SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #15: Kaji Banding Irene Crespin
Kenangan Crespin ke Bandung diabadikan dalam dua buku catatan pribadinya. Peralatan ilmiah di Museum Geologi disebut sangat modern.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
2 November 2022
BandungBergerak.id - Irene Crespin (1896-1980) adalah ahli geologi dan mikropaleontologi perempuan dari Australia. Menurut S. Turner (“Invincible but mostly invisible: Australian women’s contribution to geology and palaeontology” dalam The Role of Women in the History of Geology, 2007), Crespin termasuk geologiwati Australia pertama yang dibayar pemerintah dan berstatus Commonwealth Palaeontologist, (ahli paleontologi persemakmuran) dengan keahliannya di bidang foraminifera.
Crespin, kata Turner, mempunyai karier riset berskala internasional dan makalah ilmiahnya terbilang banyak. Dia pun mencapai posisi unggul, kerap melakukan perjalanan ke luar negeri, dan secara pribadi mengumpulkan bahan kaji banding dari seantero dunia. Dia menjadi anggota komunitas ilmiah, termasuk anggota aktif Geological Society of Australia (GSA) dan menjadi perempuan pertama menjadi ketua Royal Society of South Australia pada 1961-1962.
Riwayat hidup Irene Crespin dapat kita simak dari tulisan Margaret E. Bartlett, “Crespin, Irene (1896–1980)”, yang dimuat dalam Australian Dictionary of Biography (1993) dan S. Turner. Menurut kedua pustaka itu, Crespin lahir pada 12 November 1896 di Kew, Melbourne, Australia, dari pasangan Godwin George Crespin dan Eliza Jane. Minatnya terhadap geologi atau ilmu kebumian lahir pada saat ia bersekolah di SMA Pertanian Mansfield (Mansfield Agricultural High School). Pemicunya adalah kepala sekolahnya, Charles Fenner. Padahal cita-cita awalnya, Crespin ingin menjadi seorang musisi.
Selanjutnya, cita-citanya berubah lagi. Ia ingin menjadi seorang guru, sehingga melanjutkan studinya ke the University of Melbourne dan memperoleh gelar sarjana muda. Keputusannya mempelajari geologi benar-benar terwujud saat kuliah di sana. Hal ini terutama karena pengaruh ahli paleontologi di National Museum of Victoria dan dosen di universitasnya, Frederick Chapman. Akhirnya, pada 1918, Irene Crespin memutuskan untuk bekerja di Geological Survey of Victoria.
Kariernya terus berlanjut di dunia kebumian. Pada 1927, Crespin menjadi asisten Frederick Chapman. Saat itu Frederick diangkat sebagai Commonwealth Palaeontologist di Departmen Dalam Negeri dari pemerintahan federal, dan tugasnya adalah berusaha menemukan minyak dan mineral.
Sebagai asisten, Irene Crespin mengadakan penyelidikan paleontologis, kunjungan lapangan, dan menjalin kontak dengan mengunjungi para ilmuwan. Akhirnya, sejak 1 Januari 1936, Crespin diangkat sebagai ahli paleontologi persemakmuran menggantikan Frederick Chapman dan dipindahkan ke Canberra.
Aktivitas di dunia kebumian membawa Irene Crespin menjelajahi seantero pelosok negeri Australia, untuk mengumpulkan fosil-fosil dan melihat lokasi sedimen yang sedang diselidikinya. Dia juga sering menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah baik di dalam dan di luar negeri. Atas aktivitasnya itu, Crespin diangkat menjadi ketua Geological Society of Australia cabang Canberra (1955), presiden Royal Society of Canberra (1957), dan diangkat sebagai anggota kehormatan the Royal Microscopical Society, London, pada 1960.
Selama hayat dikandung badan, Crespin telah menerbitkan lebih dari 90 makalah ilmiah, termasuk yang berfokus pada kajian fosil foraminifera, dan sekitar 20 makalah yang ditulis bersama dengan ilmuwan lainnya. Setelah pensiun pada 1961, Crespin meninggal pada 2 Januari 1980 di Canberra.
Pada awal tulisan sudah disebutkan bahwa Irene Crespin kerap melakukan perjalanan ke luar negeri dan secara pribadi mengumpulkan bahan kaji banding dari seantero dunia. Dari memoar Crespin sendiri, yang dibahas lagi dalam tulisan Bartlett dan Turner, saya tahu dia pernah melakukan kaji banding ke Bandung. Ia mengunjungi Museum Geologi pada tahun 1939.
Dari Dua Memoar
Kenangan Crespin ke Bandung diabadikan dalam dua buku catatan pribadinya. Pertama, adalah Recollections on Growth of Commonwealth Interest in Geological Sciences yang diterbitkan Bureau of Mineral Resources, Geology and Geophysics Australia pada 1967. Dalam catatan setebal 39 halaman ini, Crespin, antara lain menyatakan:
“Pada awal tahun 1939, sebuah peristiwa penting terjadi pada Seksi Paleontologi, khususnya dalam pendekatan mikropalaeontologis pada penyelidikan lapangan minyak bumi. Saya diminta oleh Menteri Dalam Negeri untuk mengunjungi Hindia Belanda, untuk memperbincangkan mengenai masalah foraminifera Tersier di Papua, Papua Nuigini dan Hindia Belanda dengan Dr. Tan Sin Hok; mikropalaeontologis pada Survei Geologi Hindia Belanda di Bandung, Jawa, dan dengan Dr. Hans E. Thalmann; mikropalaeontologis pada Nederlandsche Koninklijke Petroleum Maatschappij di Palembang, Sumatra” (1967: 19).
Jadinya, Irene Crespin berangkat ke Jawa pada 10 April 1939 dan kembali ke Canberra pada 1 Juni 1939. Dari Sydney ke Batavia, dengan menumpangi pesawat terbang KNILM Lockheed Hudson Aircraft, Crespin menjadi satu-satunya penumpang dan baru tiba selama dua hari. Di laboratorium paleontologi yang ada di dalam Geologisch Laboratorium Bandung, Crespin didampingi Dr. Tan Sin Hok. Ia juga ditemani untuk berkunjung ke beberapa lokasi yang mengandung fosil Tersier di Jawa Barat.
Selain dengan Tan Sin Hok, ada Dr. N.H. Fisher, ahli geologi di Papua Nuigini, yang sedang mengkaji sumber mineral dan metode vulkanologi di Jawa dan Sumatra. Bersama pasangan Fisher dan ahli gunung api Dr. Stehn, Crespin mengikuti ekskursi ke Gunung Papandayan dan Tangkubanparahu.
Buku kedua yang mendedahkan pengalaman Crespin di Bandung adalah Ramblings of a Micropalaeontologist. Catatan setebal 61 yang dikeluarkan Bureau of Mineral Resources, Geology and Geophysics Australia ini diterbitkan pada 1975. Mengenai alasan perjalanan ke Jawa dan Sumatranya dinyatakan dalam buku pertama, namun dalam laporan kedua ini, perjalanannya lebih rinci diterangkan.
Crespin, antara lain, menyatakan bahwa setelah tiba di Batavia, ia menginap semalam di Hotel des Indes. “Esok paginya mobil dari Shell Company telah menunggu dan akan membawa saya menuju pesawat terbang ke Palembang, di timur Sumatra. Saya ditemani dalam perjalanan singkat ini oleh Dr Tan Sin Hok, yang baru saja tiba dari Bandung untuk menjelajah bersamaku” (1975: 18).
Sekembali ke Batavia, Crespin menuju Bandung dengan menggunakan kereta api. Sebelum tiba di Bandung, ia sempat bermalam di Bogor, karena hendak mengunjungi Kebun Raya terlebih dahulu. Saat tiba di Bandung, kata Crespin, “Di Bandung saya ditemui oleh Dr Tan Sin Hok, yang mengantarkan saya ke Savoy Homan Hotel. Tidak lama kemudian, Dr N.H. Fisher dan istrinya dari Rabaul tiba setelah saya, tetapi tinggal bersama dengan Dr Stehn, Kepala Vulkanologi Survei Geologi Hindia Belanda. Dr Fisher tengah mempelajari endapan mineral dan pengamatan gunung api (1975: 21).”
Baca Juga: SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #12: Departemen Induk Berganti Dua Kali
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #13: Seiya Sekata dengan Bandoeng Vooruit
SEJARAH MUSEUM GEOLOGI 1929-1945 #14: Soetan Goenoeng Moelia Pengunjung ke-10.000
Lebih Modern dari Australia
Saat di Museum Geologi, Crespin terkesan dengan hal-hal yang berkaitan dengan suasana sebelum Perang Dunia II. Katanya, dari jendela tempat kerjanya di Museum Geologi Bandung, Crespin bisa melihat yang sedang latihan mengendarai motor, pesawat militer yang terbang malam, dan orang Jepang yang tidak diperbolehkan masuk klub golf di Bandung saat itu. Mengenai Museum Geologi, ia sangat terkesan dengan koleksinya. Katanya:
“Museum adalah tempat menarik untuk bekerja dan banyak benda pameran yang terkenal. Dr Oostingh, yang saat itu tidak ada padahal bertanggung jawab pada moluska Pliosen (dan menjadi tempat saya bekerja), punya moluska yang sangat bagus, yang banyak di antaranya spesiesnya sama dengan yang ditemukan di Papua dan Nuigini. Kemudian ada Pithecanthropus erectus yang terkenal, salah satu bukti terawal kemunculan manusia di Jawa ...” (1975: 21).
Selain itu, catatan Crespin menarik untuk disimak. Katanya, “Peralatan ilmiah di Museum sangat modern dan saya sangat mengiri pada kemera bagus yang dapat merekam sayatan tipis batuan dan fosil. Alat tersebut merupakan pemberian dari porusahaan tambang untuk Museum Geologi. Saat saya kembali ke Canberra, saya laporkan mengenai peralatan tersebut, dan kemudian kami memperoleh barang yang sama persis dengan yang ada di Bandung” (1975: 22).
Betapa modernnya peralatan Museum Geologi Bandung saat itu! Betapa menarik Museum Geologi di paruh pertama abad ke-20! Barangkali itulah yang terus didengung-dengungkan Irene Crespin dalam kenang-kenangannya sewaktu ke Bandung.