Plastik Berbahaya bagi Umat Manusia dan Lingkungan, Sudah Waktunya Berhenti Menggunakannya
Plastik kebanyakan dipakai hanya untuk sekali pemakaian. Ketika menjadi sampah, plastik sulit terurai selama ratusan tahun. Plastik menjadi mikroplastik berbahaya.
Penulis Tofan Aditya9 Januari 2023
BandungBergerak.id - Pemerhati lingkungan medesak sektor bisnis dan pemimpin dunia agar menghapus plastik sekali pakai demi mengatasi polusi sampah plastik dan krisis iklim. Sekitar 400 juta ton plastik diproduksi setiap tahunnya, namun kurang dari 10 persen yang didaur ulang.
Produksi dan konsumsi plastik yang masif memberikan dampak yang membahayakan bagi lingkungan dan umat manusia. Dampak tersebut antara lain memanasnya suhu iklim global akibat pembakaran atau pemanasan sampah plastik dengan insinerator, menghancurkan sumber daya alam, merusak lingkungan, menyebabkan masalah kesehatan, dan menyumbat pembuangan sampah, sampai mencemari lautan.
Demi mewujudkan upaya tersebut, pada 6 Januari 2023, beberapa kota di belahan dunia menyelenggarakan aksi kampanye bertajuk ‘Refuse Single Use Day’. Aksi ini merupakan rangkaian ‘Bulan Nol Sampah’ yang diinisiasi oleh Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA), gerakan akar rumput yang di dalamnya berisikan seribu lebih organisasi dari 92 negara.
Tujuan kampanye ‘Refuse Single Use Day’ adalah mendorong pemberhentian produksi sampah sekali pakai, dalam hal ini plastik.
“Plastik sekali pakai adalah monster yang ekstra jahat,” ungkap Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, dikutip dari websitenya.
Plastik sekali pakai adalah produk-produk yang diniatkan untuk digunakan sekali kemudian dibuang menjadi sampah. Sampah plastik jenis ini mudah sekali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari: kantong plastik (kresek), gelas plastik, alat makan plastik, botol minuman, kemasan makanan instan, dan styrofoam kemasan makanan.
Penggunaan plastik sekali pakai memang lebih praktis. Sayangnya kepraktisan tersebut harus dibayar mahal dengan proses penguraiannya yang sulit hingga ratusan tahun. Bahkan, setelah terurai menjadi mikroplastik, sampah jenis ini akan tetap mencemari lingkungan.
“Ironisnya plastik adalah materi kuat yang tahan ratusan tahun, tapi malah dirancang untuk dipakai hanya 30 menit lalu dibuang. Ini tidak masuk akal, dan ini harus disudahi,” lanjut Tina.
Baca Juga: Memperingati Bulan Nol Sampah Internasional, Melawan Jargon Salah Kaprah 'Waste to Energy'
Sungai-sungai Indonesia Banjir Mikroplastik, Jawa Barat Peringkat ke-10
Bahaya di Balik Kebijakan Membakar Sampah Kota Bandung
Dampak Serius Sampah Plastik
Sampah plastik sulit terurai secara alami, dirancang sekali pakai, dan kini digunakan oleh miliaran orang. Setiap waktunya, jumlahnya membludak karena produksi yang masif dan ketahanannya yang mencapai ratusan tahun. Hal tersebut memberikan dampak serius bagi lingkungan sosial manusia.
Dalam ‘Plastics crisis: challenges, advances and relationship with wastepickers’ yang dirilis GAIA, ada 6 hal yang menjadikan plastik berbahaya:
Bahan baku plastik diambil dari ekstraksi minyak yang dilakukan dengan cara mengebor tanah di darat atau di bawah laut. Pengeboran minyak ini biasanya menggunakan teknik fracking, yakni menyuntikkan ratusan zat beracun ke dalam tanah. Kemudian, hidrokarbon (yang menjadi bahan baku plastik) diangkut ke semua benua dan setiap tahun terjadi tumpahan besar yang menghasilkan dampak lingkungan yang serius terhadap ekosistem perairan dan darat;
Dalam memproduksi plastik, resin dicampur dengan bahan kimia beracun, yang membahayakan kesehatan pekerja di pabrik dan masyarakat sekitar karena mencemari udara, tanah, dan air;
Selama penggunaan produk plastik, kesehatan dipertaruhkan karena zat beracun yang terkandung di dalamnya dilepaskan selama masa pakainya. Zat beracun tidak bekerja dalam waktu singkat. Utamanya, zat beracun ini akan menyerang wanita dan anak-anak yang mengakibatkan masalah tumbuh kembang dan lainnya;
Cepat atau lambat, plastik akan dibuang menjadi sampah. Pembuangan sampah plastik adalah tanggung jawab moral industri yang merancang dan memasarkan produk tertentu. Banyak benda di sekitar kita saat ini seharusnya tidak ada, karena berbahaya bagi kehidupan di planet ini;
Daur ulang adalah proses industri dan karenanya menghasilkan limbah industri. Saat mendaur ulang plastik, aditif beracun yang dikandungnya tetap ada, baik dalam produk baru yang terbuat dari plastik bekas, maupun dalam limbah industri dari proses daur ulang yang akhirnya dipindahkan ke air, tanah, atau atmosfer. Selain itu, sebagian besar plastik tidak dapat didaur ulang secara efektif;
Dalam pembuangan akhir untuk plastik sering kali terdiri dari pembakarannya, yang melepaskan emisi beracun dan gas rumah kaca, atau menguburnya di tempat pembuangan akhir dan pembuangan. Namun, sejumlah besar lepas ke lingkungan;
Baik didaur ulang, dikubur, atau disebarkan di alam, plastik tetap berada di lingkungan selama ratusan tahun, karena merupakan bahan yang sepenuhnya buatan dan tidak terurai oleh alam. Semua jenis hewan mati karena terjerat benda plastik, atau tenggelam saat mencoba memakan benda plastik yang menyumbat sistem pernapasan dan pencernaannya, atau yang berhasil memakannya mati karena kekurangan gizi.
Selain itu, plastik tidak hilang, malah pecah menjadi potongan-potongan kecil yang dikenal sebagai mikroplastik, menimbulkan masalah yang masih belum diketahui dan mempengaruhi perkembangan sistem reproduksi dan kekebalan tubuh.
Penanggulangan Sampah Plastik di Kota Bandung
Dalam data yang dipublikasikan oleh Open Data Jabar, Kota Bandung menduduki peringkat pertama sebagai daerah penghasil sampah terbanyak di Jawa Barat. Pada 2021, Kota Bandung memproduksi sampah sampai 1.529,04 ton per hari, setara dengan 612 muatan truk sampah konvensional. Dalam data lain, Kota Bandung Dalam Angka 2022 menyebutkan bahwa sampah plastik menduduki peringkat kedua sebagai jenis sampah yang paling banyak diproduksi setelah sisa makanan dan daun, yakni 16,7 persen.
“Polusi plastik sudah mencapai titik yang kritis. Kita dapat memilih untuk hidup secara berbeda dan membangun cara yang lebih bijaksana serta lebih adil dalam memproduksi dan mengkonsumsi, dan ini tidak bisa hanya bergantung pada aksi-aksi individual,” tulis Arsi Agnitasari, Digital Campaigner untuk Greenpeace Indonesia.
Pemerintah Kota Bandung harus menyiapkan rencana yang matang dalam mengatasi permasalahan sampah plastik ini. Apalagi meningat semakin mepetnya waktu mewujudkan komitmen pemerintah Kota Bandung 100 persen bebas kantong plastik di 2025.
Berfokus hanya pada pengelolaan sampah setelah diproduksi tak berbeda dengan membuang air dalam sampan yang bocor. Jika tidak menutupi lubangnya, lambat laun sampan akan tenggelam.
“Terlepas dari pesan populer yang menekankan pentingnya perilaku individu dalam mengurangi limbah dan penggunaan plastik, dorongan untuk meningkatkan produksi plastik berasal dari investasi skala besar dalam infrastruktur produksi baru oleh perusahaan petrokimia,” ungkap John Ribeiro-Broomhead, lulusan program magister Universitas Stanford di bidang Ilmu Atmosfer dan Energi di laman resmi GAIA.