Meneladani Jepang dalam Mengantisipasi Gempa Bumi
Gempa bumi di Jepang sudah terjadi sekitar 5.000 kali terdiri dari gempa magnitudo 3,00 sampai 5,00 atau lebih. Indonesia perlu berkaca.
Yesya Karisza
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)
27 Januari 2023
BandungBergerak.id - Seperti halnya Jepang, Indonesia merupakan negara yang sering mengalami bencana alam terutama gempa bumi. Hal ini disebabkan karena jika dilihat dari kondisi geografis, dua negara ini berada di area cincin Pasifik yaitu pertemuan tiga lempeng tektonik, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Menurut Japan Meteorological Agency, gempa bumi di Jepang sudah terjadi sekitar 5.000 gempa bumi kecil yang terjadi di beberapa daerah dengan skala magnitudo mulai dari 3,00 sampai 5,00 atau bahkan lebih. Gempa bumi terbesar di Jepang terjadi di Tohoku pada tahun 2011 dan mengakibatkan tsunami, gempa bumi ini memiliki kekuatan sebesar 9 magnitudo dengan menelan korban jiwa sebanyak 159.000 jiwa.
Indonesia juga belum lama ini mengalami bencana gempa bumi tepatnya di daerah Cianjur yang terjadi pada tanggal 21 November 2022. Gempa ini terjadi berkekuatan sebesar 5,6 magnitudo yang disebabkan oleh pergeseran sesar atau patahan Cugenang dan melintasi sembilan desa di dua kecamatan sepanjang 9 kilometer. Bencana ini menelan korban jiwa sebanyak 272 orang, 2.046 orang luka-luka, 56.311 rumah hancur.
Bencana gempa yang kerap terjadi di Jepang, membuat warga Jepang mencari cara untuk mengantisipasinya agar tidak terlalu menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Seperti apa teknologi yang dikembangkan Jepang? Bagaimana cara Jepang menerapkan strategi antisipasi bencana? Bagaimana Indonesia mengimplementasikannya?
Struktur Bangunan Tahan Gempa Jepang
Sebagai salah satu negara dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, Jepang membentuk antisipasi terhadap gempa dengan membangun struktur bangunan dengan konsep tahan gempa. Dalam membangun konstruksi tahan gempa, Jepang menggunakan 3 prinsip bangunan dengan sistem antiseismik, redaman, dan seismik terisolasi. Standar bangunan dengan struktur antiseismik sudah diatur oleh pemerintah Jepang sejak tahun 1981 yang bernama Shin-Taishin.
Melansir dari Real-Estate Tokyo, struktur bangunan antiseismik dibagi menjadi dua yaitu, struktur keras agar bangunan tidak mudah runtuh dan struktur fleksibel agar bangunan dapat mengacau pergerakan seismik. Struktur redaman atau damping structure dapat mengurangi intensitas pergerakan 70-80 persen, struktur ini dirancang untuk meyerap energi seismik dan dibagi menjadi dua tipe yaitu aktif berarti menggunakan energi listrik dan tipe pasif menggunakan kekuatan fisik dan prinsip konstruksi terakhir adalah mengisolasi seismik, biasanya konstruksi dengan prinsip ini diterapkan untuk gedung-gedung yang tinggi. Konsep struktur ini, menggunakan alat sebagai perangkap gempa yang dinamakan isolator gempa yaitu memasang bantalan atau damper atau membuat ruang dibawah agar bangunan tidak langsung menyentuh tanah. Material yang biasa digunakan untuk membuat kerangka bangunan dapat berupa kayu, baja, beton bertulang dan beton bertulang baja.
Kereta Cepat Tahan Gempa di Jepang
Selain memperhatikan segi konstruksi, Jepang juga memperhatikan dari sisi transportasi. Kereta cepat Jepang atau yang biasa disebut shinkansen, transportasi yang menjadi pilihan utama warga Jepang, kini diproduksi dengan menggunakan teknologi tahan gempa. Contohnya adalah shinkansen yang diluncurkan pada tahun 2021 yang diberi nama N700S. Kereta ini dapat berjalan dengan kecepatan sebesar 360km/jam. Teknologi tahan gempa yang disebutkan adalah sistem propulsi yang menggunakan baterai lithium-ion pertama di dunia. Hal tersebut memungkinkan kereta untuk berjalan dengan lambat dalam jarak pendek dan mencari tempat yang aman saat terjadi gempa bumi pada saat terjadi pemadaman listrik. Sistem propulsi adalah sistem penggerak. Selain itu, adanya sistem suspensi aktif yang berfungsi untuk menyerap gerakan kereta dan peningkatan sistem rem dan kontrol otomatis yang membuat kereta berhenti lebih cepat jika terjadi bencana gempa bumi.
Sistem Peringatan Dini Jepang Menghadapi Gempa Bumi
Jepang meluncurkan sistem peringatan dini untuk memudahkan ketika memberikan peringatan jika terjadi bencana gempa bumi. Aplikasi tersebut diluncurkan pada tahun 2007 tepatnya di bulan Februari dan diberi nama J-Alert atau Zenkoku Shunji Keih? Shisutemu. J-Alert merupakan sistem berbasis satelit yang memudahkan pihak berwenang untuk menyiarkan berita tidak hanya mengenai bencana alam, tetapi juga peringatan cuaca buruk dan keadaan bahaya lainnya yang disebarkan melalui radio, televisi, telepon genggam dan pengeras suara lokal. Ketika ada keadaan bahaya, Fire and Disaster Management Agency Jepang akan menerima informasinya terlebih dahulu, kemudian informasi tersebut diteruskan ke peralatan penerima J-Alert. Lalu, J-Alert akan menyiarkan informasi tersebut melalui iklan, notifikasi telepon genggam dan peringatan di TV atau radio. Ada dua tipe peringatan yaitu peringatan tentang bencana alam yang akan disiarkan oleh Meteorological Agency dan peringatan tentang ancaman negara akan disiarkan oleh pemerintah.
Dapatkah Strategi di Jepang Diterapkan di Indonesia?
Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga rentan terhadap bencana gempa bumi. Dilihat dari kondisi geografisnya, Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, dan lempeng Indo-Australia. Selain itu, Indonesia juga berada pada Sabuk Alpine dan sama seperti Jepang yaitu berada di daerah Ring Of Fire.
Berada di kawasan Ring Of Fire membuat Indonesia memiliki banyak gunung aktif yang juga dapat menyebabkan potensi terjadinya gempa bumi. Bencana alam seperti gempa bumi, tentunya akan menimbulkan kerusakan dan parahnya menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, Indonesia perlu antisipasi atau strategi dalam mencegah hal tersebut. Jepang, seperti yang telah kita ketahui merupakan salah satu negara yang memiliki teknologi antisipasi gempa yang baik. Apakah Indonesia dapat mencontoh Jepang dalam melakukan pencegahan terhadap gempa bumi?
Struktur Rumah Tahan Gempa di Indonesia
Strategi pertama yaitu membangun struktur rumah tahan gempa sudah dilakukan oleh Indonesia. Ternyata, beberapa rumah adat di Indonesia ada yang dibangun sebagai bangunan tahan gempa seperti, Rumoh Aceh yang berasal dari Aceh. Rumah ini memiliki panggung dan berbahan dasar dari kayu, bangunan ini merupakan rumah tahan gempa karena memiliki konstruksi yang elastis karena antara tiang dan rantai diikat dengan pasak tanpa paku dan membentuk rigid, sehingga membuat bangunan ini menjadi kokoh dan tahan terhadap getaran.
Selain itu, menurut BSN atau Badan Standardisasi Nasional, Indonesia sebenarnya sudah memiliki standar ketentuan dalam membangun bangunan tahan gempa sesuai dengan SNI atau Standar Nasional Indonesia. Ketentuan tersebut mencakupi beban, tingkat bahaya, kriteria yang terkait dan komponen nonstrukturalnya.
Menurut Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan, untuk membangun sebuah konstruksi maka diperlukan perhitungan beban dari struktur bangunan. Bahan yang digunakan harus juga diperhatikan seperti baja dan semen yang harus memenuhi SNI. Desain dari bangunan tersebut juga perlu diperhatikan, seperti ketika bangunan tersebut dibangun, beban hidup seperti furnitur dan manusia, beban mati yaitu beban yang permanen seperti beban gedung, beban angin, dan beban gempa harus diperhitungkan dan menambah desain struktur bangunan juga membuat bangunan rentan runtuh. Pondasi harus dibangun lebih kuat daripada bangunan yang akan menumpunya.
Selain rumah adat, ada beberapa contoh rumah yang memiliki struktur tahan gempa di Indonesia menurut rekomendasi BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yaitu, Growing House. Rumah karya mahasiswa/i UGM ini memenangkan sayembara desain yang diselenggarakan oleh Jepang. Rumah Dome karya Nizam memiliki ciri khas dinding rumah dan atap yang menyatu. Dengan menggunakan material yang ringan dan struktur yang kokoh membuat rumah ini tahan terhadap bencana gempa. Selain itu, rumah ini juga sudah diterapkan di Kabupaten Sleman. Contoh terakhir adalah Barrataga atau Bangunan Rakyat Tahan Gempa yang dirancang oleh Sarwidi. Struktur rumah ini menggunakan beton kolom, balok tepi atas, balok bawah, balok lantai yang dihubungkan dengan simpul rumah. Penguatan besi tulangan yang mengait satu sama lain membuat rumah ini menjadi kokoh.
Baca Juga: Bangunan Tahan Gempa tidak Harus Modern, Nenek Moyang sudah Membuktikannya
Indonesia Rawan Gempa Bumi Merusak, Patahan Lembang tidak boleh Dilupakan
Menelisik Potensi Gempa Bandung Raya, Pemerintah Perlu Berkomitmen Membangun Pengetahuan Mitigasi Bencana
Kereta Tahan Gempa dan Sistem Peringatan Dini di Indonesia
Indonesia juga akan memiliki kereta tahan gempa yaitu, kereta yang diperkirakan akan beroperasi tahun 2023 dengan destinasi Jakarta-Bandung. Mengingat seringnya bencana gempa bumi yang terjadi di Indonesia, kereta ini sudah dirancang untuk mengantisipasi hal tersebut. Bahkan, tanah dasar, terowongan, dan jalurnya juga sudah dirancang agar tahan gempa hingga kekuatan 8.0 sampai dengan 9.0 skala intensitas seismik. Kereta cepat Jakarta-Bandung atau biasa disingkat KCJB sudah dilengkapi fitur pendeteksian bencana. Sistem peringatan dini gempa bumi di Indonesia sudah dirilis dengan nama InaEEWS atau Indonesia Earthquake Early Warning System dan bekerja sama dengan Institute of Care Life China.
InaEEWS bekerja dengan memberikan peringatan dini berdasarkan perkiraan dari waktu tiba gelombang. Dengan menggunakan 3 sistem yaitu, sistem monitoring sebagai pendeteksi gempa, sistem automatic processing untuk pengolahan data yang lebih cepat, dan sistem diseminasi untuk menyebarkan berita peringatan dini gempa bumi dan saran evakuasi. Cara kerja dari teknologi ini adalah menggunakan sensor yang akan mendeteksi gelombang P terlebih dahulu karena gelombang P memiliki kecepatan rambat lebih besar dan mendeteksi waktu tiba gelombang S yang lebih lambat karena hanya dapat merambat melalui media padat.
Lalu, data dari sensor tersebut akan dikirimkan ke BMKG dan diolah secara otomatis. Hasil dari pengolahan data tersebut akan disebarkan melalui receiver atau aplikasi ponsel dan juga dipasang di transportasi umum seperti kereta cepat, MRT, mal, area permukiman, dan perkantoran. Tidak hanya peringatan dini gempa bumi, tetapi juga Indonesia memiliki sistem peringatan dini tsunami dengan nama InaTEWS atau Indonesia Tsunami Early Warning System.
Kesimpulan
Indonesia dan Jepang adalah negara-negara yang sama terletak di jalur Ring of Fire yang menyebabkan banyaknya gunung api aktif di kawasan dua negara ini. Selain itu, negara-negara tersebut juga berada pada tiga lempeng tektonik. Oleh karena itu, gempa bumi sering kali terjadi di Jepang maupun Indonesia.
Beberapa upaya untuk mengurangi resiko kerusakan yang parah telah dijalankan oleh Jepang dan juga Indonesia. Pada dasarnya, upaya yang dilakukan hampir sama. Namun, menggunakan metode atau cara yang berbeda. Upaya yang dilakukan Jepang dalam rangka mitigasi bencana gempa bumi beberapanya sudah diimplementasikan oleh Indonesia, seperti struktur bangunan tahan gempa, sistem peringatan dini, dan juga moda transportasi seperti kereta cepat yang sebentar lagi akan hadir di Indonesia.