• Berita
  • Penolakan PTUN Bandung terhadap Gugatan SK UMK Jabar Bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi

Penolakan PTUN Bandung terhadap Gugatan SK UMK Jabar Bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi

KASBI dan LBH Bandung menggugat SK Upah Minimum Kabupaten/Kota Jawa Barat tahun 2022 ke PTUN Bandun. Gugatan dilakukan karena SK UMK didasarkan ada UU Cipta Kerja.

Aksi unjuk rasa buruh menuntut kenaikan upah 10 persen dan pembatalan omnibus law (UU Cipta Kerja) di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 25 November 2021. Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Cipta Kerja atau omnibus law inkonstitusional bersyarat. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana10 Agustus 2022


BandungBergerak.idMajelis hakim PTUN Bandung menolak gugatan yang diajukan KASBI dan LBH Bandung terhadap SK Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) provinsi Jawa Barat tahun 2022. Penolakan yang didasarkan pada UU Cipta Kerja ini dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Sudaryanto, perwakilan penggugat dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Wilayah Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa majelis hakim telah bersikap inkonstitusional dalam mempertimbangkan putusannya.

Menurutnya, majelis hakim mengamini seluruh langkah yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat untuk mengeluarkan SK tentang UMK Jawa Barat Tahun 2022.

“Sejatinya, mengingat putusan mahkamah konsitusi yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja ini inskonstitusional bersyarat bersifat mengikat (final and binding) maka pemerintah pusat maupun daerah tetap tidak bisa menjadikan UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya sebagai acuan pengeluaran kebijakan,” kata Sudaryanto, dikutip dari siaran pers LBH Bandung, Rabu (10/8/2022).

Majelis hakim disebut tidak mempertimbangkan terkait Pada Poin 7 Putusan Mahkamah Konstitusi yang menguji terhadap UU Cipta Kerja sudah menyatakan tegas bahwa segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja telah ditangguhkan termasuk hadirnya PP Pengupahan tahun 2021.

Sehingga dengan adanya putusan ini, majelis hakim dinyatakan gagal memahami konstruksi amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

“Kami pun menyorot bahwa kebijakan pengupahan yang selalu dikritik oleh buruh termasuk kepada salah satu program strategis nasional mempunyai akibat hukum atau dampak yang sangat luas karena berkaitan dengan pendapatan para buruh terpenuhinya kehidupan yang layak, sehingga adanya hadirnya putusan ini justru semakin memperlebar jarak bagi kaum buruh dalam mencapai keadilan,” paparnya.

KASBI dan LBH Bandung sejak awal menyatakan menolak UU Cipta Kerja yang mengandung pasal-pasal yang semakin memperburuk kondisi masyarakat sipil. Putusan majelis hakim PTUN Bandung ini menjadi cermin bahwa tidak menutup kemungkinan pemberlakukan UU Cipta Kerja masih terus diberlakukan oleh pemerintah pada sektor lainnya.

Baca Juga: Buruh Bandung Raya Desak Pencabutan UU Cipta Kerja
Raperda RTRWP Jawa Barat Cacat Hukum
UU Omnibus Law juga Dinilai tidak Berpihak pada Buruh Perempuan

Kronologi Gugatan pada SK Upah Minimum Jawa Barat

Undang-Undang Cipta Kerja sejak dari awal perumusan hingga pengesahan telah menuai beberapa kritik sampai kepada penolakan, khususnya bagi kaum buruh. Kritik akibat undang-undang ini ditujukan kepada kondisi buruknya pengaturan regulasi dalam pemenuhan hak-hak buruh sehingga kritik tersebut berlanjut pada peraturan-peraturan turunan di bawah UU Cipta Kerja, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

KASBI Wilayah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu serikat buruh di mana anggotanya tersebar masing-masing kabupaten kota yang tergabung dengan aliansi buruh bersama dengan serikat buruh/pekerja yang lain, pada saat menjelang penetapan upah minimum kabupaten/kota provinsi Jawa Barat melakukan survey harga kebutuhan pokok untuk memastikan angka kebutuhan hidup layak.

Kemudian angka-angka tersebut direkomendasikan ke bupati atau wali kota di masing-masing wilayah saat audensi atau pertemuan membicarakan upah dan direkomendasikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk ditetapkan untuk menjadi UMK di Jawa Barat.

Kemudian rekomendasi yang dikirimkan oleh para bupati atau wali kota, dikembalikan dan tidak digunakan oleh Gubernur Jawa Barat dalam menetapkan upah minimum kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, dengan tetap mengacu pada perhitungan upah berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Padahal sebelum SK upah minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jabar tahun 2022 di diterbitkan, UU Cipta Kerja yang menjadi dasar diterbitkannya SK tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November tahun 2021.

Atas putusan tersebut buruh telah melakukan aksi berturut-turut yaitu pada tanggal 29 – 30 November 2021 di depan Gedung Sate, Bandung, agar Gubernur Jabar memperhatikan Putusan MK tersebut untuk dicermati dan dipatuhi dan tidak menggunakan UU Cipta Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai dasar penetapan upah UMP dan UMK Jawa Barat.

Gubernur Jabar tetap bersikeras mengeluarkan surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/Kep.732-Kesra/2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, tertanggal 30 November 2021 menggunakan menggunakan UU Cipta Kerja dan PP tentang Pengupahan yang telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.

Hadirnya surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, selaku salah satu Serikat Buruh KASBI Perwakilan Jawa Barat bersama LBH Bandung mengajukan upaya menggugat SK Gubernur Jawa Barat Tentang UMK Jawa Barat 2022, tertanggal 30 November 2021, yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung pada tanggal 6 April 2022.

Gugatan ini dimaksudkan bahwa SK Gubernur Jawa Barat Tentang UMK Jawa Barat 2022 mengacu kepada peraturan UU Cipta kerja yang tengah berstatus inkonstitusional bersyarat pascadibacakannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November tahun 2021. Sehingga segala peraturan yang mengacu terhadap UU Cipta Kerja ini tidak dapat diberlakukan.

Tertanggal 20 Juli 2022, majelis hakim PTUN Bandung telah mengeluarkan putusan yang pada pokoknya menolak gugatan diajukan oleh penggugat (KASBI dan LBH Bandung). Pertimbangan majelis hakim PTUN Bandung menolak seluruh gugatan yakni berdasar kepada bahwa Undang-Undang Cipta kerja yang menjadi dasar penerbitan SK upah minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2022 masih dapat diberlakukan.

Majelis hakim menganggap bahwa UU Cipta Kerja ini masih memiliki daya ikat dan daya laku mengacu kepada amar ke 4 putusan Mahkamaha Konstitusi yang menyatakan bahwa “Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini”.

Adapun pertimbangan majelis hakim terhadap memandang UU Cipta Kerja maupun peraturan teknis di bawahnya termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tetap berlaku karena pada prinsipnya merupakan bagian dari peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang diyatakan tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya dan diterbitkan sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUUXVIII/2020, dengan demikian selain membutuhkan daya laku dari norma tersebut, maka Peraturan Pemerintah dimaksud juga memiliki daya guna (efficacy) dari efektifitas norma itu sendiri.

Selebihnya majelis hakim berpendapat UU Cipta Kerja ini dapat diajukan rujukan dalam pembentukan suatu kebijakan oleh pejabat di tingkatan provinsi maupun kabupaten/kota, khusunya berhubungan dengan aspek program strategis nasional di mana pengupahan ini termasuk program tersebut.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//