• Cerita
  • CERITA DARI BANDUNG BARAT #7: Naik Delman tak lagi Istimewa

CERITA DARI BANDUNG BARAT #7: Naik Delman tak lagi Istimewa

Di pinggiran Bandung, transportasi publik berupa kereta kuda masih bertahan. Di antaranya delman di perempatan Pasar Tagog, Padalarang.

Delman di perempatan Pasar Tagog, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (3/11/2022). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 November 2022


BandungBergerak.idNaik delman dan duduk di depan pak kusir, mungkin sekarang bukan lagi pengalaman istimewa. Dan ayah pergi ke kota tak lagi menggunakan delman. Zaman terus berubah. Arus transportasi yang kian berkembang. Transportasi tradisional seperti delman atau kereta kuda, terus tersisih.

Meski demikian, di pinggiran Bandung sejumlah transportasi publik yang ditarik kuda masih bertahan. Di antaranya delman di perempatan Pasar Tagog, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Di sana delman bertahan bersama kendaraan konvensional lainnya seperti ojeg pangkalan yang tak jauh mangkal dekat terminal delman. Masih di sekitar pangkalan delman dan ojek, angkutan umum sabar menanti pelanggannya, dan bus-bus antarkota lalu-lalang melewati Jalan Raya Padalarang.

Ujang (35), salah seorang kusir delman, duduk di atas delman-nya dengan kuda yang tak diberi nama. ”Tak ada nama,” kata Ujang, sembari tersenyum tipis, Kamis (3/11/2022).

Bersama kedua keponakannya berumur masih duduk di sekolah dasar, Ujang menanti pelanggan dengan sabar. Sang keponakan mengajak kuda bermain dengan menarik tali pelana, yang satunya lagi tertawa melihat tingkah saudaranya.

“Hari ini saya baru dapat dua rit balikan saja belum,” kata Ujang.

Ujang mulai menggeluti jadi kusir delman sejak SMP, mengikuti jejak orang tuanya yang juga kusir delman. Ia mengaku tidak memiliki keahlian lain selain menjadi kusir.

“Bisa jadi saya ini generasi ketiga, lanjutin. Dulu kakek sama bapak juga sama ke delman,” kata Ujang.

Baca Juga: CERITA DARI BANDUNG BARAT #4: Perlawanan Antikolonial di Balik Manisnya Wajit Cililin
CERITA DARI BANDUNG BARAT #5: 26 Tahun Ukar Karmita di Jalur Perlintasan Kereta
CERITA DARI BANDUNG BARAT #6: Bersama Z di Bawah Langit Cisarua

Delman di perempatan Pasar Tagog, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (3/11/2022). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Delman di perempatan Pasar Tagog, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (3/11/2022). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Tinggal 15 Delman

Ujang bertahan di saat transportasi publik terus berkembang seiring perubahan teknologi digital. Perubahan ini membuat perkembangan pesat di bidang transportasi online.

Dampak dari perubahan itu, banyak transportasi tradisional yang tersisih. Di perempatan Pasar Tagog saja dari semula ada ratusan delman, kini yang tersisa hanya 15 delman.

“Dulu ada sampai 150 delman, sekarang banyak yang dijual,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, sebagian orang menjual delman itu bukan tanpa alasan. Pertama, pangkalan mereka yang kini hanya terpusat di satu titik. Jalur operasional mereka hanya satu, yakni hanya dari perempatan Pasar Tagog- Babakan Loa, Padalarang, Bandung Barat.

“Mungkin karena pangkalan yang semakin menyempit,” kata Ujang.

Dulu ritase perjalanan delman Padalarang sangat beragam. Tak heran jika sampai ada ratusan delman. Jalur operasionalnya bisa mencapai 5 titik, ada yang di Cihaliwung dekat stasiun, Cigenjing, pasar, dan Pasar Tagog yang bertahan sampai sekarang.

“Karena itulah, pada saat itu jumlahnya banyak,” tuturnya.

Matahari sedang panas-panasnya. Ujang masih bersabar menanti penumpang yang tak kunjung datang. Ia setia melakoni kehidupan sebagai seorang kusir delman. Tak ada pilihan lain karena hanya itu keahliannya. 

Langit kemudian mendung, disusul rintik hujan. Ujang akhirnya memutuskan pulang. Ia bersama dua keponakan kecilnya merayap di atas kereta, diiringi tak tik tak tuk sepatu kuda yang kalah nyaring dengan bising mesin.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//