• Berita
  • Raperda RTRWP Jawa Barat Cacat Hukum

Raperda RTRWP Jawa Barat Cacat Hukum

Raperda RTRWP Jawa Barat merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang dinyatakan inskonstitusional atau cacat hukum oleh Mahkamah Konstitusi.

Aksi unjuk rasa buruh menuntut kenaikan upah 10 persen dan pembatalan Omnibus Law di Gedung Sate, Bandung, Kamis (25/11/2021). Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Cipta Kerja atau omnibus law inkonstitusional bersyarat. (Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana7 Februari 2022


BandungBergerak.idGabungan organisasi masyarakat sipil mendesak DPRD Jawa Barat dan Pemprov Jawa Barat untuk menghentikan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat yang merujuk pada Undang-undang (UU) No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Raperda ini dinilai inkonstitusional dan cacat hukum.

UU Cipta Kerja telah dinyatakan Mahkamah Konstitusi sebagai cacat hukum atau inkonstitusional. Sehingga Raperda RTRWP Jawa Barat yang mengacu pada UU Cipta Kerja pun menjadi cacat hukum.

Raperda RTRWP yang dimotori Panitia Khusus VI DPRD Jabar tersebut telah memasuki Rapat Dengar Pendapat (RDP), dengan mengundang organisasi masyarakat sipil, di Hotel Mason Pine, Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Senin ( 31/1/2022 ) lalu.

Namun organisasi masyarakat sipil menolak undangan tersebut karena menghormati keputusan Mahkamah Konsitusi yang menyatakan bahwa segala aturan turunan UU Cipta Kerja agar ditangguhkan. Raperda RTRWP sendiri merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.  

“Semua proses pembentukan peraturan baru dan turunannya yang bersifat strategis dan berdampak luas yang merujuk pada UU Cipta Kerja harus dihentikan. Dalam hal ini tentunya termasuk semua agenda pembahasan dan penyusunan Raperda RTRWP Jawa Barat. Proses pembentukan Raperda harus menghormati proses hukum,” kata perwakilan organisasi masyarakat sipil Jawa Barat yang juga Direktur LBH Bandung, Lasma Natalia, melalui keterangan resmi yang diterima BandungBergerak.id, Senin (7/2/2022).

Anggota koalisi lainnya, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jabar, Meiki W.Paendong menyampaikan bahwa pembahasan Raperda RTRWP Jawa Barat Tahun 2022-2042 juga termasuk ke dalam kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas karena mengatur pemanfaatan ruang dan berdampak terhadap lingkungan hidup serta hak-hak rakyat. Oleh karena itu, Raperda RTRWP Jawa Barat termasuk ke dalam kategori kebijakan yang harus ditangguhkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Pansus VI seharusnya menghentikan proses pembahasan Raperda RTRWP Jawa Barat karena inkonstitusional. Jika tetap dilaksanakan artinya itu bentuk pembangkangan terhadap konstitusi, dalam hal ini adalah ketidakpatuhan atas putusan MK sebagai lembaga pengawal konstitusi Negara,” ucap Meiki.

Koalisi pun menyatakan sikap, yakni: mendesak DPRD Jawa Barat dan Pemprov Jawa Barat untuk menghentikan semua tindakan-tindakan inkonstitusional yang membangkang dari putusan Mahkamah Konstitusi;

Mendesak DPRD Jawa Barat dan Pemprov Jawa Barat untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas terhadap penghancuran lingkungan, perampasan sumber daya alam, dan perampasan wilayah kelola rakyat dan ruang hidup rakyat. Termasuk Raperda RTRWP Jawa Barat;

Mendesak Negara untuk mencabut UU Cipta Kerja yang berpotensi merugikan rakyat; serta menfokuskan dan mengutamakan pembahasan kebijakan yang melindungi kepentingan rakyat dan penyelamatan lingkungan hidup.

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi ini terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ) Bandung, Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Masyarakat Peduli Sumberdaya Air (MPSA) Kabupaten Bandung, Forum Masyarakat Peduli Lingkungan ( FMPL ) Kabupaten Bogor, Pusat Sumber Daya Komunitas Daerah Aliran Sungai (PSDK DAS) Citarum, Kabupaten Bandung, Paguyuban Bale Rahayat, Kota Banjar, Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), Forum AKAR, Kabupaten Pangandaran, POKLAN, Yayasan Kalyanamandira.

Baca Juga: Buruh Bandung Raya Desak Pencabutan UU Cipta Kerja
UU Omnibus Law juga Dinilai tidak Berpihak pada Buruh
Nobar Dampak UU Cilaka di Orbital Dago

Sososialisasi Jalan Terus

Anggota DPRD Jabar, Siti Muntamah mengatakan, Raperda ini nantinya akan menjadi Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi dasar pembangunan.

Jika melihat wilayah Jawa Barat, kata Siti, provinsi ini sangat luas dan memiliki warga yang cukup padat serta masih banyak lahan yang belum terbangun.

"Ada 5,3 juta hektar wilayah di Jawa barat, penduduk Jawa Barat 48,27 juta, tutupan lahan ada 87,05 non terbangun," jelas Siti, dalam keterangan resminya.

Dalam Raperda RTRW ini, Siti menyebut ada tiga isu strategis yang mendasarinya dan salah satunya bertujuan untuk mewujudkan tata ruang yang efisien.

"Ada isu strategis dalam penyusunan perda RTRW ini, ada isu potensi persoalan, isu strategis dan tindak lanjut. Tujuan nya adalah dalam rangka mewujudkan tata ruang yang efisien. Jadi Jabar hari ini mengalami penurunan yang signifikan, Perda ini harus efisien, serta perda ini juga harus berkelanjutan dan mewujudkan jabar yang berdaya saing," tambahnya.

Siti menambahkan, ada beberapa faktor yang mendasari lahirnya Raperda RTRW tersebut, yaitu pengembangan infrastruktur yang mengharuskan seperti Kota Cimahi ini yang memiliki ruang khusus tertentu seperti ruang bermain anak.

"Ini ada 8 kebijakan dan 45 Strategi. Misalnya penataan dan pengembangan infrastruktur wilayah di perkotaan, seperti di Cimahi ini, kota harus punya ruang untuk bermain anak. Dan juga harus memiliki perlindungan dan peningkatan kualitas kawasan berfungsi lindung," ucapnya.

Selain itu, Siti menekankan, sebuah kota juga perlu memiliki sistem pengamanan dan pertahanan kepada negaranya. "Serta kota pun harus memiliki pengamanan dan pertahanan kepada negara," tutupnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//