuwi Panjang-Soreang sempat tertunda dan baru dioperasikan pada April 2022. Namun, hanya dua tiga hari beroperasi, terjadi pengadangan oleh pihak angkot.

Kemudian, pada September 2022 akhir, TMP kembali mulai menurunkan penumpang di titik tersebut, namun tak sampai sehari kembali mendapat pengadangan. Tak ingin ada penghadangan ketiga kalinya, Raihan akhirnya berinisiatif untuk membuat petisi bekerja sama dengan Change.org.

“Kami Transport for Bandung ini waktnya bergerak, gak boleh ada pemberhentian ketiga kalinya. Akhirnya kami kontakan dengan warga Soreang ternyata mereka sudah bikin tuh petisi manual, jadi kita amplifikasi saja, kita fasilitasi mereka buat ini kita kerja sama change. org kita ramein ini jadi petisi,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id usai audiensi.

Pihaknya mengungkapkan, inisiasi ini untuk memfasilitasi hak dan kebutuhan warga, bukan untuk mengucilkan angkot. Menurut Raihan, angkot dan TMP berbeda jalur. Jalur angkot jurusan Leuwi Panjang-Soreang melewati daerah Kopo, sementara TMP lewat tol. Hal ini yang diutarakan kepada Dishub Jabar sebagai pihak yang memiliki wewenang terkait transportasi ini.

“Dan mereka tidak ada tumpang tindihlah, karena itu mungkin kalau bersinggungan, mungkin kita bisa mengerti keresahannya. Tapi kalau ngak ada ngapain (diadang) apa hak mereka untuk mencegat TMP ngak ada, ini yang kita tekankan,” ungkapnya.

“Dan kebetulan dua-duanya adalah kewenangan Dishub Provinsi, maka kami menekan ke Dishub, inikan dua-duanya punya weweng Anda, kenapa yang satu boleh satu gak,” sambungnya.

Tiga Tuntutan kepada Dishub Jabar dari Warga

Kurang maksimalnya operasional TMP akibat pencegatan oleh sopir angkot, menjadi kerugian tersendiri bagi warga Soreang. Salah satunya, Erny Kania Jawi (53) yang mengaku sempat terbantu dengan adanya TMP. Sehari-hari, Erny bekerja di Kota Bandung menggunakan TMP. Namun pencegatan TMP pada titik-titik tertentu membuatnya terganggu dan dirugikan.

Kondisi tersebut membuat Erny tak lagi bisa menggunakan transportasi umum. Hak ia sebagai masyakarat untuk memilih kendaraan yang aman, nyaman, dan terjangkau menjadi terganggu. Ia terpaksa kembali menggunakan kendaraan pribadi.

Menurutnya, sudah semestinya Dishub Jabar membantu warga mendapat haknya.

“Terganggu sekali, karena hak pilih kami sebagai masyarakat untuk memilih transportasi yang aman, nyaman, layak, dan punten bukan hanya manusiawi ya, tapi kita memang membutuhkan fasilitas yang efisiensi waktunya itu lebih akurat,” ungkapnya.

Erny tak mau menggunakan angkot yang waktu tempuhnya dari Soreang ke Bandung bisa mencapai 2 jam. “Dengan kemacaetan dan segala macam hal, ibaratnya kalau angkot itu yang mandi saja ditungguin,” katanya.

Maka Erny dan warga lainnya ikut dalam audiensi agar Dishub Jabar untuk mengembalikan trayek TMP yang ada. Dalam pertemuan itu, ada tiga tuntutan utama yang disampaikan warga. Pertama, meminta mengembalikan TMP Leuwi Panjang-Gading Tutuka, Soreang, agar bisa menurunkan penumpang di tiga titik vital halte.

Kedua, meminta untuk menertibkan angkot yang beroperasi di luar trayek, dalam hal ini trayek angkot yang tak semestinya mengambil trayek TMP.

“Maksudnya mereka (angkot) jadi merebut trayek Gading Tutuka, jadi justru trayek TMP sendiri yang mereka ambil karena mereka pengin ngambil penumpang dari titik tiga tadi yang memang itu adalah kantung penumpang TMP,” ungkapnya.

“Jadi tolong tertibkan yang seperti itu dan juga tolong tertibkan yang memang angkot yang sudah kedaluarsa izinnya, kedaluarsa sama STNK dan surat-suratnya. Kalau memang tidak berlaku ya disetop saja jangan dibiarkan berjalan,” harapnya.

Tuntutan terakhir, meminta kejelasan ketetapan waktu kapan pastinya Dishub Jabar akan bertindak. Hasilnya disepakati dalam waktu dua minggu dari pertemuan.

Baca Juga: Bukan Hanya Jalan Layang, tapi Juga Layanan Transportasi Publik
Mahasiswa ITB Memodifikasi Aplikasi Pencarian Sarana Transportasi

Bus Trans Metro Pasundan (TMP) Bandung-Soreang, 18 April 2022. Transportasi publik ini mendapat penolakan dari para sopir angkot. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Bus Trans Metro Pasundan (TMP) Bandung-Soreang, 18 April 2022. Transportasi publik ini mendapat penolakan dari para sopir angkot. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

5 Ribu Petisi dan Harapan Warga

Warga membawa kurang lebih 5.100 lebih petisi ke Dishub Jabar. Efraim Leonard dari Platform Change.org mengungkapkan bahwa kurang dari sebulan petisi ini bisa terkumpul. Dengan terkumpulnya petisi tersebut, barulah pihaknya bersurat dan diterima oleh pihak Dishub Jabar. Pihaknya sebagai platform mencoba mewadahi isu lokal yang jarang tersentuh.

Warga lainnya, Dwi Puji Astuti (60), berharap shelter TMP jalur Lauwi Panjang-Soreang dapat beroperasi seperti semula. Warga Gading Tutuka ini merasa kesulitan jika TMP tak berhenti di jalur semestinya. Karena ia harus menempuh jarak 2,5 kilometer menuju rumahnya.

“Kesatu kembalinya shelter di Gading, tiga shelter bisa naikkan dan menurunkan penumpang, saya orang Gading, dengan RSUD di situ, tinggal jalan 200 meter ke rumah. Jika tidak, itu harus ke ujung tol jaraknya 2 setengah kilometer, ga bisa naik TMP (lagi), termasuk turun,” ungkapnya.

Teti Rusmaharani (60) juga berharap sama. Ibu rumah tangga ini membandingkan kelebihan naik TMP dibandingkan angkot. Dengan TMP, ia bisa menyingkat waktu menjadi 30 menit. Sementara waktu yang diperlukan dengan menggunakan bisa mencapai 2 jam.

Selisih waktu yang cukup besar tersebut bisa ia pakai untuk mengurus rumah tangga, menyuapi anaknya, dan sebagainya. Teti pun berharap TMP agar dapat kembali beroperasi pada trayek semestinya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//