• Kampus
  • Pemerintah Didorong Perluas Subsidi dan Bansos bagi Masyarakat Miskin

Pemerintah Didorong Perluas Subsidi dan Bansos bagi Masyarakat Miskin

Percepatan pemulihan ekonomi nasional membutuhkan program terobosan berdasarkan skala prioritas dan akal sehat.

Tempat parkir di Stasiun Kiaracondong, Bandung, Senin (19/9/2021). Transportasi sempat lumpuh diterpa pandemi Covid-19 selama hampir dua tahun. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana16 Oktober 2021


BandungBergerak.idPemerintah dituntut mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pagebluk Covid-19. Salah satu terobosan yang perlu dilakukan ialah memperluas subsidi dan bantuan sosial atau bansos bagi masyarakat miskin. Pemerintah juga harus bekerja berdasarkan prioritas.

Terobosan tersebut bagian dari kebijakan strategis dalam peningkatan konsumsi di masyarakat. Strategi lainnya diperlukan untuk sektor investasi, ekspor dan impor, maupun fiskal.

“Ada dua terobosan yang penting dalam kebijakan peningkatan konsumsi yaitu pertama, meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat melalui percepatan dan peningkatan serta perluasan subsidi dan bansos untuk masyarakat miskin dan rentan miskin. Kedua, memperluas stimulus agar masyarakat menengah ke atas dapat meningkatkan konsumsinya,” kata Chandra dalam Seminar Nasional Peran Kementerian Hukum dan HAM dalam Mengakselerasi Indonesia Sehat dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Selasa (12/10/2021).

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 menyebabkan dampak signifikan terhadap masyarakat, kegiatan usaha terganggu, perusahaan mengalami kerugian, PHK besar-besaran, terdampaknya UMKM sehingga menyebabkan penurunan konsumsi, investasi, ekspor impor, maupun fiskal yang semuanya berakibat turunnya pertumbuhan ekonomi.

Agar ekonomi segera bangkit, Chandra mengusulkan lima strategi terkait kebijakan peningkatan investasi, di antaranya memperluas dan meningkatkan insentif pajak dan insentif kepabeanan dan cukai, memberi kelonggaran persyaratan kredit/pembiayaan/pendanaan bagi pelaku usaha, memberikan keringanan pembayaran kredit bagi pelaku usaha khususnya UMKM, mengembangkan dan memperkuat ekosistem digital bagi para pelaku usaha khususnya UMKM, serta mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif dan mendorong kredit swasta untuk mendukung sektor riil yaitu suku bunga rendah.

“Dalam kebijakan ekspor dan impor diperlukan untuk memperluas dan meningkatkan insentif pajak dan insentif kepabeanan dan cukai, penyederhanaan serta pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) ekspor impor, serta percepatan layanan proses ekspor-impor,” tutur Guru Besar FIA UI.

Sedangkan dalam kebijakan fiskal, Chandra berpendapat agar pemerintah mempertahankan dukungan fiskal jangka pendek untuk mengurangi risiko peningkatan kemiskinan dan menopang permintaan. Selain itu, strategi fiskal jangka menengah yaitu rencana yang jelas untuk meningkatkan lebih banyak penerimaan pajak sehingga dapat meningkatkan ruang fiskal.

Namun, untuk mewujudkan pemulihan ini diperlukan koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga di sektor moneter, keuangan maupun fiskal. Hal ini disebabkan selama ini masih tumpang tindihnya aturan antar lembaga dalam menangani pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

“Koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga perlu ditingkatkan untuk menjaga harmonisasi orkestra kebijakan, sehingga stabilitas indikator makroekonomi dapat terjaga serta dapat mempertahankan kredibilitas, stabilitas dan menjaga sentimen pasar yang positif dan stabil,” tutup Dekan FIA UI tersebut.

Baca Juga: Pil Covid-19 Buatan Amerika Serikat Diklaim Ampuh Kurangi Kasus Rawat Inap dan Kematian
Ratusan Ribu Warga Jabar Mengalami Kemiskinan Ekstrem
Ombudsman Jabar Buka Layanan Pengaduan Warga terkait Pelanggaran Prokes PTM Terbatas

Kebijakan Prioritas

Dias Satria, dosen FEB Universitas Brawijaya, memerinci langkah-langkah strategis apa yang harus diambil pemerintah di masa pagebluk ini. Antara lain, membangkitkan solidaritas ekonomi lokal, insentif kebijakan untuk mendukung ekonomi lokal, realokasi anggaran untuk kebutuhan mendesak dan strategis, kebijakan targeted saja pada yang paling terdampak atau yang paling memberikan value paling tinggi untuk mengurangi resiko Covid-19.

“Hal paling simple yang bisa dilakukan di era Covid19 dan recovery adalah mengembalikan kembali kejayaan ekonomi lokal (UMKM). Kita bisa melakukan gerakan support produk-produk lokal, membatasi import untuk menjaga cadangan devisa dan rupiah,” paparnya, mengutip laman resmi UB.

Dukungan juga perlu diberikan kepada sektor pertanian yang dinilai berjasa di masa orang-orang tengah bertahan sekaligus membutuhkan pasokan makanan sehat.

“Kita dorong industri-industri baru maupun lama untuk terus berproduksi menciptakan inovasi produk (hilirasi) sektor-sektor pertanian, perkebunan (primer) yang memang saat ini urgent dibutuhkan masyarakat,” katanya.

Tak kalah pentingnya, menggulirkan kampanye kembali ke produk lokal untuk memperbaiki cadangan devisa dan nilai tukar. UMKM harus kembali berkibar pascarecovery Covid-19. Dan pemerintah diingatkan agar bisa melakukan kebijakan yang prioritas.

“Analisa siapa yang paling, paling, dan paling terdampak. Ingat, anggaran pemerintah terbatas, personel pun terbatas. Sehingga dipikirkan betul siapa yang paling terdampak. Bekerja dengan Prioritas!” katanya.

Menurutnya, kebijakan publik tidak akan efektif tanpa dukungan masyarakat, komunitas, tokoh masyarakat dan lainnya. Sehingga diperlukan upaya merangkul mereka agar kebijakan bisa lebih kredibel.

Terakhir, krisis Covid-19 jangan sampai berevolusi menjadi krisis kepanikan dan ketidakpercayaan diri. Inilah yang harus dikembalikan di masyarakat, bahwa pemerintah adalah really otoritas yang mampu menyelesaikan ini dengan terpadu, terencana dan terukur.
“Maka kunci apa yang dilakukan pemerintah adalah transparansi dan “akal sehat”. Dalam hal ini, maka kerjasama dan kolaborasi medis (kesehatan), IT dan riset di bidang farmasi harus dilakukan untuk menangkal Covid19-20-21 dan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi di masa depan,” paparnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//