BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #15: Peninjau Konferensi Jawa Barat III
Suriakartalegawa tidak bisa mewujudkan Negara Pasundan dengan dukungan Partai Rakyat Pasundan. Van Mook memikirkan lagi cara membentuk negara di Jawa Barat.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
10 Januari 2023
BandungBergerak.id - Setelah menghidupkan Paguyuban Pasundan di Yogyakarta terhitung sejak 3 Mei 1947, sempat menjadi wali kota Yogyakarta yang pertama antara pada 7 Juni 1947 hingga 22 Juli 1947 dan menteri pekerjaan umum antara 3 Juli 1947 hingga 11 Agustus 1947, apakah yang dilakukan selanjutnya oleh Mochamad Enoch?
Dari penelusuran pustaka, terutama koran-koran sezaman, saya mendapatkan jawaban bahwa Mochamad Enoch menjadi utusan Republik Indonesia di Yogyakarta untuk meninjau Konferensi Jawa Barat III di Bandung, antara 23 Februari-5 Maret 1948. Konferensi yang diiniasi oleh pihak Belanda tersebut ditujukan untuk membentuk Negara Jawa Barat yang kemudian namanya diganti menjadi Negara Pasundan, salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS).
Selain mengikuti pemberitaan koran Keng Po dan Nasional edisi tahun 1948, untuk mengetahui jejak langkah Mochamad Enoch dan Negara Pasundan saya juga memanfaatkan pustaka Riwajat Singkat Terdirinja Negara Pasoendan (1948) oleh J.M.A. Tuhuteru, Zakboek Parlemen Pasoendan 1948-1949, Zakboek Parlemen Negara Pasoendan Tahun 1949, dan Negara Pasundan 1 Tahun (24 April 1948-24 April 1949).
Demikian pula pustaka sekunder seperti tulisan Tanu Suherly (Sekitar Negara Pasundan, 1970), Junaedi (Runtuhnya Negara Pasundan, 1989), Helius Sjamsuddin, dkk. (Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan, 1992), Susanto Zuhdi (Suria Kartalegawa dan Negara Pasundan dalam Dinamika Politik di Daerah Pendudukan di Jawa Barat, 1947-1948, 1994), Agus Mulyana (Negara Pasundan 1947-1950: Gejolak Menak Sunda Menuju Integrasi Nasional, 1996), dan Erik Andang Kurnia (Peran TNI dalam Melikuidasi Negara Pasundan sebagai Negara Bagian RIS 1947-1950, 2006).
Langkah Politik Paguyuban Pasundan
Agar lebih jelas, saya akan sedikit mengulas latar belakang dan perkembangan Negara Pasundan. Dari berbagai pustaka di atas, saya tahu bahwa setelah R.A.A.M. Suriakartalegawa dinilai tidak bisa mewujudkan Negara Pasundan dengan dukungan Partai Rakyat Pasundan (PRP), maka H.J. van Mook memikirkan lagi cara untuk membentuk negara lagi di Jawa Barat. Caranya, sejak 20 Juli 1947, Van Mook secara sepihak membatalkan Perjanjian Linggarjati dan keesokan harinya, 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer I.
Agresi tersebut terutama ditujukan untuk menguasai Jawa Barat dan Jawa Timur, untuk mengamankan perkebunan-perkebunan yang dimiliki oleh bangsa Belanda. Padahal sesuai perjanjian, Jawa Barat dan Jawa Timur secara de facto termasuk wilayah Republik Indonesia. Untuk melancarkan agresi itu, Belanda mengerahkan Divisi 7 Desember dan Divisi B di Jawa Barat. Mereka akhirnya menguasai Jawa Barat, kecuali Banten, dan Van Mook sejak 16 Agustus 1947 menyatakan pemerintah RI tidak lagi berkuasa atas daerah yang diduduki Belanda.
Meski PBB berupaya menengahi konflik RI-Belanda, dengan membentuk Komisi Jasa-jasa Baik (KJB) dan menggelar Perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948, tetapi Van Mook tetap bergeming dengan gagasan federalnya bagi Indonesia. Untuk di Jawa Barat, bahkan Van Mook mulai menggagasnya dengan menyelenggarakan Konferensi Jawa Barat I antara 13-18 Oktober 1947, yang kemudian dilanjutkan dengan Konferensi Jawa Barat II (16-20 Desember 1947), dan diakhiri dengan Konferensi Jawa Barat III (23 Februari-5 Maret 1948). Rangkaian inilah yang kemudian melahirkan Negara Jawa Barat atau Negara Pasundan sejak 24 April 1948.
Lalu, bagaimana sikap Paguyuban Pasundan, termasuk Mochamad Enoch, yang pro Republik Indonesia?
Dalam Keng Po edisi 11 Februari 1948 masih dikatakan, “Pagoejoeban Pasoendan dengen formeel tida bersedia toeroet dalem conferentie ketiga ini, tetapi bebrapa anggota pengoeroes besar ada harepan aken diangkat sebagi wakil”. Tetapi Keng Po edisi 13 Februari 1948 menyebutkan “Pagoejoeban Pasoendan dan PRP masing-masing mengirim 3 wakil”. Dari Paguyuban Pasundan yang menghadiri Konferensi Jawa Barat III adalah Mr. Adil Poeradiredja, R. Soeradiredja dan R. Atmadinata.
Selain itu, terbentuk “Comite Pengoeroes Besar Pagoejoeban Pasoendan” di Bandung, dengan maksud menghidupkan kembali Paguyuban Pasundan (Keng Po, 13 Februari 1948). Dalam berita tertulis, “Di Bandoeng telah dibentoek Comite Pengoeroes Besar Pagoejoeban Pasoendan jang maksoednja berdaja-oepaja mengidoepken kombali gerakan tsb. Pagoejoeban Pasoendan jang soedah mempoenjai rechtpersoon hakekatnja belon dimatiken tetapi dibrentiken dalem pekerdjaannja, sekarang mempoenjai kekajaan lebih dari satoe djoeta, beroepa gedong-gedong, fabriek, sekolahan, dll”.
Susunan sementara Comite Pengoeroes Besar Pagoejoeban Pasoendan terdiri atas R. Otoe Soebrata (ketua), R.A. Atmadinata (wakil ketua I), R. Soedarma Soeradiredja (wakil ketua II), R. Hasan Wiratmana (bendahara), Rerman (sekretaris I), Mr. Adil Poeradiredja (sekretaris II)), dan R. Soehoed (anggota). Dalam berita yang kemudian (Keng Po, 17 Februari 1948) diketahui sekretariat Paguyuban Pasundan yang ada di Jakarta dipindahkan secara permanen ke Bandung dengan alamat Kleine Lengkong 21 (toean R.A. Atmadinata).
Dengan pembentukan komite tersebut, agaknya posisi Paguyuban Pasundan menguat. Terbukti dalam berita “Partij-partij Republiek moelai Bergerak” (Keng Po, 14 Februari 1948), sudah dikatakan “Partij Politiek jang pesat sekali memperoleh kemadjoean adalah Pagoejoeban Pasoendan jalah partij jang mempoenjai rechtpersoon dan tida asing lagi di Djawa Barat di bawah pimpinan R. Oto Iskandar Dinata. Pemimpin ini hingga sekarang belon diketahoei dimana adanja”.
Kehadiran Mochamad Enoch dalam Konferensi Jawa Barat III semula tidak terkait dengan Paguyuban Pasundan, karena ia diutus oleh pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta, dalam kapasitasnya sebagai anggota DPA, sebagai peninjau resmi Republik Indonesia. Mengenai hal ini bisa kita temukan dalam berita “Penindjau Resmi dari Republiek Hadlir Dalem Conferentie di Bandoeng” (Keng Po, 21 Februari 1948).
Di situ disebutkan, “Dengen resmi Republiek aken mengirim penindjau ka conferentie Djawa Barat III dan menetepken toean R. Moh. Enoch, anggota Dewan Pertimbangan Agoeng.” Lebih jauh dikatakan, “R. Moh. Enoch boeat Djawa Barat dan Bandoeng choesoesnja adalah ‘figuur’ jang tida asing lagi di kalangan gerakan kebangsaan dan doenia techniek sebagi ingenieur” dan “Selaen itoe memegang djabatan penting di kalangan Pagoejoeban Pasoendan jang sekarang sedeng diintensieefeen”.
Mengenai komposisi pihak Republik Indonesia yang hadir dalam Konferensi Jawa Barat III antara lain ditemukan dalam laporan “Kelitjikan Bld Dalam Konperensi Djawa Barat III” (Nasional, 26 Februari 194). Di situ disebutkan, “Dikalangan pro Rep. ada pula jg. mengemukakan spj dibentuk saja negara dgn semua departemen dikuasai oleh orang2 Rep. Antara lain disebut2 Wiranatakusumah, Kusumaatmadja, Moh. Enoch, Sjafruddin Prawiranegara, Tirtawinata, Ukar Bratakusuma”.
Dengan pernyataan tersebut, saya sendiri makin yakin mengenai Mochamad Enoch berikut Wiranatakusumah, Kusumaatmadja, Sjafruddin Prawiranegara, Tirtawinata, Ukar Bratakusuma, sejatinya republikein sejati. Termasuk tentu saja organisasi tempat Enoch bernaung, yaitu Paguyuban Pasundan.
Suara Paguyuban Pasundan sendiri dalam parlemen Negara Jawa Barat terbelah, menyusul perpecahan antara R.S. Soeradiredja dan Mr. Adil Poeradiredja. Akibatnya terbentuklah Fraksi Nasional. Mengenai hal ini saya mendapatkan kabarnya dari Keng Po edisi 28 Februari 1948 dan 1 Maret 1948. Dari edisi 28 Februari 1948 terbaca, “Sasoedah lakoeken pemoengoetan soeara sampe 3 kali, maka toean R.S. Soeradiredja telah dipilih sebagi wakil ketoea ke-1 dari parlement dengen 57 soeara. Lawannja, Mr. Adil Poeradiredja telah mendapat 41 soeara dan 2 soeara blanco”.
Penyebabnya Adil Poeradiredja didukung pihak lain, yaitu Oetojo cs. “Wakil ketoea ke-1 ini adalah bekas vice-voorzitter dari Hoofdbestuur Pagoejoeban Pasoendan. Mr. Adil djoega ada dari partij Pagoejoeban Pasoendan, tapi kerna ia dibantoe oleh dan bekerdja bersama dengen Oetoejo c.s. menandaken di kalangan Pagoejoeban Pasoendan ada bermatjem-matjem aliran”, begitu tertulis dalam berita. Dengan perpecahan tersebut, akhirnya R.S. Soeradiredja membentuk Fraksi Nasional, yang “Toedjoeannja jalah kemerdikaan dari seloeroeh Indonesia jang berdasar atas federatie”.
Di sisi lain, pendukung Paguyuban Pasundan di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta yang telah berhasil menghidupkan kembali organisasi tersebut melakukan reorganisasi dalam suatu konferensi di Bandung (Keng Po, 1 Maret 1948). Dalam konferensi tersebut diputuskan Bandung ditunjuk menjadi pusat pengurus besar, Yogyakarta dan Jakarta sebagai cabang, dan R.S. Soeradiredja dipilih menjadi ketua pengurus besar Paguyuban Pasundan.
Baca Juga: BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #12: Menjadi Dosen Zaman Pendudukan Jepang
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #13: Menghidupkan Lagi Paguyuban Pasundan
BIOGRAFI MOCHAMAD ENOCH #14: Anggota DPA, Wali Kota Yogyakarta, dan Menteri PU
Posisi Mochamad Enoch
Dalam koran Keng Po edisi 3 Maret 1948 saya mendapati sikap Paguyuban Pasundan termasuk pengutusan Mochamad Enoch ke Konferensi Jawa Barat III. Mengenai sikap Paguyuban Pasundan terbaca dari tulisan “Pagoejoeban Pasoendan dan Politiek Opportunisme”. Pada paragraf pertama tertulis, “Dari Bandoeng dikabarken bahoea selama Pagoejoeban Pasoendan (PP) belon dapet menjelenggaraken congres, boeat sementara ditentoeken rentjana perdjoangannja oleh pengoeroes besar di Bandoeng”.
Selanjutnya, tentang langkah politik Paguyuban Pasundan terbaca pada paragraf kedua berita dalam Keng Po edisi 3 Maret 1948: “Politiek manifest belon dapet disoesoen sebelon congres terseboet tetapi melihat keadaan njata (realiteit) sekiter perobahan politiek baroe dengen terbentoeknja negara Djawa Barat dan Parlement sementara, maka PP poen bersedia toeroet actief dalem gelanggang politiek itoe”.
Langkah politik yang dijalankan Paguyuban Pasundan dalam keadaan belum menentu itu adalah oportunisme, sebagaimana yang tertulis dalam berita: “Ditentoekan oleh PP bahoea boeat samentara didjalanken politiek opportunisme (menoeroet keadaan)”.
Karena memang kekuatan Paguyuban Pasundan jadi dua, yaitu kubu Soeradiredja dan kubu Adil Poeradiredja. Dalam berita dikatakan, “Tentang terpetjahnja PP dalem doea aliran ialah aliran Soeradiredja (kanan) dan Adil Poeradiredja (kiri) dengen masing2 nesia (Republiek), hingga sekarang belon bisa diambil tindakan-tindakan jang tepat, menoenggoe garis-garis politiek baroe jang aken ditentoeken”.
Dalam situasi Paguyuban Pasundan terpecah, di manakah posisi Mochamad Enoch? Saya menemukan jawabannya dalam tulisan “Sikep Penggoejoeban Pasoendan Djokjakarta terhadep Conferentie di Bandoeng”. Dalam tulisan tersebut kita jadi sama-sama tahu bahwa Enoch nampaknya berada di kubu Soeradiredja dan menjadi wakil Paguyuban Pasundan Yogyakarta saat menghadiri Konferensi Jawa Barat III.
R.S. Soeradiredja, ketoea pengoeroes besar Pagoejoeban Pasoendan dan wakil ketoea I Parlement Djawa Barat menerangken dalem persidangan hari Senen, bahoea Ir. Moh. Enoch adalah oetoesan dari PP Djokjakarta dengen membawa instructie soepaja sebiasanja anggota-anggota toeroet serta dalem conferentie Djawa Barat III”, demikian tertulis pada awal berita “Sikep Penggoejoeban Pasoendan Djokjakarta terhadep Conferentie di Bandoeng”.
Lebih jauh disebutkan “PP belon menentoekan sikepnja terhadep rentjana oendang-oendang dasar negara Djawa Barat (staatsregeling). Tetapi ditegesken bahoea tjabang Djokjakarta adalah tjondong ke aliran autonomie boeat Djawa Barat. Djika penjelesean politiek dapet diberesken aken memberi sokongan mendiriken negara Pasoendan, tetapi wates-wates economie tsb. belon dapet didjelasken sekarang”.
Oleh karea itu, “PP mendesek soepaja nama ‘Pasoendan’ dihidoepken kombali kerna ini selaras dengen tjita-tjita sebagaian terbesar bangsa Soenda di Djawa Barat”. Dengan pernyataan tersebut, utusan Paguyuban Pasundan yang mengajukan mosi kepada parlemen sementara Negara Jawa Barat agar namanya diganti menjadi Negara Pasundan. Ternyata PRP di bawah Suriakartalegawa pun menyuarakan hal yang sama: “Djoega PRP telah mengemoekaken nama Pasoendan”.
Dengan berakhirnya Konferensi Djawa Barat III berakhir pula tugas Mochmad Enoch sebagai peninjau resmi dari Republik Indonesia dan kembali lagi ke Yogyakarta. Selama di Bandung dia turut terlibat menghidupkan Paguyuban Pasundan. Saya mendapatkan keterangannya dari Keng Po edisi 4 Maret 1948 yang mengabarkan tentang “R. Moh. Enoch Slamet: Hari ini kombali ke Djokja”.
Di situ dikatakan, “R. Moh Enoch, anggota Dewan Pertimbangan Agoeng dan anggota pengoeroes besar Pagoejoeban Pasoendan di Djokjakarta jang dikirim sebagi penindjau ke conferentie Djawa Barat III, sekarang ternjata ada slamet dan tida bersangkoet paoet dengen penangkepan resident Ardiwinangoen”.
Selanjutnya dikatakan, “Hari ini dengan bebrapa penggawe tinggi Republiek R. Moh. Enoch aken kombali ke Djokjakarta setelah melakoeken kewadjibannja mengidoepken kombali Pagoejoeban Pasoendan di Bandoeng dan memperdalem masalah-masalah di sekiter conferentie”.