Buruh Mendesak Gubernur Jabar Tidak Mengabaikan Rekomendasi Bupati/Wali Kota Terkait Kanaikan UMK
Rata-rata kenaikan upah di kabupaten/kota Jawa Barat direkomendasikan 10 persen dari UMK tahun 2022.
Penulis Emi La Palau6 Desember 2022
BandungBergerak.id - Buruh se-Jawa Barat kembali menggelar aksi di depan kantor Gubernur, Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (6/12/2022). Mereka mendesak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2023 sesuai dengan rekomendasi Bupati dan Wali Kota.
“Gubernur bisa mempertimbangkan kondisi buruh kondisi pekerja. Kita tahu kenaikan BBM dirasakan betul oleh buruh,” ungkap salah seorang buruh dalam orasinya.
“Kami menuntut agar Gubernur tetapkan UMK sesuai rekomendasi serikat pekerja,” ungkap buruh lainnya dari pengeras suara. Hidup buruh, hidup buruh Jawa Barat!,” teriaknya. Ia menambahkan bahwa Gubernur Jabar harus memberikan kepastian angka tertinggi kenaikan upah.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto menyatakan buruh mendesak Gubernur untuk menetapkan UMK 2023 sesuai rekomendasi Bupati/Wali Kota yang sudah dibahas dalam rapat pleno oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat pada 1-2 Desember 2022.
Tercatat, rata-rata kenaikan upah 10 persen dari UMK tahun 2022. Bahkan Kabupaten Bandung Barat merekomendasikan 27 persen. Menurut Roy, kenaikan upah 10 persen sudah sesuai dengan pasal 7 Permenaker 18 tahun 2022, sehingga hal itu tak melanggar aturan.
Mempertimbangkan hal lain, Roy mengungkapkan sudah dua tahun upah buruh tidak naik. Di sisi lain harga-harga melambung tinggi mengakibatkan kenaikan terhadap kebutuhan pokok dan biaya transportasi.
“Penyesuaian kenaikkan UMK Tahun 2023 minimal 10 persen merupakan hal yang wajar hanya sebatas penyesuaian terhadap dampak kenaikan harga BBM terhadap kebutuhan pokok, agar daya beli buruh tidak merosot tajam,” ungkap Roy.
Kepada Gubernur Ridwan Kamil, Roy mendesak untuk tidak mengurangi nilai UMK yang telah direkomendasikan oleh Bupati dan Wali Kota.
Pantauan BandungBergerak.id, hingga pukul 13.09 WIB buruh dari berbagai serikat di Jawa Barat masih melakukan aksi di depan Gedung Sate. Mereka menyampaikan tuntutan melalui pengeras suara. Selain itu, buruh juga memutar lagu-lagu untuk menyemangati massa aksi.
Hujan yang mengguyur kawasan Gedung Sate tak menyurutkan buruh untuk terus memperjuangkan hak-haknya. Semakin siang buruh masih terus berdatangan memadati halaman pusat pemerintahan provinsi Jabar itu.
Harapan Buruh Perempuan
Tuntutan serupa disampaikan buruh perempuan, Siti Eni, Koordinator PC FPPB KASBI Kota Cimahi. Ia meminta agar Gubernur Jawa Barat menetapkan kenaikan UMK 2023 paling buruk minimal 10 persen. Hal itu untuk memberikan solusi bagi buruh yang upahnya tak naik sejak pandemi.
Siti Eni menyatakan sistem pengupahan saat ini dirasa sangat memberatkan buruh perempuan. Mereka paling merasakan dampak kenaikan harga-harga akibat naiknya harga BB. Belum lagi dengan biaya kebutuhan pokok lainnya seperti sewa rumah, kesehatan, dan pendidikan anak bagi buruh yang sudah berkeluarga.
Tak hanya itu, tidak sedikit buruh perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. “Selama ini, upah yang didapat oleh buruh tak cukup, jangankan untuk membeli rumah, untuk membayar harga sewa rumah saja buruh sudah terseok-seok akibat upah yang diterima murah,” ucap Siti Eni.
Di Kota Cimahi sendiri, rekomendasi Wali Kota terhadap kenaikan UMK 2023 sebesar 10 persen. Namun, Siti Eni mendapat bocoran bahwa ada penurunan kenaikan UMK dari Dewan Pengupahan Provinsi Jabar menjadi 7,37 persen.
“Kita sebagai buruh hari ini terpuruk, berharap (kenaikan upah) untuk keluar dari Permeneker, agar bisa terobati buruh perempuan. Kita tidak mengalami kebaikan upah sudah sejak pandemi,” katanya.
Hal yang sama disampaikan oleh Esti Setyorini dari Forum Buruh Perempuan Subang (FBPS) sekaligus pengurus Pimpinan Cabang Aneka Industri (PCAI) FSPMI Subang. Ia berharap agar Gubernur Ridwan Kamil menyetujui kenaikan UMK sesuai rekomendasi oleh dewan pengupahan buruh.
Subang direkomendasikan naik 10 persen. Esti berharap agar Gubernur menyetujui yang sudah direkomendasikan. Kenaikan upah 10 persen dinilai wajar dan relevan mengingat dua tahun para buruh tidak ada kenaikan upah.
“Sebenarnya masih kurang (10 persen), dengan dua tahun berturut tidak naik dua tahun. Otomatis daya beli naik kalau upah naik,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan UMK Subang mestinya lebih dari 10 persen mengingat awalnya buruh Subang meminta kenaikan 12 persen. Namun Bupati Subang hanya menyetujui kenaikan upah sebesar 10 persen.
Sementara Mutia, buruh dari Kabupaten Bekasi, merasa kenaikan BBM membuat pengeluarannya semakin tinggi. Ia mesti berhemat dengan upah yang didapatkannya tiap bulan.
“Cukup berhemat. Apalagi kita semenjak pandemi tidak ada kenaikan. Sedangkan harga rumah tangga naik, harapannya bisa upahnya lebih baik di tahun sekarang karena sudah mulai membaik ekonomi,” kata Mutia.
Baca Juga: Buruh Tuntut UMK Naik 10 Persen, Wali Kota Bandung Putuskan Naik 9,65 Persen
Perkembangan UMK Kota Bandung 2002-2021
Data Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat 1997-2023
Struktur Skala Upah
Ketika para buruh menuntut kenaikan upah sesuai dengan rekomendasi bupati/wali kota, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memilih menggunakan struktur skala upah. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Rahmat Taufik Garsadi mengatakan, kebijakan yang dipayungi lewat keputusan gubernur ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk memberikan upah yang lebih tinggi pada pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun atas dasar kesepakatan bersama serikat pekerja.
Kebijakan ini diklaim memberikan rasa keadilan pada pekerja yang sudah lebih dari satu tahun mengabdi. Pada penetapan UMP 2022, ditetapkan bahwa kenaikan upah bagi buruh dengan masa kerja di atas satu tahun sebesar 3,27 - 5 persen lewat Keputusan Gubernur No.561/Kep.874-Kesra/2021 tentang Kenaikan Upah Bagi Pekerja/ Buruh dengan Masa Kerja 1 Tahun atau Lebih Pada Perusahaan di Jawa Barat.
Sedangkan bagi pekerja/ buruh yang masa kerjanya kurang dari satu tahun mengikuti arahan pemerintah pusat sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Ridwan Kamil menegaskan, upah minimum baik provinsi dan kabupaten/ kota harus didasarkan pada keadilan perjuangan para pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang dalam hal ini membutuhkan iklim investasi yang mendukung ke arah pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Jadi rasa adil itu yang diperjuangkan, dan itulah mengapa saya hadir sebagai pemimpin. Saya mencoba menyeimbangkan keadilan antara industri dan perjuangan buruh,” kata Ridwan Kamil, dikutip dari siaran pers.