• Berita
  • Rekayasa Jalan Menuju Masjid Al Jabbar dan Mendesaknya Pembenahan Transportasi Publik Kota Bandung

Rekayasa Jalan Menuju Masjid Al Jabbar dan Mendesaknya Pembenahan Transportasi Publik Kota Bandung

Pengunjung Masjid Al Jabbar bisa mencapai 3.000 warga setiap hari selama libur. Akses jalan menuju Masjid Al Jabbar, misalnya Jalan Cimincrang, berupa jalan sempit.

Wisatawan memasuki area Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Bandung, 8 Januari 2023. Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga masyarakat setiap hari selama libur yang berdampak pada kemacetan karena akses jalan hanya berupa jalan kampung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana12 Januari 2023


BandungBergerak.idDiresmikannya Masjid Al Jabbar di Kelurahan Cimincrang, Kota Bandung, menyedot perhatian masyarakat untuk berbondong-bondong bertamasya religi. Dampaknya, kemacetan di kawasan Gedebagi itu tak bisa dihindari. Pembangunan masjid yang disebut ikon baru Jawa Barat ini kurang memperhitungkan daya tampung jalan.

Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga setiap hari selama libur. Kedatangan mereka tentunya lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Di saat yang sama, akses jalan menuju Masjid Al Jabbar, misalnya Jalan Cimincrang, berupa jalan kampung yang sempit.

Sebagai salah satu cara yang ditempuh untuk mengurangi kemacetan di kawasan Cimincrang, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat menerapkan uji coba rekayasa lalu lintas bagi kendaraan yang akan menuju Masjid Al Jabbar, Kamis - Jumat (12-13/1/2023).

Menurut siaran pers Pemprov Jabar, rekayasa terutama dilakukan di Jalan Rancanumpang dan Jalan SOR GBLA. Kedua jalan tersebut akan diberlakukan sistem satu arah.

Diketahui, untuk menuju Masjid Raya Al Jabbar, masyarakat dapat menggunakan Jalan Cimincrang dan Jalan Gedebage Selatan. Kedua jalan ini masih tetap dapat digunakan seperti biasa.

Namun, Jalan Cimincrang yang merupakan jalan alternatif, tidak disarankan sebagai akses utama, dan hanya dapat dilalui kendaraan kecil saja.

Kendaraan dari arah utara atau Jalan Soekarno - Hatta menuju Jalan Cimincrang, dibelokkan menuju Jalan SOR GBLA melewati stadion lalu menuju arah Masjid Al Jabbar dengan berbelok kanan masuk ke Jalan Rancanumpang hingga sampai ke gerbang A Masjid Al Jabbar.

Adapun untuk bus dan truk dilarang melintas melalui Jalan Cimincrang, namun masih bisa melewati Jalan Gedebage Selatan.

Bagi kendaraan yang bergerak keluar kawasan Masjid Al Jabbar akan diarahkan melalui Sumarecon, menuju ke jalan Gedebage Selatan.

Pengunjung Al Jabbar wajib memarkirkan kendaraan di lokasi parkir yang telah disediakan. Terdapat empat titik parkir di kawasan masjid, yaitu parkir A, B, C, dan D.

Kantong parkir A dapat menampung 126 kendaraan roda empat dan 332 kendaraan roda dua. Kantong parkir B dikhususkan untuk kendaraan roda dua dengan kapasitas 214 unit.

Sementara kantong parkir C dikhususkan untuk roda empat dengan kapasitas 112 unit kendaraan. Kantong parkir D dapat digunakan untuk 46 kendaraan roda empat dan 152 kendaraan roda dua. Bus dapat memanfaatkan area parkir di sepanjang jalan samping rel di dalam kawasan Al Jabbar.

Semua kendaraan yang menuju kawasan Al Jabbar akan melalui gerbang masuk A. Untuk memudahkan masyarakat memahami alur lalu lintas, Dishub menyediakan rambu petunjuk sementara.

"Dengan demikian, mohon kesadaran masyarakat untuk lebih tertib mematuhi rambu lalu lintas, memaksimalkan ruang parkir di dalam kawasan masjid," ujar Kadishub Jabar A. Koswara, dihubungi Rabu (11/1/2023).

Koswara juga meminta para pedagang kaki lima berjualan pada lokasi yang telah ditetapkan. Serta kepada PKL agar dapat berjualan hanya pada lokasi yang sudah disepakati, dengan tetap mengutamakan ketertiban dan kebersihan.

Melonjaknya pengunjung juga meningkatkan produksi sampah. Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup Jabar, produksi sampah pengunjung Masjid Al Jabbar mencapai 6.250 liter per hari dalam satu pekan terakhir.

Baca Juga: Melihat Megahnya Masjid Al Jabbar dari Setumpuk Soal di Gedebage
Teruslah Terbang Tinggi, Riverside Forest!
Menanti Tanggung Jawab Pemulihan Lingkungan dan Warga Terdampak Megaproyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

Benahi Transportasi Publik

Destinasi baru, titik kemacetan baru. Ini terjadi ketika Masjid Al Jabbar diresmikan dan menjadi tujuan wisata religi bagi warga Bandung. Pembangunan masjid raya ini tidak memperhitungkan akses transportasi yang sudah lama jenuh.

Jalan utama menuju Gedebage di antaranya Jalan Ciwastra yang lebarnya hanya cukup dilalui dua mobil jenis minibus, relatif kecil untuk jalan menuju kawasan yang sudah lama digadang-gadang sebagai tempat pertumbuhan baru.

Nah, jalan-jalan di Kelurahan Cimincrang, tempat Masjid Al Jabbar berada, lebarnya lebih kecil dari Jalan Ciwastra. Jalan Cimincrang juga dikenal curam dan rawan. Bahkan Jalan Cimincrang khususnya Jembatan Ranca Sagatan pernah disorot Komisi A DPRD Kota Bandung. Kontur jalan yang curam di kawasan ini kerap membuat warga yang berkendara mengalami kecelakaan. 

Kemacetan lalu lintas di kawasan Gedebage merupakan potret lalu lintas secara umum di Kota Bandung yang sampai saat ini belum terpecahkan dan berkembang semakin rumit. Semakin macet suatu kota semakin rugilah warganya.

Pengamat transportasi Ofyar Z Tamin dalam artikel “Pemecahan Kemacetan Lalu Lintas Kota Besar” menyatakan kemacetan menimbulkan kerugian berupa pemborosan waktu, pemborosan bahan bakar, pemborosan tenaga maupun rendahnya tingkat kenyamanan berlalu lintas, sumber polusi udara dan suara.

Kemacetan disebabkan adanya ketimpangan antara meningkatnya kebutuhan transportasi dan rendahnya penyediaan fasilitas transportasi, di antaranya jalan dan transportasi publik. Ofyar mencatat pertumbuhan panjang dan luas jalan di Kota Bandung dalam kurun 1978-1983 hanya berkisat 2-4 persen, sedangkan jumlah kendaraan dalam kurun yang sama meningkat sebesar 9-19 persen.

Kini, menurut BPS Kota Bandung tahun 2018, total panjang jalan Kota Bandung 1.172,78 kilometer. Jalan tersebut berpotensi dilalui jutaan kendaraan setiap harinya.

Pada tahun 2005, jumlah potensi kendaraan di Kota Bandung tercatat sebanyak 651.584 unit. Empat tahun kemudian, pada 2019, jumlah potensi kendaraan meroket menjadi 1.102.115 unit. 

Kondisi itu diperparah dengan minimnya transportasi publik yang kurang mendapat perhatian dalam pembangunan tata kota. Merujuk data Kota Bandung Dalam Angka 2004-2021, jumlah angkutan publik di Kota Bandung justru menyusut dalam kurun waktu empat tahun terakhir.  Dari 15.139 unit angkutan publik pada tahun 2017, jumlahnya terus berkurang menjadi 14.178 unit pada tahun 2018, 13.610 unit pada tahun 2019, hingga 12.514 unit pada tahun 2020. 

Padahal menurut Ofyar, kunci mengatasi kemacetan suatu kota adalah memprioritaskan pembangunan angkutan umum yang terintegrasi.

“Pelayanan angkutan umum menggunakan prasarana secara lebih efisien dibangingkan penggunaan kendaraan pribadi, terlebih pada waktu-waktu sibuk. Untuk meningkatkan serta memperbaiki tingkat pelayanan angkutan umum, maka dapat ditempuh perbaikan operasi pelayanan melalui peningkatan frekuensi kecepatan dan kenyamanan, perbaikan sarana penunjang jalan seperti penentuan lokasi dan desain tempat perhentian dan terminal yang baik terutama memadukan moda transportasi berbeda (jalan dan rel) atau angkutan kota dan antarkota, juga dengan mengutamakan angkutan umum (misalnya jalur bus, prioritas bus, lamu lalu lintas, perhentian taksi, dan lainnya),” papar Ofyar.

Menurutnya, mengutamakan bus bertujuan mengurangi waktu perjalanan dan menjadikan bus lebih menarik untuk penumpang. Bus umumnya dioperasikan di kota-kota besar membawa penumpang dalam jumlah besar, sehingga pengurangan waktu perjalanan akan memberikan keuntungan cukup besar.

Bagaimana dengan Gedebage atau akses menuju Masjid Al Jabbar? Angkutan umumnya masih sangat terbatas. Contohnya Jalan Ciwastra-Jalan Darwati yang dilalui oleh tiga trayek angkutan kota, yaitu Ciwastra Cicaheum, Cijerah Ciwastra, dan satu unit angkutan pedesaan Sapan Majalaya.

Jam operasional angkot tentunya sudah diketahui umum dan memiliki banyak keluhan: tidak pasti. Lalu bagaimana akses langsung ke Masjid Al Jabbar? Tidak ada angkot sama sekali.  

Editor: Redaksi

COMMENTS

//