• Narasi
  • George Harrison The Beatles, Pionir Konser Amal di Dunia

George Harrison The Beatles, Pionir Konser Amal di Dunia

George Harrison eks personel The Beatles menjadi musikus pertama yang memelopori konser amal dunia. Dana konser disumbangkan ke Bangladesh.

Andika Yudhistira Pratama

Penulis tinggal di Padalarang

Cover buku The Beatles: Here, There and Everywhere karya Nancy J. Hajeski. (Sumber: books.google.co.id)

15 Januari 2023


BandungBergerak.idLiverpool merupakan kota pelabuhan penting di Inggris yang dikenal juga sebagai homebase dua klub sepakbola: Liverpool FC dan Everton FC, cum tempat lahirnya band legendaris The Beatles. Dikenal dengan potongan rambut poni (moptop) para personelnya, The Beatles mewarnai belantika musik dunia dari 1962 hingga 1970 dengan 13 album mereka.

Di balik kesuksesan The Beatles sebagai band, terdapat pula keberhasilan karier solo dari masing-masing personelnya pascabubar tahun 1970. Satu hal yang mungkin jarang diketahui, pada tanggal 1 Agustus 1971 George Harrison eks personel The Beatles menjadi musikus pertama yang memelopori konser amal di dunia dalam tajuk The Concert for Bangladesh. Jauh sebelum konser amal serupa, seperti Live Aid di Stadion Wembley, London, pada 1985.

George Harrison dan The Beatles

Lahir pada 25 Februari 1943, pemilik nama lengkap George Harold Harrison ini merupakan personel termuda The Beatles yang memainkan lead guitar dan menjadikannya sebagai salah satu gitaris terbaik di dunia. Mendapat julukan “The Quiet Beatle”, George Harrison merupakan musikus dunia pertama yang berhasil mengolaborasikan permainan alat musik dari timur dan barat dalam lagu Norwegian Wood yang dirilis tahun 1965 dalam album Rubber Soul.

Selama berkarier di The Beatles, George Harrison berada dalam bayang-bayang kebesaran John Lennon dan Paul Mccartney, hal ini menyebabkan lagu-lagu yang diciptakan George Harrison tidak banyak yang dirilis sebagai single atau masuk ke dalam album The Beatles. Salah satu karya George Harrison yang paling diingat berjudul Something. Di balik itu semua George Harrison adalah personel The Beatles pertama yang memiliki album solo yang bertajuk Wonderwall Music yang rilis tahun 1968 untuk soundtrack film Wonderwall besutan Joe Massot.

Baca Juga: Ketika Rupa Bertemu Musik
Musik Kota Bandung masih Kalah dengan Kota Lain, Benarkah?
Mukti Mukti dan Tema-tema Orang Pinggiran

Mendalami Budaya India

George Harrison merupakan satu-satunya personel The Beatles yang tertarik dengan budaya timur khususnya India. Mengutip dari Majalah Hai Klip #6 (2003, hlm. 24) “Pada tahun 1965 George mulai tertarik pada kebudayaan Timur. Ketertarikan itu bermula sejak membaca sebuah buku yang berisikan cerita tentang kebudayaan Asia berjudul The Illustrated Book of Yoga”.

Pada tahun 1965, The Beatles merilis lagu Norwegian Wood dalam album Rubber Soul, dalam lagu tersebut pertama kalinya George Harrison memainkan alat musik tradisional India yaitu Sitar. Hasil eksperimen George Harrison ini pada masa itu termasuk inovasi baru dalam sejarah musik barat modern yang menggabungkan musik barat dan timur.

Beberapa tahun setelahnya, George Harrison semakin sering memainkan sitar dalam album-album The Beatles, salah satunya di Album Revolver tahun 1966. Setelah itu, George Harrison melihat penampilan dan berkenalan dengan Ravi Shankar seorang pemain sitar dari India tahun 1967. Seperti dilansir The Guardian, sejak Ravi Shankar bermain di Monterey, dia menjadi sangat dikenal baik oleh para penggemar musik rock sekaligus di kalagan musisi rock.” Setelah itu, pada tahun 1968 George Harrison bersama personel The Beatles lainnya mengunjungi India untuk meditasi di bawah arahan guru spiritual Maharashi Mahesh Yogi. Setelah serangkaian perkenalannya dengan budaya India tersebut, George Harrison tercatat menjadi seorang pemeluk agama Hindu juga tergabung dalam kelompok Hare Krishna.

Konflik dan Krisis di Pakistan Timur Tahun 1971

Sebelum tahun 1947, Pakistan Barat dan Timur masih bagian dari Kemaharajaan Inggris di Asia Selatan. Penduduk di wilayah koloni Inggris ini merupakan wilayah yang heterogen, baik dari suku, agama, dan bahasa. Pemisahan Pakistan dari Kemaharajaan India tidak terlepas dari keputusan Inggris memberikan dua kedaulatan kepada koloninya tersebut. Mengutip dari Muhammad Ruslan Sejarah Pemikiran Pendirian Negara Pakistan (2015, hlm. 33), dua kedaulatan tersebut pertama diberikan kepada umat Hindu dan Islam di wilayah India pada tanggal 14 Agustus 1947. Tidak menunggu waktu yang lama, kelompok Islam di India memproklamirkan negara bernama Pakistan di bawah pimpinan Muhammad Ali Jinnah dengan ibukotanya Kachi hingga tahun 1955.

Hingga tahun 1971, secara geografis Pakistan terdiri dari Pakistan Barat dan Pakistan Timur, di mana kedua wilayah tersebut terpisahkan oleh India. Terdapat banyak sekali perbedaan di antara kedua wilayah Pakistan tersebut; wilayah barat (Pakistan sekarang) didominasi suku Punjabi yang berbahasa Urdu, sedangkan wilayah Timur (Bangladesh sekarang) didominasi suku Bengali yang berbahasa Bengali. Di samping perbedaan tersebut, kesenjangan sosial terjadi akibat penumpukan kekayaan negara yang dipusatkan di Pakistan barat. Percikan konflik mulai terjadi pada medio 1950-an, ketika bahasa Urdu ditetapkan sebagai bahasa resmi negara Pakistan. Hal ini, menimbulkan sikap kontra dari masyarakat di Pakistan Timur yang banyak tidak memahami bahasa Urdu. 

Tanggal 23 Maret 1971, konflik antara Pakistan Barat dan Timur meluas dan tidak dapat dikendalikan. Mengutip Edgar Thorpe dalam The Pearson General Knowledge Manual (2012, hlm. A. 125), pemicu konflik tersebut adalah pemilihan umum pada tahun 1970, dan memuncak pada bulan Maret 1971 dengan tajuk perang kemerdekaan Bangladesh. Sheikh Mujibur Rahman dari Partai Awami yang mendominasi Pakistan Timur meraih suara terbanyak di Pakistan Timur dalam pemilihan umum tersebut, tidak lama setelah itu terjadi gerakan pembangkangan sipil dan menyerukan kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan.

Pada 23 Maret 1971, orang-orang menurunkan bendera Pakistan dan membentangkan bendera Bangladesh. Hal ini pada akhirnya menimbulkan pertempuran sengit terjadi antara Mukti Bahini (tentara pembebasan) dan pasukan Pakistan yang ditempatkan di Pakistan Timur. Konflik yang berlangsung hingga Desember 1971 ini pada akhirnya menimbulkan korban sekitar 3.000 jiwa di seluruh Bangladesh.  

The Concert for Bangladesh

Satu Tahun pascabubarnya The Beatles, George Harrison menggelar konser amal bertajuk The Concert for Bangladesh di Madison Square Garden, New York, Amerika Serikat pada 1 Agustus 1971. Konser ini merupakan terobosan baru dalam sejarah musik dunia dan menjadi pelopor bagi konser-konser amal dunia hingga saat ini. Konser amal pertama ini digelar setelah George Harrison menerima permohonan bantuan dari Ravi Shankar, mengutip kembali The Guardian, “Ravi Shankar, seorang Bengali, meminta bantuan Harrison untuk menggalang dana bagi para korban perang di Pakistan Timur”. George Harrison segera merespons dengan mengajak sesama rekan musisi lainnya, tercatat Eric Clapton, Billy Preston, Leon Russel, Bob Dylan, Tom Petty, Ringo Starr, Ravi Shankar, juga band Badfinger turut hadir dalam gelaran konser amal tersebut.

Dilansir dari portal georgeharrison.com, Pemerintah India memperkirakan biaya perawatan yang dibutuhkan untuk para pengungsi sebesar $1 juta per hari. Bantuan asing hanya menyediakan sebagian kecil dari makanan, peralatan, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan. Konser amal ini adalah upaya untuk menggalang dukungan dunia untuk membantu Bangladesh yang terancam bencana kemanusiaan lebih besar.

Dalam gelaran konser amal ini dana yang berhasil dikumpulkan ditaksir mencapai $ 250.000 yang kemudian dikelola oleh UNICEF untuk disalurkan sebagai bantuan untuk 10.000.000 pengungsi di Bangladesh yang telah melarikan diri melintasi perbatasan ke India dengan sedikit harapan untuk selamat dari kelaparan dan penyakit yang tak terelakan. Dana bantuan bersumber dari hasil penjualan album dan film live konser untuk Bangladesh, terhitung pada tahun 1985 diperkirakan bantuan kedua dikirim dalam jumlah $ 12.000.000 melalui UNICEF.

Sebelum The Concert for Bangladesh terlaksana, perhatian publik terhadap krisis yang terjadi di Bangladesh sangat kecil, sehingga konser amal ini merupakan peristiwa yang penting. Keberhasilan konser amal ini menurut Ravi Shankar “membuat seluruh dunia dalam satu hari mengetahui nama Bangladesh.” Dikutip dari georgeharrison.com

Kemudian, Nancy J. Hajeski (2014) dalam The Beatles: Here, There and Everywhere menambahkan, George Harrison memberi warisan yang sangat besar kepada musikus-musikus setelahnya, The Concert For Bangladesh menjadi rujukan bagi konser amal setelahnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//