• Kolom
  • BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #16: Wali Kota Bandung, Senat RIS dan DPRS

BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #16: Wali Kota Bandung, Senat RIS dan DPRS

Negara Jawa Barat diubah namanya menjadi Negara Pasundan. Wiranatakoesoema sebagai wali negara atau presiden Negara Pasundan.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Pada 5 Maret 1948, parlemen sementara mengubah nama Negara Djawa Barat menjadi Negara Pasoendan. (Sumber: Keng Po, 6 Maret 1948)

17 Januari 2023


BandungBergerak.idSetelah Mochamad Enoch menjadi utusan Republik Indonesia di Yogyakarta untuk meninjau Konferensi Jawa Barat III di Bandung, antara 23 Februari-5 Maret 1948, agaknya ia tetap aktif di Paguyuban Pasundan dan tetap berkedudukan di Yogyakarta karena terkait pekerjaannya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Sementara Negara Jawa Barat diubah namanya menjadi Negara Pasundan pada 5 Maret 1948. Faktanya saya temukan dalam Keng Po edisi 5 Maret 1948. Dalam berita “Kabar Paling Blakang” dikatakan, “Dalem sidang pagi ini nama negara Djawa Barat telah dirobah mendjadi Pasoendan” dan “Menoenggoe installatie (pelantikan) dari Waki Negara Pasoendan jaitoe R.A.A.M. Wiranatakoesoema, sidang parlement Pasoendan ditoetoep hari ini.”

Keesokan harinya, 6 Maret 1948, Keng Po menyiarkan lebih lengkap perubahan dan pelantikan Wiranatakoesoema sebagai wali negara atau presiden Negara Pasundan. Dalam berita “Djawa Barat ganti Nama Pasoendan” dikatakan “Sebagimana kemaren di sebagian editie soedah dikabarken negara Djawa Barat selandjoetnja aken dinamaken Negara Pasoendan. Parlement sementara kemaren pagi dengen acclamatie telah trima baek motie, di mana dioesoelken aken gantiken nama Negara Djawa Barat dengen nama Negara Pasoendan”.

Bagaimana tanggapan Wiranatakoesoema saat diangkat menjadi wali negara? Dalam tulisan “Wiranatakoesoema Soeka Trima Djabatan Wali Negara” tersaji wawancara wartawan Antara dengan titimangsa Djokka, 5 Maart. Di situ dikatakan “Sala satoe redacteur dari Antara soedah koendjoengi ketoea Dewan Penasehat Agoeng dari Republiek Wiranatakoesoema jang diangkat mendjadi wali negara Pasoendan di roemah sakit Panti Rapih di Djokja”.

Redaktur Antara mengutip pernyataan Wiranatakoesoema, “’Tentoe saja soeka trima pemilihan itoe’, sekeanlah ketrangan Wiranatakoesoema, ‘maski dalem azas saja tida setoedjoe aken pisaken Djawa Barat dari Republiek, oleh kerna saja sedari bermoela sanget berhaloean republikeins’. Dengen tjara ati-ati Wiranatakoesoema njataken boeat menerima djabatannja ia aken mentjari pertanggoengan doeloe bagimana status sebenernja dari Djawa Barat”.

Selanjutnya dikatakan, “Atas pertanjaan apa pamerentah republiek soeka kasi idzin, aken ia trima djabatan itoe, Wiranatakoesoema bilang, ‘Saja pertjaja pamerentah republiek tida aken madjoeken kebratan, sebab kaloe saja nanti soedah ada di Djawa Barat, saja aken bisa berboeat lebih banjak goena noesa dan bangsa, daripada apa jang saja sebegitoe djaoe pernah berboeat di hari-hari jang telah liwat.”

Setelah Wiranatakoesoema terpilih pada sidang parlemen sementara tanggal 4 Maret 1948, ia dijemput ke Yogyakarta oleh Soejoso, Adil Poeradiredja, dan Thung Jie Leh, tiga wakil dari Negara Pasundan. Pada 19 Maret 1948, Wiranatakoesoema tiba di Andir (Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara) Bandung.

Paguyuban Pasundan Menjadi Parki

Di sisi lain, Paguyuban Pasundan, tempat bernaung Mochamad Enoch dan pembentuk fraksi di parlemen Negara Pasundan, berubah menjadi Partai Kebangsaan Indonesia (Parki). Perubahan tersebut, antara lain, disiarkan Keng Po edisi 2 Februari 1949, dalam tulisan bertajuk “Pagoejoeban Pasoendan djadi Partai Kebangsaan Indonesia”.

Di dalamnya dijelaskan, “Dari Bandoeng dikabarken bahoea conferentie Pagoejoeban Pasoendan telah ambil poetoesan aken mendiriken Partij Kebangsaan Indonesia toedjoeannja sebagi berikoet:

Mentjapei Republiek Indonesia Seriket jang merdika dan berdaulat.

Mentjapei Republiek Pasoendan jang merdika dalem lingkoengan Republiek Indonesia Seriket.

Mempertinggi keboedajaan Indonesia.

Mentjapei kemerdikaan berseriket dan berkoempoel, mengeloearken faham dan pikiran, baek dengen lisan maoepoen dengen toelisan.

Mentjapei kesempatan jang sama bagi tiap-tiap pendoedoek dalem hal mengadjar angen-angennja.

Mengadaken hak dan kewadjiban jang sama setjara rakjat terhadep negara”.

Pada praktiknya, Parki kemudian menjadi fraksi baru di parlemen Negara Pasundan. Fraksi ini terdiri atas 16 orang anggota yang diketuai oleh R. Djoendjoenan Setiakoesoemah dan sekretarisnya dr. Soeriasoemantri. Sedangkan Fraksi Nasional yang 80 persen anggotanya adalah anggota Paguyuban Pasundan dibubarkan dan bergabung dengan Parki (Keng Po dan Nieuwe Courant, 10 Februari 1949)

Parki termasuk yang menunjukkan sikap terhadap Konferensi Meja Bundar di Belanda. Saya menemukan faktnya dari tulisan “Sikep Parki terhadep Conferentie Medja Boender di Den Haag” (Keng Po, 4 Maret 1949). Di awalnya tertulis, “Pengoeroes Besar PARKI (Partai Kebangsaan Indonesia) di Bandoeng njataken pada Aneta-tentang sikepnja terhadep Conferentie Medja Boender sebagi berikoet:

Mendenger: pertimbangan Dewan Partai PARKI;

Menginget: bahoea penjeleseian politiek-Indonesia boekan sadja-hasrat rajat Indonesia, tetapi poela diharepken dengen-sanget oleh: seloeroeh doenia- goena perdamian internationaal;

Menimbang: bahoea ikoet-sertanja pemerentah Republiek Indonesia, sebagi sala satoe fihak ‘jang sanget berkepentingan dan jang berpengaroeh besar, adalah sjarat moetlak boeat tiap-tiap oesaha dalem penjeleseian politiek terseboet;

Berkejakinan: bahoea Conferentie Medja Boender di Den Haag hanja aken membawa hasil jang memoeasken djika pemerentah Republiek Indonesia ikoet serta”.

Selanjutnya, Parki bersama dengan Fraksi Kesatuan dan Partai Rakjat Pasundan (PRP) membentuk Front Nasional. Menurut Algemeen Handelsblad (16 Juli 1949), dalam sidang parlemen Negara Pasundan hari Jum’at, sebuah surat dari Front Nasional dibacakan. Isinya dimaksudkan bahwa semua anggota kabinet akan mengundurkan diri dan Perdana Menteri Mr. Djoemhana yang sedang menjabat akan ditugaskan untuk membentuk kabinet baru dengan cakupan lebih luas.

Namun, saya sendiri belum menemukan nama Mochamad Enoch sebagai salah seorang anggota parlemen Negara Pasundan. Ini terbukti dari daftar anggota parlemen yang tercatat dalam Zakboek Parlemen Pasoendan 1948-1949 dan Zakboek Parlemen Negara Pasoendan Tahun 1949.

Dalam Zakboek Parlemen Pasoendan 1948-1949, yang tercatat menjadi anggota Fraksi Nasional adalah R.S. Soeradiradja, R. Ahmad Atmadja, R.G. Soeriasoemantri, R. Mashoed, R.H. Djaliel, R. Natalegawa, R. Martahadiprawira, Agoes Moegni, S. Wiratmana Abdoerachman Hasan, R. Ating Atmadinata, dr. Moesa Sastranagara, R. Otto Koesoemah Soebrata, R. Tg. Tirtasoejatna, dan R. Ranoewidjaja.

Dalam Zakboek Parlemen Negara Pasoendan Tahun 1949, anggota Fraksi Parki adalah R. Djoendjoenan Setiakoesoemah. R.G. Soeriasoemantri, R. Ahmad Atmadja, R. Mashoed, R.H.A. Djaliel, R.A. Natalegawa, R.A. Moegni, H. Wiratmana, R. Ating Atmadinata, R. Moesa Sastranegara, R. Martahadiprawira, R. Tg. Tirtasjoejatna, R. Agoes Wangsawidjaja, R. Boeldan Djajawigoena, I. Wirasoepena, R. Tg. S. Nataamidjaja, R.O. Soebrata, R.S. Soeradiradja, dan Moh. Koerdie.

Baca Juga: BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #13: Menghidupkan Lagi Paguyuban Pasundan
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #14: Anggota DPA, Wali Kota Yogyakarta, dan Menteri PU
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #15: Peninjau Konferensi Jawa Barat III

Paguyuban Pasundan berubah nama menjadi Partai Kebangsaan Indonesia (Parki). (Sumber: Keng Po, 2 Februari 1949)
Paguyuban Pasundan berubah nama menjadi Partai Kebangsaan Indonesia (Parki). (Sumber: Keng Po, 2 Februari 1949)

Wali Kota Bandung dan Anggota Parlemen

Bila ditelusuri, Mochamad Enoch menjadi anggota parlemen Negara Pasundan agaknya setelah dia diangkat menjadi wali kota Bandung. Proses pengangkatannya sebagai wali kota agak terbilang panjang. Oleh karena itu, agar gambarannya lebih lengkap saya akan membahas lebih dulu mengenai wali kota Bandung sebelum Mochamad Enoch.

Di masa Bandung berada di bawah Negara Pasundan, yang menjadi wali kota Bandung adalah E. Croes. Semula dia asisten residen. Pada akhir November 1948, Croes diangkat menjadi wali kota Bandung oleh Wali Negara Pasundan Wiranatakoesoema (De Nieuwsgier dan Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30 November 1948). Sidang umum dewan Kota Bandung dengan Wali Kota Croes terjadi pada minggu kedua Februari 1949 (Nieuwe Courant, 10 Februari 1949).

Empat bulan kemudian, Nieuwe Courant (16 Juni 1949) mengabarkan ihwal calon-calon bumiputra yang akan dipilih menjadi wali kota Bandung. Semuanya ada empat kandididat yang dijagokan, yaitu Ir. Oekar Bratakoesoemah, R. Mochamad Enoch, R.A.A. Abas Nataatmadja dan R.Tg. Nataamidjaja.

Dari De Vrije Pers (26 November 1949) dan Nieuwe Courant (28 November 1949) yang menyiarkan lagi berita dari kantor berita Aneta tanggal 25 November 1949, saya tahu E. Croes dipensiunkan secara terhormat sebagai wali kota Bandung sejak 1 Desember 1949. Sebagai penggantinya, Aneta dengan keliru menyebutkan nama Raden Enoeh Kartaparadja. Padahal seharusnya Mochamad Enoch.

Dalam berita disebutkan, Croes akan digantikan oleh Raden Enoeh Kartaparadja, bekas murid MOSVIA, yang kemudian menjadi commiesredacteur Kabupaten Cirebon, tempat dia juga menjadi gemeenteraadslid (anggota dewan kota) dan loco-burgemeester (penjabat wali kota) Cirebon. Posisi terakhir Enoeh Kartapradja adalah sekretaris di Kementerian Dalam Negeri Pasundan (“secretaris op het ministerie van binnenlandse zaken van de Pasoendan”).

Nantinya, kekeliruan tersebut akan terus berlanjut. Namun, untuk sementara saya akan menyambung dulu keterlibatan Mochamad Enoch sebagai anggota senat Republik Indonesia Serikat (RIS). Menurut keterangan dari Java-bode edisi 26 Desember 1949, Enoch terpilih menjadi anggota senat RIS sebagai perwakilan dari Negara Pasundan.

Selengkapnya dikatakan, parlemen Pasundan mengadakan pemilihan wakil Negara Pasundan untuk senat RIS pada hari Sabtu. Ada dua kursi yang dicarinya, tetapi daftar kandidatnya terdiri atas enam orang yang diajukan oleh parlemen Pasundan. Keenam kandidat yang terpilih adalah K.H. Abdul Halim (52 suara), Ir. Ukar (40 suara), M. Ardiwinangun (30 suara), Ir. Dessauvagie (30 suara), Ir. Enoch (29 suara) dan Hassan (25 suara).

Sebagaimana yang tertulis dalam Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia (1983), Mochamad Enoch memang terpilih menjadi wakil Negara Pasundan di Senat RIS. Selain Enoch, anggota DPR-RIS dari Negara Pasundan antara lain A.A. Achsien, Anwar Tjokroaminoto, R. Djerman Prawirawinata, Kadmirah Karnadidjaja, Mohd. Isa Anshary, Musirin Sosrosubroto, Nawawi, Pandu Kartawiguna, Mr. Sunario, R. Suparno, R.H. Sutarto Hadisudibjo, R. Abdurachman Wangsadikarta, Abulhajat, Achmad Sumadi, Sidik Kartapati, R. Emon Bratadiwidjaja, Jaman Sudjana Prawira, Wardi Kusnatalistra, dan Sumardi.

Mochamad Enoch disumpah sebagai anggota Senat RIS pada 16 Februari 1950. Dalam rapat pertama Senat RIS pada 16 Februari 1950, Enoch bahkan terpilih menjadi ketua Panitia Pemeriksa Surat Kepertjajaan yang bertugas untuk menyelidiki sahnya setiap anggota senat. Hari itu, berdasarkan laporan Panitia Pemeriksa Surat Kepertjajaan, anggota senat yang hadir ada 28 orang, 4 calon anggota belum dapat disahkan karena tidak hadir. Oleh karena itu, yang diangkat menjadi anggota Senat RIS pada 16 Februari 1950 sejumlah 28 orang.

Mochamad Enoch juga dipercaya untuk menjadi ketua Panitia Tata-tertib Senat. Panitia tersebut pada 22 Februari 1950 berhasil menyelesaikan dan menetapkan Peraturan Tata-tertib yang terdiri atas 15 bab. Seiring dengan pembubaran RIS pada 17 Agustus 1950, Enoch menjabat sebagai anggota Senat RIS hingga 16 Agustus 1950.

Saat beralih menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 17 Agustus 1950, Mochamad Enoch yang notabene wali kota Bandung itu terpilih lagi menjadi anggota DPR Sementara (DPRS). Dalam parlemen baru itu, ia tercatat sebagai anggota nomor 17, yang berasal dari perwakilan Senat RIS, dan disumpah sebagai anggota DPRS pada 16 Agustus 1950. Tetapi barangkali karena kesibukannya sebagai wali kota, akhirnya pada 16 Mei 1951, ia mengundurkan diri sebagai anggota DPRS dan statusnya disebutkan sebagai “Anggota jang Mengundurkan Diri dan Tidak Diganti”.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//