• Berita
  • Rekayasa Lalu Lintas ke Masjid Al Jabbar Dinilai tidak Efektif, Transportasi Publik dan Pelebaran Jalan Solusinya

Rekayasa Lalu Lintas ke Masjid Al Jabbar Dinilai tidak Efektif, Transportasi Publik dan Pelebaran Jalan Solusinya

Rekayasa lalu lintas membuat akses ke Masjid Al Jabbar semakin jauh. Transportasi publik menjadi solusi mengatasi kemacetan di jalan menuju Masjid Al Jabbar.

Pengunjung memadati Masjid Al Jabbar, Kelurahan Cimincrang, Gedebage, Kota Bandung, Jumat (13/1/2023). Pembangunan masjid yang menyedot perhatian publik kurang mendapatkan dukungan dari sarana dan prasarana jalan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul14 Januari 2023


BandungBergerak.idAkses jalan masuk dan keluar Masjid Al Jabbar sejak dibuka akhir Desember lalu padat dengan kendaraan pribadi, khususnya di Jalan Soekarno Hatta melalui Jalan Cimincrang. Jalanan yang sempit tidak mampu mengimbangi jumlah kendaraan pengunjung yang hendak mengunjungi objek wisata religi di Bandung timur ini.

Untuk mengurai kemacetan menuju Masjid Al Jabbar, Pemerintah Kota Bandung melakukan uji coba Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) pada Kamis dan Jumat (12-13/1/2023) lalu. Rekayasa jalan ini dinilai kurang efektif.

Salah seorang pengunjung Masjid Al Jabbar, Adi Gunawan menyampaikan kelemahan rekayasa jalan tersebut. Adi dan keluarganya jauh-jauh datang dari Jakarta dengan mobil pribadi untuk melihat kemegahan Masjid Al Jabbar.

Menurutnya, rekayasa jalan ke Masjid Al Jabbar hanya mengalihkan arus kendaraan dengan cara memutar ke Jalan Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Jalan SOR, dan Jalan Rancanumpang. Dengan rekayasa ini justru akses ke masjid semakin jauh. Idealnya, jalan setelah rel kereta api di Gedebage yang lebih dekat ke Masjid Al Jabbar tetap bisa dilalui dan diakses.

Selain itu, akibat dari akses yang memutar membuat parkiran mobil yang semula ada di bahu jalan sebelah timur menjadi tidak terpakai.

“Rekayasanya tidak efektif. Tidak harus memutar. Saya gak bisa bayangkan ketika Sabtu dan Minggu. Ini Jumat saja pengaturan lalu lintasnya seperti ini. Membuat lokasi parkiran yang disiapkan tidak terpakai dengan maksimal,” ungkap Adi, kepada BandungBergerak saat ditemui di beranda Masjid Al Jabbar, Jumat (13/1/2023).

Berbeda dengan Adi yang menggunakan mobil, Wulan (33) bersama suami dan anak-anaknya datang ke Masjid Al Jabbar menggunakan sepeda motor melalui Jalan Derwati. Wulan juga menilai rekayasa lalu lintas tidak sepenuhnya efektif.

Dengan rekayasa tersebut, posisinya kendaraan yang sudah mendekat 50 meter ke Masjid Al Jabbar harus berputar menjauh lagi sebelum sampai ke tempat parkir masjid. Yang harus dilakukan menurut Wulan adalah membenahi transportasi publik.

Wulan beralasan, akses jalan yang sempit membuat tidak semua kendaraan pengunjung akan leluasa. Belum lagi tidak semua pengunjung sebenarnya memiliki kendaraan pribadi. Di samping itu, tempat parkir yang ada juga dinilai tidak akan sanggup menampung jumlah kendaraan pengunjung membludak.

“Jadi harusnya transportasi publik dulu yang dibenahi, baru bikin ini nih (masjid). Maksudnya kan kita juga bisa jadi lebih khidmat ke masjidnya bukan buat tontonan doang,” ungkap Wulan.

Di sisi lain, ia tak memungkiri akan keindangan Masjid Al Jabbar dan fasilitas perpustakaan digital yang ada di dalamnya. Yang menjadi poin catatannya, saat bepergian dengan keluarga dibutuhkan waktu yang efisien di jalanan.

“Berangkat dengan anak harusnya bisa lebih cepat dan tenang. Karena mau mengajarkan anak untuk salat berjamaah juga, bukan hanya buat dilihat,” jelas Wulan.

Dampak Warga Sekitar

Setelah diresmikan pembukaannya pada 30 Desember 2022 lalu, warga sekitar banyak yang beralih profesi menjadi pedagang. Salah satunya Dado (31). Ia merupakan warga asli Cimincrang. Dado berprofesi sebagai karyawan swasta dengan sistem kerja shif. Setelah peresmian ia mencoba jualan sate maranggi dan minuman.

Keuntungan yang didapat cukup besar. Kepada BandungBergerak Dado mengaku sedang memikirkan mengenai resign kerja, karena keuntungan yang didapat dari berdagang lebih besar. Berdagang pun awalnya diniatkan sebagai kerja sampingan saja.

Letak rumah Dado persis di depan Masjid Al Jabbar. Ia mengakui jalan di depan rumahnya memang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah pengunjung yang datang.

“Kalau akses jalan kan memang kecil jadinya sering macet, banyak juga yang mengeluhkan. Mudah-mudahan bisa segera diperlebarlah,” ungkap Dado yang saat ditemui sedang mempersiapkan dagangan sate Maranggi.

Dado sudah mendengarkan selentingan kabar rencana pelebaran jalan sejak tahun lalu. Rumahnya pun akan berdampak, namun belum ada kepastian seberapa banyak lahan rumahnya harus dibebaskan oleh pemerintah untuk pelebaran jalan.

“Ya balik lagi kalau warga tidak menutup mata kalau harganya masuk ya setuju-setuju saja,” lanjutnya.

Terkait rekayasa jalan yang sedang diuji coba, Dado mengatakan ada beberapa warga lokal yang mengeluh karena harus berputar jauh. Ia pun menyarankan, dengan rekayasa lalu lintas yang berlaku, warga dapat diizinkan tidak harus memutar, melainkan bisa langsung melalui jalan Cimincrang.

Untuk menghindari pengendara lain mengikuti, warga bisa menunjukkan kartu pengenal kepada petugas bahwa dia tinggal di daerah itu.

Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2022 LBH Bandung: Masih Marak Kriminalisasi, Makin Sulit HAM Terlindungi
Sayap-sayap yang Terjerat
Rekayasa Jalan Menuju Masjid Al Jabbar dan Mendesaknya Pembenahan Transportasi Publik Kota Bandung

Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar, Kelurahan Cimincrang, Gedebage, Kota Bandung, Jumat (13/1/2023). Pembangunan masjid yang menyedot perhatian publik kurang mendapatkan dukungan dari sarana dan prasarana jalan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Kemacetan di Jalan Cimincrang menuju Masjid Al Jabbar, Kelurahan Cimincrang, Gedebage, Kota Bandung, Jumat (13/1/2023). Pembangunan masjid yang menyedot perhatian publik kurang mendapatkan dukungan dari sarana dan prasarana jalan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Uji Coba Selama Dua Hari

Pemerintah Kota Bandung melakukan uji coba Manajemen Rekayasa Lalu Lintas selama dua hari di kawasan Masjid Raya Al Jabbar. Menurut Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna, rekayasa lalu lintas merupakan keniscayaan karena askes jalan ke Masjid Al Jabbar melalui jalan Cimincrang sempit dan tidak mampu menampung jumlah kendaraan pengunjung yang tinggi.

Selain rekayasa lalu lintas, upaya yang dilakukan oleh Pemkot Bandung untuk mengurai kemacetan adalah dengan mengoptimalkan kantung parkir dan tempat berdagang Pedagang Kaki Lima (PKL).

“Parkir itu ternyata tidak seperti kemarin yang disampaikan. Jumlah 1.500 itu ternyata akumulasi dari motor yang dipaksakan ke celah-celah, itu baru bisa. Kalau hanya untuk roda empat, ketersediaannya hanya sekitar 400. Itu data terbaru dari kepolisian yang baru saya terima,” terang Ema, melalui siaran pers.

Secara teknis, Kepala Bidang Prasarana Dinas Perhubungan Kota Bandung, Panji Kharismadi menjelaskan, rekayasa lalu lintas yang dilakukan adalah mengarahkan kendaraan yang masuk dari arah utara (Jalan Soekarno Hatta menuju Jalan Cimincrang) untuk belok kiri setelah melintasi rel kereta.

Kendaraan mobil pribadi dari Jalan Cimincrang akan diarahkan memutar ke arah GBLA, kemudian menyusuri jalan di sebelah jalan TOL, lalu masuk ke Jalan Rancanumpang dan muncul dari arah selatan Masjid Al Jabbar. Adapun bus dan kendaraan besar masuk melalui Gebebage selatan. Sebab Jalan Cimincrang hanya diperuntunkkan mobil kecil saja.

“Uji coba ini berlangsung dua hari. Kamis dan Jumat hari ini. Setelahnya, kami akan lakukan evaluasi dan untuk rekayasa setelah fase ujicoba ini, kita masih menunggu hasil penilaiannya,” ujar Panji.

Pantauan BandungBergerak di lapangan, arah jalan yang direkayasa diberikan petunjuk jalan. Personel keamanan banyak yang bersiaga, baik di jalan mengatur lalu lintas maupun di kawasan masjid.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//