• Kolom
  • SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #16: Kolonel Rusia Menjaga Seismograf

SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #16: Kolonel Rusia Menjaga Seismograf

Petroeschevsky, mantan tentara Rusia, orang yang pertama memberi nama Anak Krakatau di Selat Sunda.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

V.A. Petroeschevsky di ruang kerjanya di Museum Geologi Bandung. (Sumber: Belousov & Belousova (2012) dan blogs.dickinson.edu)

7 November 2022


BandungBergerak.id - Selama dua dasawarsa (1921-1941) mengamati gunung api, dia telah menghabiskan 676 hari di Gunung Merapi, 382 hari di Gunung Anak Krakatau, dan 329 hari di Gunung Papandayan. Secara keseluruhan dia melakukan 18 kali ekspedisi gunung api yang bervariasi dari satu hari hingga 20 hari.

Ahli gunung api itu adalah Vladimir Alexandrovi Petroeschevsky (1891-1961), mantan kolonel tsar Rusia yang mengadu untung di Hindia Belanda sejak 1921. Prestasi kerjanya di atas saya temukan dalam “Vulkaanbewaker Jubileerde Petroeschevsky van de bergen” (Bataviaasch nieuwsblad, 18 Maret 1941). Bila melihat riwayatnya, pastilah ribuan hari bertambah lagi, dia bekerja hingga 1950 di Museum Geologi Bandung, yang merangkap sebagai kantor pengamatan gunung api.

Namanya jadi perbincangan setelah A.B. Belousov dan M.G. Belousova menulis dalam Priroda edisi 8 (2012). Kedua peneliti Institut Petropavlovsk Kamchatsky itu penasaran dengan sejarah pengamatan gunung api di Rusia dan menemukan nama Petroeschevsky. Kata mereka, Petroeschevsky mengamati 130 gunung api, 280 ekspedisi ke Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Bali, dan sejumlah pulau Oseania. Setelah menghubungi anak Petroeschevsky di Brisbane, Australia, Sergei Petroeschevsky, keduanya mendapatkan foto-foto, sketsa, dan catatan harian Petroeschevsky.

Tulisan Belousov dan Belousova, berikut hal-hal terpaut Petroeschevsky diterjemahkan mahasiswa Dickinson College, Pensylvania, melalui proyek penerjemahan dari bahasa Rusia ke bahasa Inggris antara 2017-2019. Semua hasilnya diunggah dalam blogs.dickinson.edu, berupa foto, catatan harian, gambar dan lukisan, ekspedisi, dan tulisan. Tulisan Belousov dan Belousova diterjemahkan menjadi “The First Russian Volcanologist: Vladimir Petrushevsky”.

Dari tulisan Belousov dan Belousova, ditambah arsip dalam blogs.dickinson.edu, dilengkapi penelusuran koran, saya mendapatkan gambaran Petroeschevsky yang terbilang utuh. 

Petroeschevsky saat menjadi kadet di Khabaravski Cadetski tahun 1908. (Sumber: blogs.dickinson.edu)
Petroeschevsky saat menjadi kadet di Khabaravski Cadetski tahun 1908. (Sumber: blogs.dickinson.edu)

Mengadu Untung di Pulau Jawa

V.A. Petroeschevsky berasal dari keluarga ningrat dan leluhurnya banyak yang mengabdikan diri bagi sains dan militer Rusia. Buyutnya Vladimir Ivanovich Petrushevsky (1785-1848) ahli metrologi. Kakeknya Vasily F. Petrushevsky (1829-1891), ahli kimia dan letnan jenderal artileri Kekaisaran Rusia. Sementara ayahnya Alexander Petrushevsky (1865-1919), kolonel di Brigade Artileri Moskow.

V.A. Petroeschevsky sendiri lahir pada 17 Februari 1891 di Moskow. Pada 1908 dia lulus sebagai calon perwira dan pada 1911 lulus pendidikan kavaleri. Dia ikut bertempur melawan Jepang dan Jerman, sehingga beberapa kali mendapatkan medali penghargaan. Pangkat terakhirnya kolonel.

Setelah tentara Kossak kalah, Petroeschevsky ingin beremigrasi. Dalam catatan hariannya (29 Maret 1920), ia menyatakan, “Aku menjual kuda, pelana, dan menyarungkan pedang ... aku ingin pergi ke Vladivostok.” Selanjutnya, pada 1 April 1920, ia menyatakan, “Pistol Browning ditukarkan dengan jam tangan. Kini aku menjadi seorang sipil.” Akhirnya, pada catatan hariannya tanggal 1 Juli 1920, setelah paspor ada dalam genggamannya, ia memutuskan, “Aku ingin pergi ke Jawa untuk mengadu untung.”

Dengan menumpang kapal laut Hozamaru, ia pergi ke Hindia Belanda. Dalam catatannya di Batavia, 1-3 Maret 1921, ia menyatakan menerima pekerjaan pada jawatan pertambangan yang memberinya gaji sebesar 320 gulden. Dia menerima pekerjaan itu, mengingat sebagai bekas perwira ia memahami topografi, kimia, fisika, teknik dokumentasi, dan terbiasa hidup di alam terbuka. Untuk keperluan itu, ia membeli perlengkapan seperti alat kemping, sepatu gunung, kain wol, dll.

Selama berdinas, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan mengikuti berbagai ekspedisi yang dicatatnya dengan rapi dalam catatan harian. Misalnya 27 Maret 1921 dia berada di Gunung Merapi dan pada 8 April 1921, di Gunung Batur, Bali, bersama G.L. Kemmerling, kepala vulkanologi yang pertama. Pada 18 Mei 1921, di Gunung Awu, Pulau Sangir.

Penelusuran koran pun menunjukkan Petroeschevsky ternyata menjadi asisten Kemmerling. Menjelang akhir April 1921 dikatakan ia baru sekitar enam bulan berada di Hindia, tetapi sudah bisa berbicara dalam bahasa Belanda dengan cukup baik. Ia juga rajin belajar dengan menggunakan kamus bahasa Belanda serta menyusun kalimat sederhana (Bataviaasch Nieuwsblad, 26 April 1921).

Bersama para pegawai Dinas Vulkanologi lainnya berfoto di Pulau Panjang, tahun 1928, saat mengamati kelahiran Anak Krakatau. (Sumber: blogs.dickinson.edu).
Bersama para pegawai Dinas Vulkanologi lainnya berfoto di Pulau Panjang, tahun 1928, saat mengamati kelahiran Anak Krakatau. (Sumber: blogs.dickinson.edu).

Catatan Harian Januari-Agustus 1922

Menginjak 1922, V.A. Petroeshevsky antara 1-22 Januari berada di Weltevreden, tempat jawatan pertambangan Hindia Belanda berkantor sebelum pindah ke Bandung. Pada 1 Januari 1922, dia baru kembali setelah berlibur tahun baru di Bogor. Saat itu dia menerima kabar ibunya sakit dan Lela Sterligova meninggal.

Pada 12 Januari dia melaporkan tentang Jerman dan Prancis yang bersiap mengakui pemerintahan Bolshevik. Pemerintahan di bawah Lenin itu menyatakan kewarganegaraan orang Rusia yang beremigrasi dicabut. Padahal Petroeshevsky ingin sekali kembali ke Rusia dan hidup di antara bangsanya. Lagi pula di Batavia dia harus mempelajari bahasa Belanda, yang katanya sulit karena tidak ada kamus Belanda-Rusia. Ia juga sangat merindukan perempuan sebangsa.

Antara 23-30 Januari, Petroeshevsky berdinas ke Gunung Merapi. Ia menulis di Yogyakarta pada 23 Januari, bahwa hari itu akan mengikuti ekspedisi sekitar dua minggu, ke Merapi dan Galunggung. Selama menumpang kereta api dia membaca novel Belanda setebal 100 halaman, dan meski mengerti banyak isinya, ia tetap menyayangkan tidak ada kamus. Antara 24-25 Januari, dia berada di Maron, pos pengamatan Merapi. Konon itu kali keenam dia ke sana. Antara 25-30 Januari, Petroeshevsky ada di Selo dan Boyolali.

Dinas ke Gunung Galunggung terjadi antara 2-5 Februari dan karena ada perintah mendadak dari Kemmerling, ia kembali ada di Merapi antara 7 Februari-25 Maret. Pada 10 Februari, dia bertemu dengan dua orang Rusia bekas musisi Opera Fedorov, yang tinggal di Louise Villa, dekat Muntilan. Kedua orang itu berprofesi sebagai petani kentang. Mula-mula kehidupan mereka sulit, karena koran-koran di Hindia memberitakan bahwa ada dua orang Rusia yang tinggal di desa itu dan mempropagandakan Bolshevisme.

Selama 26 Maret-6 April, Petroeshevsky bersama-sama lagi dengan orang Rusia di Weltevreden, di gereja atau di restoran. Ia bahkan berhubungan dengan perempuan Rusia bernama Piotrovskaya, yang berumur 17 tahun. Namun, ia harus ke Merapi lagi antara 7-21 April, karena ada telegram dari Kemmerling bahwa gunung itu meletus besar.

Dinasnya bersambung ke Galunggung antara 24 April-27 Mei. Pada 26 April, dia turun ke kawah Galunggung dan mengukur kedalaman danau, lebih dari 7 meter. Saat itu, terpikir olehnya untuk kembali ke Rusia dan tinggal di Vladivostok atau tempat lainnya. Ia akan menetap bersama saudarinya, bekerja untuk koran, atau bergabung menjadi tentara Ussuriisky. Alasannya dia merasa lelah berkelana ke seantero dunia. Ia ingin hidup damai di tempat sunyi. Karena sejak 1913, dia selalu tinggal di sana-sini. Selama di Galunggung pun Petroeshevsky tinggal di Bivak Saninten dan pada 27 Mei, ke Tasikmalaya.

Dia bergerak ke Garut. Bersama Taverne, ia tiba di sana pada 28 Mei dan tidak merasa terkesan, padahal sudah termasyhur. Antara 31 Mei-8 Juni, Petroeshevsky memeriksa Kawah Talagabodas, antara 10-18 Juni memeriksa Kawah Manuk, Darajat, dan 19-25 Juni memeriksa Papandayan.

Setelah seminggu di Weltevreden (17-14 Juli), Petroeshevsky berangkat ke lapangan lagi, yaitu ke Surabaya (15-16 Juli), Gunung Semeru (20-22 Juli), Gunung Lamongan (25 Juli-10 Agustus), dan Gunung Raung (15-18 Agustus), dan pada 30 Agustus dia tiba kembali di Yogyakarta. 

Petroeschevsky memeriksa suhu Tangkubanparahu tahun 1950. (Sumber: blogs.dickinson.edu)
Petroeschevsky memeriksa suhu Tangkubanparahu tahun 1950. (Sumber: blogs.dickinson.edu)

Pindah ke Bandung 1924

Dalam De Preanger-bode (25 Juli 1924) saya mendapati daftar orang yang baru menetap di Bandung antara 29 Juni-15 Juli 1924. Di situ tertulis, W.A. Petroeschevsky yang semula tinggal di Weltevreden pindah ke Lembangweg No. 68. Selain dia, Ch. F. Stehn pindah dari Batavia ke Riouwstraat No. 64.

Setelah tinggal di Bandung, antara 18-26 Februari 1924, Petroeschevsky berdinas lagi ke Merapi. Di sana, ia memeriksa seismik pada seismograf yang dipasang dan mengukur suhu yang mencapai 365 derajat. Pada 25 Agustus 1924 ia berada di Papandayan yang sedang aktif. Katanya, “Dari jam 12 hingga 17.00, aku dihujani api. Namun, bivak perlindungan menyelamatkanku.”

Awal 1925, ia pergi berdinas ke Papandayan dan turut mengantarkan seorang Rusia yang meninggal. Saat itu jabatannya baru opzichter atau pengawas (De Indische Courant, 13 Januari 1925). Pada 3 April 1925, saat masih di Papandayan, ia menulis, “Saya bekerja keras. Kini padaku ada tiga seismograf, barograf, galvanometer , dan voltmeter ...”

Dalam De Locomotief (31 Oktober 1925) dikatakan Petroeschevsky memeriksa keadaan Galunggung. Sementara antara 9-23 Desember 1925, dia berada di Tangkubanparahu. Dalam catatan hariannya, ia menulis, “Aku mempelajari analisis kuantitatif gas H2S dan CO2.” Ternyata keadaan Tangkubanparahu kian gawat. Terbuti awal Maret 1926, gunung api itu meletus kecil dari Kawah Ratu. Fermin dan Petroeschevsky bergegas ke kawah untuk menyelidiki lebih lanjut dan diketahui terjadi deviasi kecil dan bersifat lokal pada kondisi tanah, ke arah Lembang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 4 Maret 1926).

Ketika Gunung Slamet mengalami peningkatan menjelang akhir 1926, tetapi tidak serius, mula-mula kejadiannya tidak dilaporkan ke jawatan vulkanologi, bagian dari jawatan pertambangan yang berkantor pusat di Bandung. Saat itu Petroeshevsky sedang berdinas ke Gunung Lamongan, Merbabu, dan Arjuna. Namun, ternyata Slamet meningkat lagi statusnya (Bataviaasch nieuwsblad, 3 Desember 1926). 

Memberi Nama Anak Krakatau

Antara April-Juni 1927, paling tidak, V.A. Petroeschevsky mendapatkan dua kali promosi. Dia diangkat menjadi pengawas tambang (Haagsche courant, 19 April 1927) dan ahli tofografi kelas dua di jawatan pertambangan (De Koerier, 2 Juni 1927).

Selama itu, aktivitas kegunungapian terjadi di sekitar Selat Sunda. Krakatau mulai bangkit, sehingga dinas pengamatan gunung api memonitornya secara permanen. Untuk itu, Petroeschevsky harus rela tinggal di Pulau Panjang. Pada 2 Mei 1928, ia mengamati gunung api bawah laut meletus sebanyak 400 kali dan letusannya mencapai 500 meter, tetapi tidak disertai gempa. Tanggal 18 Mei 1928, menurut amatannya, “Tiga hari kawah itu tidak aktif. Aku memutuskan untuk mengukur kedalamannya ...”

Dalam De Locomotief (17 Februari 1928) diwartakan bahwa Petroeschevsky diberi cuti selama sembilan bulan ke Eropa. Namun, nampaknya karena gunung api yang baru muncul di Selat Sunda kian menunjukkan aktivitasnya selama 1928, akhirnya cutinya ditangguhkan. Terbukti hingga awal 1929, Petroeschevsky tetap berada di Pulau Panjang.

Pada 20 Januari 1929, ia melihat, “Gunung api itu bekerja penuh. Lebih dari 5.000 letusan per hari dengan ketinggian mencapai 500-1.000 meter, seismograf terus mencatat fluktuasinya. Lontaran abu dan bom setinggi 1.100 meter terlihat sangat indah.” Pada 22 Januari 1929, ia menulis, “Kemarin letusannya mencapai 6.800 kali.” Tanggal 28 Januari, letusannya 8.000 kali. Pada 1 Februari, ia menyatakan, “Kemarin letusannya sudah melebihi 9.000 kali per hari.”

Akhirnya pada 10 Februari 1929, ia menyatakan, “Aku memberi nama gunung api  pulau baru itu sebagai ‘Anak Krakatu’ yang tumbuh sangat cepat. Tingginya sudah 24 meter. Aku sangat letih, kepala berat, dan perut tidak menentu ...” Ia terus saja tinggal di Pulau Panjang, mengamati kelahiran Anak Krakatau.

Jadinya ia diizinkan cuti sejak 20 Maret 1929. Hari itu dia menumpang kapal P.C. Hooft jurusan Batavia-Amsterdam dan direncanakan tiba pada 20 April (De T?d, 17 April 1929). Ia kembali ke Hindia menggunakan kapal laut Insulinde jurusan Rotterdam-Batavia pada 25 Desember 1929 (Nieuwe Haarlemsche courant, 2 Januari 1930). Sekembali ke Bandung, dia diangkat lagi sebagai ahli tofografi kelas dua (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21 Januari 1930).

Karena Anak Krakatau meningkat lagi kegiatannya, pada 24 September 1931, Petroeschevsky bersama seorang mantri dan empat kuli berangkat ke pos pengamatan di Pulau Panjang (Haagsche courant, 26 September 1931).

Awal April 1932, Kawah Kamojang di sekitar kompleks Gunung Guntur meningkat kegiatannya. Di atas Kawah Cibeureum tercipta celah dari 200 meter ke 500 meter. Pepohonan berebahan, banyak rekahan, amblesan tanah, serta tanah ke arah Kawah Leutak terancam hancur. Untuk memeriksa kejadian itu, Dr. Neumann dan Petroeschevsky ditugaskan ke sana (Soerabaijasch Handelsblad, 2 April 1932).

Petroeschevsky kemudian diangkat menjadi ahli tofografi kelas satu (De Locomotief, 6 Juli 1932). Oktober 1932, ia sibuk lagi mengamati Merapi. Pada 10 Oktober 1932, bersama Hartman, Petroeschevsky menemukan peningkatan suhu Merapi dari semula 840, menjadi 817, lalu meningkat menjadi 860 derajat. Mereka berdua melakukan pengukuran lagi (Soerabaijasch Handelsblad, 11 Oktober 1932).

Selama 1933, Petroeschevsky disibukkan dengan letusan Merapi (Bataviaasch nieuwsblad, 3 Oktober 1933; Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 30 Oktober 1933). Namun, dia diberhentikan secara terhormat, terhitung sejak Desember 1933 (De Locomotief, 11 Desember 1933).

Baca Juga: SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #13: Seiya Sekata dengan Bandoeng Vooruit
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #14: Soetan Goenoeng Moelia Pengunjung ke-10.000
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #15: Kaji Banding Irene Crespin

Bertahan di Museum Geologi

Menurut Belousov dan Belousova, penyebab dipensiunkannya Petroeschevsky adalah krisis ekonomi dunia. Dengan terpaksa, ia banting setir. Ia terpaksa bekerja sambilan, menjual batu akik, dan antara tahun 1936-1939 ikut ekspedisi pengukuran tofografi di Kalimantan.

Keterangan tersebut sesuai dengan berita De Indische courant (9 Maret 1936) yang menyatakan Petroeschevsky diangkat menjadi pengawas kepala (hoofdopzichter) di jawatan pertambangan. Ia diperbantukan kepada residen Zuiderafdeeling dan Oosterafdeeling van Borneo, terutama berkaitan dengan ekspor karet yang diusahakan rakyat.

Karena telah berdinas sembilan tahun, Petroeschevsky diizinkan cuti ke Eropa selam sebelas bulan (De Indische courant, 30 Mei 1938). Kepergiannya menggunakan kapal laut Dempo pada 15 Februari 1939 (Bataviaasch nieuwsblad, 13 Februari 1939) dan kembali ke Batavia menggunakan kapal laut Christiaan Huygens dari Amsterdam pada 28 November 1939 (Deli Courant, 6 Desember 1939).

Sekembali ke Hindia, karier kegunungapiannya dimulai lagi. Dalam catatannya bertitimangsa Krakatoa, 13-19 Desember 1940, ia menulis, “Begitu lama aku tidak ada di sana!  ... Tempat berkemahku yang lama di Pulau Panjang sudah dirimbuni pepohonan, termasuk pohon kelapa  tumbuh subur ... Si anak sudah 120 meter tingginya. Di kawah, semuanya hening dan dipenuhi air. Aku mandi di dalamnya ...”

Perang Dunia II datang. KepalaVulkaanbewakingsdienst Ch. Stehn, yang berkebangsaan Jerman diusir pemerintah Hindia pada 1940. Gantinya R.W. van Bemmelen. Namun, saat Jepang datang Van Bemmelen diinternir dan gantinya Jepang mengangkat Petroeschevsky, karena saat itu Jepang bersekutu dengan Rusia. Pada 1945, Van Bemmelen diangkat lagi sebagai kepala meskipun pada akhirnya tahun 1946 ia kembali ke Belanda, sehingga pucuk pimpinan Vulkaanbewakingsdienst kembali ke Petroeschevsky.

Dalam catatan 14 Juli 1946, Petroeschevsky menulis, “Untuk yang terakhir kalinya, seismograf kita di Museum [Geologi Bandung], karena aku yang menjaganya sebagai ahli vulkanologi terakhir, mulai mencatat gempa di Pulau Jawa.” Kemudian, pada 1 Desember 1946, ia mencatat, “Dengan pekerja sebanyak 28 orang, kita harus membuat peta, menggambar kembali ilustrasi-ilustrasi, mengurus literatur di perpustakaan  ...”

Pasca PD II itu, Petroeschevsky pernah mengikuti sejumlah ekspedisi kegunungapian ke Sulawesi dan pulau-pulau timur lainnya, di antaranya ke Gunung Dukono (Agustus 1946), Ruang (September 1946), Iliwerung (Juli 1947), Sirung (Het Dagblad, 3 Juni 1948), Kelud pada awal Juni 1950 (Nieuwe Courant, 8 Juni 1950), Tangkubanparahu ketika meletus awal Juli 1950 (De Preangerbode, 2 Juli 1950), bersama G.A. de Neve dan Djajawinangun, Petroeschevsky menumpang kapal udara Dakota ke Sumatra untuk mengeksplorasi dan merekam gunung-gunung api di pulau itu (Java-bode, 12 Agustus 1950).

Menurut Belousov dan Belousova, pada 1950, Petroeschevsky pensiun dan bersama keluarganya memutuskan untuk menetap di Australia, dekat Sydney. Saya kira peristiwa pensiun itu besar kemungkinan terjadi akhir 1950, mengingat hingga Agustus 1950, dia masih berdinas lapangan. Dan akhirnya Petroeschevsky tutup usia pada 30 Agustus 1961 (Algemeen Handelsblad, 13 September 1961).

Bagi bumiputra, Petroeschevsky lebih dikenal dengan sebutan Tuan Petruk, barangkali karena sukarnya menyebutkan namanya. Saya mendapatkan keterangan ini dari geologiwan senior M.M Purbo-Hadiwidjoyo. Purbo mengenang keterkaitan ayahnya dengan ahli gunung api di zaman Belanda. Ayahnya yang ambtenaar banyak berkenalan dengan petugas dinas vulkanologi, di antaranya dengan Petroeschevsky.

Sepeninggal Petroeschevsky, ahli vulkanologi di Indonesia dan dunia akan senantiasa mengenang namanya. Pertama, karena ia menyematkan nama “Anak Krakatau”. Kedua, karena ada berbagai publikasinya, di antaranya “Vulkanologische Berichten: Indonesia” (1947), “A contribution to the knowledge of the Gunung Tambora (Sumbawa)” (1949), dan “Peristiwa Gunung Berapi di Indonesia selama Masa 1942 s/d 1948” (1953). Ketiga, pada konferensi Vulkanologi Dunia di Oslo (1948), G.B. Esscher mengajukan nama V.A. Petroeschevsky sebagai nama gunung api di tenggara Iliwerung, yakni Gunung Ilipetrus.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//