• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #42: Gunung Koromong Baleendah, Sisa Gunung Api di Pesisir Danau Bandung Purba

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #42: Gunung Koromong Baleendah, Sisa Gunung Api di Pesisir Danau Bandung Purba

Gunung Koromong, berada di perbatasan antara Baleendah dan Arjasari, merupakan bagian dari Bukit Barisan Baleendah. Dari puncaknya, terhampar pemandangan memikat.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Sisi utara Bukit Barisan Baleendah dilihat dari Jalan Siliwangi, Desember 2022. Tampak Gunung Geulis (paling kiri) sebagai gunung tertinggi, Gunung Heulangngambang (paling kanan), dan Gunung Koromong (bagian tengah). (Foto: Gan Gan Jatnika)

26 Desember 2022


BandungBergerak.id - Dari kejauhan terlihat beberapa titik kepulan asap putih di lereng utara Pegunungan Baleendah, tidak jauh dari titik puncak Gunung Koromong. Ternyata asap itu bukan berasal dari kebakaran hutan, melainkan dari proses pembakaran kayu dalam sekam sebagai bagian dari pembuatan arang. Sebagian warga di kaki Gunung Koromong memang berprofesi sebagai pembuat arang menggunakan bahan kayu keras. Bahannya diperoleh dengan membudidayakan tanaman kayu di lereng gunung

Lokasi dan Akses

Gunung Koromong terletak di sebelah selatan dari pusat Kota Bandung. Jika ditarik garis lurus, jaraknya sekitar 12 kilometer. Gunung ini berada di perbatasan antara Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah dengan Desa Wargaluyu, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung.

Ketinggian Gunung Koromong mencapai 996 meter di atas permukaan laut (Mdpl) berdasarkan peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), lembar peta 1208-633, edisi I-1999 dengan judul peta: Soreang, skala 1:25.000.

Menurut Peta Geologi Regional Lembar Jawa Bagian Barat tahun 1998, jenis batuan di Gunung Koromong termasuk batuan gunung api plistosen dan merupakan rempah gunung api lepas bersusunan andesit-basal bersumber dari gunung api tua. Bongkah batuan ini terlihat di sekitar aliran sungai yang memasuki Kampung Cipancur serta di area perkebunan di atasnya. Batuan serupa ditemukan juga di perjalanan mendekati puncak Gunung Koromong.

Salah satu kampung terdekat di kawasan gunung ini adalah Kampung Cipancur, yang terletak di Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah. Penduduknya memiliki beragam mata pencarian. Ada yang beternak, bertani, dan berkebun, serta ada juga yang menjadi pengrajin arang kayu. Kayu hasil olahannya dipasarkan ke beberapa daerah di Bandung dan sekitarnya.

Nama Kampung Cipancur berasal dari keberadaan sumber mata air yang airnya memancur keluar dari dalam tanah. Sumber air ini jarang kering walaupun di tengah musim kemarau. Masih di Kampung Cipancur, terdapat juga beberapa mata air lain. Salah satunya mata air Cikahuripan yang berada di dekat jalur pendakian menuju puncak Gunung Koromong.

Untuk menuju Kampung Cipancur dari Pusat Kota Bandung, kita bisa terlebih dahulu menuju Tugu Juang Siliwangi di Bundaran Baleendah. Setelah itu, kita mengambil jalan ke arah timur. Tidak terlalu jauh dari sana, kita akan menemukan sebuah jalan dengan gapura bertuliskan “Selamat Datang Di Taman Wisata Situ Sipatahunan Baleendah”.

Kita menyusuri jalan tersebut lalu berbelok ke kiri setelah melewati Situ Sipatahunan. Sekitar satu kilometer dari gapura, kita akan tiba di sebuah bangunan masjid, namanya Masjid Al Makmur. Di halaman mesjid ini kita bisa menitipkan kendaraan. Terdapat pula sebuah warung untuk belanja tambahan makanan dan minuman sebagai bekal perjalanan mendaki.

Menggunakan informasi petunjuk arah secara daring, kita bisa mengetikkan kata kunci “Situ Sipatahunan” atau “Gunung Koromong Baleendah” di mesin pencari, nantinya peta serta arah menuju ke lokasi akan ditampilkan.

Mata air Cikahuripan yang digunakan warga Kampung Cipancur untuk memenuhi kebutuhan air bersih,mengalir dari lereng Gunung Koromong, Desember 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Mata air Cikahuripan yang digunakan warga Kampung Cipancur untuk memenuhi kebutuhan air bersih,mengalir dari lereng Gunung Koromong, Desember 2022. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Jalur Bersahabat Menuju Puncak Gunung Koromong

Pagi hari dan menjelang senja adalah waktu terbaik untuk mendaki menuju puncak Gunung Koromong. Apalagi ketika cuaca sedang cerah. Lanskap pemandangan alam yang memikat akan terhampar di depan mata.

Langit biru dan udara segar akan kita dapatkan ketika mendaki di pagi hari. Sementara itu, dalam pendakian sore hari, kita akan disambut oleh lembayung jingga dan kecantikan mentari menjelang tenggelam. Lain cerita jika kita mendaki saat siang. Terpaan sinar matahari akan menjadi teman perjalanan dan akan semakin terasa menyengat ketika kita berada di puncak.

Ada beberapa jalur pendakian menuju Gunung Koromong, di antaranya melalui Manggahang dan Kampung Ciruum, atau juga melalui Kampung Cipancur yang saat ini paling banyak dipilih.

Dari awal pendakian di tempat parkir di halaman samping Masjid Al Makmur, kita berjalan menuju selatan ke ujung kampung.  Di area perkampungan, sebelum memasuki jalan setapak menuju jalur pendakian, banyak belokan dan percabangan yang bisa membuat bingung bagi yang belum pernah ke sana sebelumnya. Solusinya adalah bertanya kepada warga yang dengan ramah akan memberi tahu arah jalan.

Saat tulisan ini dibuat, Desember 2022, tidak ada tiket masuk yang dikenakan kepada para pendaki. Biaya parkir pun seikhlasnya saja. Padahal beberapa tahun lalu pernah ada pengelolaan dari pihak Karang Taruna. Akibat pandemi Covid-19, pengelolaan turut mandek.

Meninggalkan area kampung, perjalanan mendaki akan berlanjut menyusuri jalan tanah yang menanjak dengan kanan-kirinya berupa kebun. Tanjakan yang cukup menguras tenaga dan terasa panjang ini akan berakhir di sebuah kawasan rumpun bambu dengan jalan setapaknya bercabang dua. Cabang ke kanan atau utara menuju Gunung Tikukur dan Gunung Heulangngambang, sedangkan cabang ke kiri atau selatan menuju puncak Gunung Koromong.

Bagi penggemar geowisata yang tertarik akan potensi sumber daya alam,  lanskap, batuan, strukturgeologi, dan sejarah kebumian, perjalanan menuju puncak Gunung Koromong terasa lebih menarik. Mendekati puncak, semakin jelas jejak sejarah kegunungapian yang pernah ada. Lapisan tanah berupa material batuan tuff bisa dijumpai. Terdapat pula banyak fenomena pelapukan batuan secara alami melalui proses spheroihedral weathering atau pengelupasan kulit bawang di sepanjang jalan setapak mendekati puncak.

Perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu kurang lebih satu sampai satu setengah jam. Jalurnya sudah terlihat cukup jelas. Ragam tumbuhan bambu dan kaliandra mendominasi di sepanjang jalur pendakian. Terdapat dua jenis kaliandra yang ditemui, yakni calliandra calothyrsus yang mempunyai bunga berwarna merah dan calliandra tetragona  yang memiliki bunga warna putih.

Setibanya di puncak, kita akan menemukan hamparan terbuka yang cukup luas. Terdapat dua buah tugu dengan ukuran yang relatif pendek sebagai penanda ketinggiannya. Pemandangan bentang alam pegunungan Bandung Raya bisa dilihat hampir 360 derajat. Demikian pula cekungan yang dahulunya merupakan Danau Bandung Purba bisa dinikmati. Cekungan yang sekarang dipadati oleh bangunan beragam bentuk dan fungsi, sebagai penunjang aktivitas kehidupan masyarakat Bandung Raya.

Danau Bandung Purba yang terbentuk sekitar 105 ribu tahun yang  lalu mulai surut  memasuki masa 16 ribu tahun yang lalu. Gunung Koromong yang berada di Pegunungan Baleendah termasuk bagian dari pesisir danau tersebut.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #41: Gunung Sanggara, Menikmati Kekayaan Hutan Tropis di Petilasan Ciung Wanara
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #40: Gunung Masigit dan Pasir Malang, Dua Keindahan Tersembunyi di Kawasan Tahura Djuanda
KOLOM GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #39: GUNUNG SINGA SOREANG, PESONA BENTANG ALAM DAN FOSIL GUNUNG API PURBA GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #39: Gunung Singa Soreang, Pesona Bentang Alam dan Fosil Gunung Api Purba

Toponimi, Sejarah Nama Gunung Koromong

Menelusuri jejak toponimi atau hal ihwal nama sebuah tempat selalu menarik karena dari toponimi bisa didapat informasi tentang sejarah, budaya, ataupun hal lainnya terkait suatu tempat. Demikianlah Gunung Koromong mengundang rasa penasaran untuk mengetahui asal mula penamaannya.

Merujuk sebuah peta lama zaman Belanda, gunung ini pernah memiliki nama yang lain, yaitu Gunung Semprong. Namun pada peta-peta zaman Belanda lainnya, semisal peta tahun1930 skala 1:50.000 namanya sudah tertera sebagai Gunung Koromong.

Kata koromong mengingatkan pada sebuah alat musik tradisional yang digunakan pada pertunjukan seni, yakni gambang koromong. Gambang koromong, yang berasal dari Betawi, merupakan perpaduan antara alat musik tradisional dengan alat musik adaptasi dari Tionghoa. Seni musik ini dinamakan demikian karena menggunakan dua alat musik sebagai perangkat utamanya, yaitu gambang dan koromong. Koromong bentuknya seperti gong atau gong kecil yang disusun berbaris dalam sebuah kotak. Biasanya terdiri dari 10 gong kecil dan dibagi menjadi dua barisan.  

Sebelum populer sebagai bagian dari kesenian gambang kromong, alat musik ini sudah ada lebih dulu di daerah Sumedang. Dalam website Kemdikbud pada halaman Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI) diterangkan bahwa sesuai daftar nomor 2013003052 tahun 2013, alat musik koromong sudah ditetapkan sebagai kesenian asli yang berasal dari Sumedang.

Bisa jadi penamaan gunung ini karena bentuknya yang mirip alat musik tersebut. Atau ada cerita yang menyebutkan bahwa dahulu sesekali terdengar suara seperti alat musik koromong yang ditabuh.

Dari penuturan Kang Oyib, warga lokal yang saat ini menjadi pengelola jalur pendakian Gunung Koromong, kita bisa mengetahui sejarah penamaan Gunung Koromong yang dikisahkan secara turun-temurun oleh leluhurnya. Dipercayai, penamaan koromong berasal dari zaman kerajaan yang dahulu berkuasa di daerah tersebut. Dipicu oleh sesuatu hal, pembesar kerajaan menyembunyikan alat musik koromong milik kerajaan di gunung ini sehingga diperolehlah nama Gunung Koromong.

Kang Oyib menyebut sebuah nama yang berhubungan dengan kerajaan tersebut, yaitu Krapyak. Dalam sejarah, yang disebut dengan Krapyak pada masa lalu adalah sebuah lokasi tempat bertemunya aliran dua sungai, yaitu Cikapundung dan Citarum. Lokasinya di daerah Dayeuhkolot sekarang.

Dua buah tugu penanda ketinggian di puncak Gunung Koromong yang berupa area terbuka, desember 2022. Di belakangnya, tampak Gunung Malabar dan GunungTilu. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Dua buah tugu penanda ketinggian di puncak Gunung Koromong yang berupa area terbuka, desember 2022. Di belakangnya, tampak Gunung Malabar dan GunungTilu. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Satuan Batuan Baleendah Vulkanologi (BV)

Gunung Koromong adalah bagian dari Pegununungan Baleendah, pegunungan yang membujur barat-timur dengan beberapa unggulan atau puncak. Terdapat lebih dari 20 gunung atau pasir sehingga para pendaki menyebutnya dengan Bukit Barisan Baleendah. Puncak tertingginya ada di Gunung Geulis dengan ketinggian 1.154 mdpl.

Di sebelah utara Gunung Koromong ada Gunung Tikukur, Gunung Cadasgantung, dan Gunung Heulangngambang. Sedangkan di sebelah timurnya terdapat Pasir Dogdog dan Gunung Gadog. Lebih ke timur lagi ada Gunung Geulis, Gunung Pabeasan, Gunung Pipisan, dan yang lainnya.

Dalam Peta Geologi  Daerah Bandung Selatan (Silitonga, 1973), batuan Gunung Koromong dan Bukit Barisan Baleendah disebut dengan Satuan Batuan Gunung Api Baleendah atau Baleendah Vulkanologi disingkat BV. Usianya ditaksir sekitar 2-3 jutaan tahun.

Dalam tulisan Sutikno Bronto, Achnan Koswara, dan Kaspar Lumbanbatu,  Stratigrafi Gunungapi Daerah Bandung Selatan (2006), terdapat keterangan sebagai berikut: “Berdasar analisis morfostratigrafi, terdapat tiga fase gunung api purba. Fase pertama adalah kerucut gunung api tertua yang terletak di bagian timur dengan puncak sekarang Gunung Bukitcula yang berumur 3,20 juta tahun (Sunardi & Koesoemadinata, 1999). Fase kedua merupakan kerucut gunung api di sebelah barat dengan puncak Gunung Geulis dan Gunung Pipisan yang berumur 2,80 juta tahun. Fase ketiga adalah kerucut gunung api di sebelah selatan-tenggara yang membentuk morfologi seperti bulan sabit membuka ke barat daya. Puncak sisa gunung api purba fase ketiga ini adalah Gunung Tikukur (1.020 m). Tubuh bagian selatan kompleks Gunung Baleendah ini sudah terpotong oleh sesar dan menjadi blok turun yang kemudian ditutupi oleh batuan gunung api Malabar, namun demikian morfologi fasies proksimal lereng utara Gunung Baleendah ini masih terlihat cukup jelas.”.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//