RISET UNPAR: Membujuk Pengguna Angkutan Umum dengan Aplikasi ecoGlide
Peneliti Universitas Parahyangan mengembangkan “ecoGlide”. Aplikasi persuasif untuk mendorong masyarakat meggunakan angkutan umum lebih sering.
Penulis Tim Penulis BandungBergerak.id16 Desember 2022
Riset BandungBergerak.id—Pemeringkatan TomTom Traffic Index yang di umumkan tahun 2022 ini menempatkan DKI Jakarta dengan tingkat kemacetan 34 persen berada pada urutan 46 dari 404 kota yang tersebar di 58 negara di dunia. Dengan tingkat kemacetan tersebut berarti rata-rata waktu perjalanan lebih lama 34 persen di tengah lalu-lintas padat di DKI Jakarta.
Pemeringkatan tingkat kemacetan DKI Jakarta memang terus menurun dalam dua tahun terakhir. Pada 2019 bertengger di urutan 10 dunia dengan tingkat kemacetan 53 persen, tahun 2020 turun menjadi peringkat 41 dengan tingkat kemacetan 36 persen. Kemudian rilis terbaru pemeringkatan tahun 2021 menempatkan DKI pada urutan 46 dengan tingkat kemacetan 34 persen.
Sepintas seperti kabar baik untuk DKI Jakarta sebagai kota paling sibuk di Indonesia. Namun dalam laporan Annual TomTom Traffic Index pada 9 Februari 2022 yang mengumumkan pemeringkatan tersebut mengingatkan bahwa situasi lalu-lintas dunia pada 2021 menunjukkan terjadinya penurunan tingkat kemacetan secara global akibat masih terpengaruh oleh dampak pandemi Covid-19.
Dengan mengolah data yang diperoleh dari 600 juta pengemudi di seluruh dunia yang menggunakan teknologi navigasi TomTom mendapati terjadi penurunan drastis tingkat kemacetan di seluruh kota yang dipantau sejak pandemi merebak. Dengan data tingkat kemacetan pada 2019 sebagai acuannya mendapati tingkat kemacetan di semua kota di dunia menurun rata-rata 10 persen pada tahun 2021.
Namun banyak kota yang menunjukkan fluktuasi lalu-lintas yang ekstrem dengan bergerak dari posisi terendah selama pembatasan dan langsung melonjak di level tertinggi saat kebijakan pembatasan dicabut. Pelonggaran pembatasan pergerakan yang dilakukan karena menurunnya tingkat penyebaran Covid-19 memang benar mengembalikan tingkat kepadatan lalu-lintas.
Data pantauan lalu-lintas real-time yang dirilis TomTom untuk DKI Jakarta saat ini di tengah kasus Covid-19 yang melandai misalnya nyaris mengembalikan situasi kemacetan lalu-lintas yang hampir menyamai kondisi sebelum pandemi. TomTom mencatat pada akhir pekan, Jumat, 28 Oktober 2022 misalnya tingkat kemacetan di DKI Jakarta pada hari itu mencapai persentase tertinggi yang terjadi pukul 5 sore dengan tingkat kemacetan 91 persen. Angkanya nyaris menyamai hari dan jam yang sama pada tahun 2019 dengan tingkat kemacetan saat itu 98 persen.
Berakhirnya pandemi akan mengembalikan banyak hal, termasuk mengembalikan kemacetan di kota-kota besar di dunia. Lantas bagaimana strategi paling ampuh mengatasi masalah kemacetan di kota dengan tingkat kepadatan dan pertumbuhan kendaraan yang memang tinggi?
Ralf Peter Schäfer, Vice President of Product Management Traffic and Routing di TomTom dalam rilis Annual TomTom Traffic Index (9 Februari 2022) mengatakan, mengembangkan dan meningkatkan kapasitas infrastruktur jalan jelas bukan solusi untuk mengatasi kemacetan. Optimalisasi manajemen lalu-lintas pun hanya bisa menekan sementara tingkat kemacetan. Solusi mendasar untuk mengurangi tingkat kemacetan hanyalah dengan mendorong pengguna kendaraan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi dengan lebih banyak menggunakan angkutan umum atau moda transportasi massal lainnya.
Thedy Yogasara dan Vania Edra Christabel Naomi, keduanya dari Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan menggunakan pendekatan yang tidak biasa untuk mendorong penggunaan angkutan umum. Yakni dengan mengusulkan penggunaan aplikasi yang dijalankan lewat smartphone yang dirancang khusus untuk mendorong masyarakat agar lebih sering menggunakan angkutan umum.
Proses pembuatan aplikasi tersebut terbit dalam Jurnal Optimasi Sistem Industri tanggal 18 Mei 2021 dengan judul Designing Persuasive Application to Promote Public Transportation Use. Peneliti merancang sebuah aplikasi persuasif untuk mendorong masyarakat agar lebih sering menggunakan angkutan umum.
Purwarupa aplikasi yang dibangun menggunakan software Figma tersebut dinamai “ecoGlide”. Aplikasi tersebut merupakan sebuah aplikasi persuasif untuk mendorong penggunanya agar lebih sering menggunakan transportasi umum. Isu yang dibawakan dalam aplikasi tersebut adalah penggunaan transportasi umum untuk mengurangi masalah lingkungan di Jakarta.
Baca Juga: RISET UNPAR: Merumuskan Strategi Pemasaran Digital ala Konsultan Kreatif
RISET UNPAR: Rumus Tokcer Memasarkan Kreativitas Indonesia
RISET UNPAR: Agar Tidak Tabu Membicarakan Pengelolaan Keuangan
RISET UNPAR: Populisme Pragmatis pada Politik Indonesia dalam Rivalitas Jokowi-Prabowo
Intervensi Teknologi Sebuah Cara
Penelitian yang dilakukan Thedy dan Vania menawarkan strategi dengan pemanfaatan intervensi teknologi untuk mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi umum. Teknologi yang menjadi pilihan adalah smartphone yang saat ini sudah tidak bisa dipisahkan dari keseharian kehidupan masyarakat.
Memang sudah banyak aplikasi berjalan di smartphone yang berkaitan dengan penggunaan transportasi umum. Namun peneliti menilai desain aplikasi yang beredar hanya sebatas menjalankan fungsi untuk memberikan kemudahan pada penggunaan transportasi umum. Aplikasi semacam itu yang dirancang memiliki kemampuan persuasif relatif jarang. Padahal aplikasi dengan kemampuan persuasif tersebut diyakini peneliti akan berperan penting untuk mendorong penggunanya lebih sering menggunakan transportasi umum.
Anagnostopoulou dkk. (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan teknologi persuasif merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk membentuk perilaku pengguna terhadap penggunaan moda transportasi yang ramah lingkungan. Bothos dkk.(2014) mengembangkan aplikasi yang memanfaatkan teknologi persuasif untuk mendorong perjalanan pelancong di perkotaan untuk memilih moda transportasi yang ramah lingkungan.
Di ranah lain misalnya Suhartono dan Octavia (2017) merancang mobile game persuasif untuk meningkatkan aktivitas fisik siswa sekolah dasar, Tonadi dan Damayanti (2017) mengembangkan aplikasi game persuasif dan edukatif tentang kebersihan lingkungan untuk anak, dan masih banyak lagi.
Peneliti mengembangkan aplikasi dengan menggunakan langkah-langkah desain interaksi untuk membangun konsep aplikasi untuk mendorong penggunanya lebih sering menggunakan transportasi umum. Langkah desain interaksi yang digunakan terdiri dari identifikasi kebutuhan pengguna, pembuatan konsep, pemilihan dan penyempurnaan konsep, pembuatan prototipe, dan evaluasi.
Terdapat tiga alternatif konsep yang dihasilkan lewat serangkaian tahapan tersebut. Selanjutnya menggunakan metode scoring, konsep yang terbaik dipilih untuk selanjutnya disempurnakan menjadi konsep akhir. Hasil akhirnya adalah purwarupa “ecoGlide” yang selanjutnya melewati serangkaian pengujian.
Jakarta Sebagai Studi Kasus
Peneliti memilih DKI Jakarta sebagai basis penelitian untuk mengembangkan aplikasi dengan menggunakan langkah-langkah desain interaktif untuk mendorong penggunanya menggunakan transportasi umum lebih sering. Ada sejumlah alasan bagi peneliti untuk memilih kota tersebut. Di antaranya jumlah penduduk yang padat serta pertumbuhan kendaraan yang relatif tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah penduduk DKI Jakarta per September 2020 sudah menembus 10,56 juta jiwa. Sementara populasi kendaraan di DKI Jakarta sudah melewati jumlah penduduk. BPS mencatat populasi kendaraan di DKI Jakarta pada tahun 2020 menembus 20,22 juta kendaraan. Setahun kemudian bertambah lebih dari satu juta lagi menjadi 21,75 juta kendaraan. Sepeda motor menempati populasi terbanyak yakni 16 juta unit, disusul mobil pribadi 4 juta unit, truk 785 ribu unit, dan bus 342 ribu unit.
Penggunaan alat transportasi berbahan bakar fosil dengan jumlah besar tersebut berimbas pada kualitas udara di DKI Jakarta. IQAir melansir indeks kualitas udara (AQI) DKI Jakarta berada di angka 117 yang menempatkannya di peringkat 14 terburuk di dunia. Dengan indeks AQI 117 tersebut kualitas udara di DKI Jakarta tidak sehat bagi kelompok sensitif. Konsentrasi polutan PM2.5 DKI Jakarta saat ini 8,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan yang ditetapkan WHO.
DKI Jakarta telah menggunakan banyak cara untuk menekan kepadatan kendaraan di jalan. Di antaranya menerapkan aturan ganjil-genap di beberapa kawasan yang memaksa kendaraan dengan pelat nomor tertentu yang hanya bisa melintas. DKI Jakarta juga telah menyiapkan banyak alternatif alat transportasi yang memadai bagi warganya. Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat terdapat 22 jenis angkutan umum yang disediakan oleh 26 perusahaan angkutan. Berbagai upaya yang dilakukan serta serta penyediaan transportasi yang memadai tetap saja tidak bisa mendongkrak penggunaan transportasi umum di DKI Jakarta.
Aktivitas transportasi di Jakarta dipengaruhi oleh mobilitas komuter warga yang tinggal di daerah yang berbatasan langsung dengan Jakarta yakni Bogor, Depok, dan Bekasi. Mobilitas komuter tersebut melingkupi kawasan Jabodetabek. Statistik Komuter Jabodetabek 2019 yang diterbitkan BPS mencatatkan 11,1 persen dari 29,3 juta penduduk Jabodetabek adalah komuter. Dengan jumlah sebesar itu hanya hanya 26,9 persen penduduk yang menggunakan angkutan umum.
Lebih dari 72 persen penduduk komuter Jabodetabek menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi utama. Survei BPS tersebut mendapati komuter yang menggunakan kendaraan pribadi tersebut 91,6 persennya tidak memiliki keinginan menggunakan transportasi umum. BPS memetakan sejumlah alasannya. Yakni waktu tempuh yang lama, tidak praktis, jauhnya akses ke kendaraan umum, tidak nyaman, waktu tunggu lama, serta tidak aman.
Aplikasi Persuasif
Peneliti menggunakan langkah-langkah desain interaksi untuk membangun konsep aplikasi. Langkah desain interaksi yang digunakan terdiri dari identifikasi kebutuhan pengguna, pembuatan konsep, pemilihan dan penyempurnaan konsep, pembuatan prototipe, dan evaluasi. Peneliti melakukan serangkaian wawancara dengan responden yang dipilih secara khusus di sejumlah tahapan tersebut untuk mengembangkan konsep aplikasi.
Pada tahap identifikasi kebutuhan pengguna misalnya, peneliti mewawancarai delapan responden. Dua di antaranya pria, dan sisanya perempuan, berusia antara 19-54 tahun, berdomisili di Jabodetabek, serta memiliki kendaraan pribadi. Responden tersebut dinilai mencukupi untuk mewakili kelompok yang menjadi sasaran pengguna aplikasi yang hendak dikembangkan.
Dari sesi wawancara tersebut diperoleh kebutuhan umum pengguna. Yakni informasi perbandingan biaya dan lama perjalanan antara kendaraan pribadi dan angkutan umum; informasi trayek angkutan umum yang jelas dan mudah dipahami; informasi mengenai jadwal, durasi perjalanan, dan lokasi moda transportasi umum terdekat; serta lebih didorong untuk lebih sering menggunakan transportasi umum agar dapat berkontribusi mengurangi polusi udara di Jakarta.
Selanjutnya wawancara tahap dua dilakukan dengan menggali pernyataan yang lebih spesifik mengenai kebutuhan pengguna terkait aplikasi transportasi umum. Hasilnya diperoleh 48 pernyataan yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaannya sehingga diperoleh 9 pernyataan yang lebih spesifik. Responden kembali dilibatkan untuk memberikan bobot penilaian pada 9 pernyataan spesifik yang diperoleh dari pengelompokan pernyataan dalam sesi sebelumnya.
Berikut adalah hasil pemeringkatan pernyataan tersebut berdasarkan bobot penilaiannya. Bobot tertinggi mengenai kebutuhan untuk memberikan informasi terkait durasi dan jadwal, selanjutnya menyediakan informasi rute, memiliki desain dan tampilan yang memudahkan penggunaan, informasi biaya, informasi terkait posisi, mendidik pengguna, memberikan informasi untuk kenyamanan pengguna, terintegrasi dengan media sosial, serta menyenangkan.
Langkah selanjutnya menyusun alternatif konsep aplikasi. Ada tiga desainer dan tiga pengguna yang dilibatkan. Masing-masing dipasangkan untuk menyusun konsep aplikasi. Masing-masing peserta diberikan daftar kebutuhan, hingga skenario penggunaan aplikasi yang dirancang. Tiga konsep aplikasi yang diperoleh kemudian dibandingkan melibatkan semua peserta untuk dipilih yang terbaik.
Berikut tiga alternatif konsep yang dihasilkan. Konsep pertama menghadirkan ide gamifikasi, konsep kedua fokus pada penyediaan informasi tentang transportasi umum dan lingkungan untuk meningkatkan kesadaran pengguna, kemudian konsep ketiga menekankan pemenuhan kebutuhan primer dengan menggunakan desain dan tampilan yang simpel dan mudah digunakan. Dari serangkaian penilaian akhirnya terpilih alternatif konsep pertama sebagai konsep terbaik.
Tahap selanjutnya penyempurnaan konsep yang terpilih menjadi konsep aplikasi final dengan metode SCAMPER (Substitute, Combine, Adapt, Modify, Put on another use, Eliminate, and Reduce). Tahap ini dilakukan proses substitusi, penggabungan, adaptasi, modifikasi, penggunaan lain, eliminasi, dan reduksi dengan mengacu pada dua konsep lainnya.
Konsep final tersebut kemudian dikembangkan dalam bentuk purwarupa. Hasilnya purwarupa aplikasi yang dinamai “ecoGlide”.
Kesimpulan dan Saran
Tahapan terakhir adalah evaluasi aplikasi ecoGlide untuk mengukur kinerja aplikasi dengan dua metode. Yakni pengujian ke-mampu-pakaian atau Usability Testing, dan pengujian kualitas persuasif dengan metode User Experience Diary dan Co-Discovery.
Pengujian ke-mampu-pakaian atau Usability Testing dilakukan untuk menemukan kekurangan pada antarmuka aplikasi ecoGlide. Pengujian melibatkan delapan orang pengguna. Pengujian menggunakan lima kriteria yakni efektivitas, efisiensi, kepuasan, kegunaan, dan kemampuan dipelajari.
Skor efektivitas dan efisiensi aplikasi ecoGlide masing-masing 91 persen dan 71,43 persen, keduanya melampaui nilai minimum yang dapat diterima yakni 70 persen. Selanjutnya rata-rata kriteria kepuasan, kegunaan, dan kemampuan belajar seluruhnya melampaui nilai minimum yang dapat diterima.
Pengujian kualitas persuasif aplikasi ecoGlide menghasilkan data kualitatif. Subkategori aspek persuasif yang paling dominan adalah Reward Driven, yakni kemampuan aplikasi untuk mempengaruhi perubahan perilaku pengguna dengan menggunakan sistem reward. Daya tarik dan nilai reward yang diberikan dapat mendorong pengguna agar lebih sering menggunakan transportasi umum. Kemudian emosi positif pengguna juga memainkan faktor penting dalam mengembangkan sisi persuasif aplikasi tersebut.
Peneliti menilai masih ada beberapa aspek dalam purwarupa aplikasi ecoGlide yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Pertama membuat purwarupa yang kompatibel untuk berbagai jenis layar smartphone. Ada beberapa jenis smartphone karena ukuran layarnya yang relatif lebih kecil membuat pengguna harus menggulirkan layar untuk melihat menu utama. Hal teknis ini bisa memberikan bias pada saat mengevaluasi kegunaan aplikasi.
Saran selanjutnya agar menggunakan penilaian pengalaman pengguna aplikasi purwarupa ecoGlide untuk melakukan evaluasi kegunaan dari sisi persuasif aplikasi untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih akurat. Purwarupa ecoGlide perlu dikembangkan menjadi purwarupa kerja yang benar-benar dapat dipergunakan dalam situasi nyata.
*Artikel RISET UNPAR terbit sebagai bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Unpar Bandung