GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #44: Gunung Geulis Jatinangor, Gunung Cantik di Timur Sesar Cileunyi-Tanjungsari
Mendaki Gunung Geulis Jatinangor menawarkan banyak pengalaman mengesankan. Selain di puncak, pemandangan memikat bisa dinikmati di perjalanan selepas Pos 1.
Gan Gan Jatnika
Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika
5 Februari 2023
BandungBergerak.id - Kawasan Bandung Raya bukan hanya memiliki pegunungan yang mengelilinginya, tapi juga sesar atau patahan baik yang aktif maupun yang tidak aktif. Sesar aktif adalah lapisan kukit bumi yang rekah atau patah dan bergeser.
Berdasarkan penelitian tim ahli geologi yang memantau kegempaan di Cekungan Bandung selama 1999-2006, diketahui ada lima sesar aktif di kawasan Cekungan Bandung, yaitu Sesar Lembang, Sesar Cileunyi-Tanjungsari, Sesar Cicalengka, Sesar Jati, dan Sesar Legokkole (Marjiyanto, Identifikasi sesar aktif daerah Cekungan Bandung dengan data citra landsat dan kegempaan, 2008).
Sesar Cileunyi-Tanjungsari berpotensi menimbulkan gempa bumi. Di dekat garis kelurusannya, terdapat sebuah kelompok gunung yang seakan terpisah (soliter) dari kompleks pegunungan lainnya, terdiri dari Gunung Geulis, Gunung Bukitjarian, Gunung Batu (Pasir Iwir-iwir), dan Pasir Lebakkaso. Di antara gunung -gunung ini, Gunung Geulis merupakan yang paling tinggi.
Lokasi dan Akses
Di kawasan Bandung Raya, nama Gunung Geulis tidak hanya ditemukan di satu lokasi. Ada beberapa gunung dengan nama sama. Di Baleendah dan Ciwidey, ada Gunung Geulis. Di Cisalak, Subang dan di Sumedang, tak jauh dari Gunung Tampomas, ditemukan juga Gunung Geulis.
Gunung Geulis dalam bahasan kali ini adalah Gunung Geulis yang berada di perbatasan Kecamatan Tanjungsari, Jatinangor dan Cimanggung. Meski masuk ke dalam wilayah Kabupaten Sumedang, gunung ini masih bisa dimasukkan sebagai salah satu gunung yang berada di kawasan Cekungan Bandung atau Bandung Raya, sesuai dengan pasal 116 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Ketinggian puncak Gunung Geulis adalah 1.281 meter di atas permukaan laut, sesuai dengan yang tertera pada Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) lembar peta 1209-321, edisi I-2001, Judul Peta: Cicalengka, dengan skala 1:25.000.
Untuk mencapai Gunung Geulis, terdapat beberapa pilihan akses. Kita bisa berangkat dari Desa Jatiroke di Kecamatan Jatinangor, dari Rancabawang, Kecamatan Tanjungsari, atau juga dari Cipariuk dan dari Cisurupan, Kecamatan Cimanggung.
Akses yang paling populer adalah Dusun Jatisari, Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor. Letaknya sekitar 22 kilometer ke arah timur dari pusat Kota Bandung.
Menggunakan kendaraan pribadi, kita bisa menuju kawasan pendidikan Jatinangor terlebih dahulu, lalu mengambil jalan ke arah timur menuju Tanjungsari dan berbelok memasuki Jalan Cikuda. Di dekat gedung SD Negeri Sinarjati, kita berbelok kiri, menyusuri Jalan Letda. Lukito sampai melewati lapangan sepakbola Sinarjati. Tidak jauh dari lapangan itu, terdapat sebuah rumah di ujung jalannya. Rumah sekaligus warung baso cuankie yang dikenal dengan nama Warung Cuankie Mang Juju. Di sini, kita bisa menitipkan kendaraan.
Untuk memudahkan pencarian lokasi, kita bisa menggunakan bantuan daring semisal Google Search Google Maps. Silakan mengetikkan kata kunci “Gunung Geulis Jatiroke” atau “Pesantren Mutiara Ummah Jatinangor”, rute dan peta akan segera tersaji.
Mendaki Gunung Geulis, Mengamati Sesar Tanjungsari
Ada beberapa jalur pendakian yang bisa dipilih untuk mencapai puncak Gunung Geulis. Kita bisa memilih jalur Kampung Rancabawang dengan pilihan melewati dulu puncak Gunung Batu dan Gunung Bukitjarian atau langsung menuju Puncak Gunung Geulis. Ada juga jalur pendakian dari Dusun Jatisari, Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor. Jalur kedua inilah yang paling sering diambil para pendaki.
Di Dusun Jatisari, kendaraan bisa dititipkan dengan aman di halaman rumah Mang Juju. Kebetulan keluarga Mang Juju merupakan pembuat sekaligus penjual baso cuankie. Kita bisa sekalian menikmati hidangan semangkuk baso hangat sebelum atau sesudah melakukan pendakian.
Saat tulisan ini dibuat (Januari 2023), belum ada tiket masuk yang harus dibayar pendaki. Kita hanya perlu memberikan uang parkir seikhlasnya kepada wraga yang menjaga kendaraan.
Dari obrolan dengan pemuda Karang Taruna setempat, diperoleh informasi bahwa nantinya pendakian ke Gunung Geulis akan dikelola lebih rapi. Termasuk diberlakukan tiket masuk sepaket dengan biaya parkir kendaraan. Untuk pengunjung bersepeda motor, ditetapkan tarif 15 ribu rupiah, sudah termasuk biaya parkir dan penitipan helm. Untuk pengunjung dengan kendaraan roda empat, ditetapkan tarif serupa.
Dari lokasi parkir kendaraan, kita akan menyusuri tegalan terbuka, berupa padang rumput dan perkebunan warga. Jika cuaca cerah, pemandangan di tegalan ini sangat menarik. Kita bisa melihat bentang alam Gunung Batu (Pasir Iwir-iwir), Gunung Bukitjarian, dan Gunung Geulis. Ke arah bawah, kita bisa melihat Cekungan Bandung yang merupakan bekas danau Bandung purba.
Perjalananan menyusuri tegalan membawa kita ke ujung jalan setapak berupa tanjakan menuju Pos 1. Tanjakan lurus ini lumayan terjal, dan akan menjadi licin ketika hujan turun.
Di Pos 1, terdapat sebuah bangunan saung terbuat dari kayu yang cukup luas untuk digunakan tempat beristirahat. Kondisinya cukup terawat.
Di dekat Pos 1 tersebut, terdapat plang besi berwarna kuning bertuliskan “KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG GEULIS – INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG”. Plang yang juga terdapat di kaki Gunung Batu dan Gunung Bukitjarian ini menandakan bahwa kawasan ini termasuk ke dalam kawasan pengelolaan dan hutan pendidikan sesuai SK. 663 MenLHK tahun 2017.
Perjalanan dari tempat parkir ke Pos 1 biasanya ditempuh sekitar 15-30 menit, tergantung irama langkah kaki serta sering tidaknya berhenti untuk berfoto atau sekedar beristirahat menikmati pemandangan.
Menuju Pos 2, kita akan kembali melintas di perkebunan, berupa kebun kopi dengan sesekali diselingi pohon pisang dan pohon bambu. Semakin mendekati Pos 2 akan semakin banyak pohon bambu yang ditemui. Lokasi Pos 2 pun bahkan ada di tengah kerimbunan pohon bambu.
Di tengah perjalanan antara Pos 1 dan Pos 2, terdapat spot terbuka yang memungkinkan kita bisa dengan leluasa melihat pegunungan di sebelah barat. Jajaran Gunung Manglayang, Gunung Pangparang, Gunung Bukittunggul, Gunung Sanggara, Gunung Putri dan Gunung Jambu tampak jelas. Begitu juga kawasan permukiman Jatinangor dan Tanjungsari bisa terlihat, termasuk lintasan kelurusan patahan atau Sesar Cileunyi-Tanjungsari. Sayangnya, kadang-kadang cuaca berkabut menghalangi pemandangan yang menawan ini.
Perjalanan dari Pos 1 ke Pos 2 memerlukan waktu tempuh sekitar 20-30 menit. Menuju Pos 3, kita akan memulainya dengan menyusuri rapatnya rumpun-rumpun bambu yang bersambung dengan rapatnya pepohonan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Dalam masyarakat Sunda, pohon kaliandra seringkali disebut dengan nama peupeuteuyan karena buahnya yang mirip dengan buah pohon peuteuy selong.
Di menit-menit awal meninggalkan Pos 2, kita melakukan perjalanan datar yang memutar ke arah utara terlebih dulu, sebelum nantinya disuguhi tanjakan cukup panjang menyusuri punggungan menuju ke titik Pos 3. Perjalanan dari Pos 2 ke Pos 3 biasanya membutuhkan waktu sekitar 20-40 menit.
Setelah beristirahat di Pos 3, kita bisa melanjutkan pendakian menuju puncak dengan menempuh satu lagi tanjakan yang tidak begitu panjang tapi cukup terjal. Tanjakan ini akan berakhir di bangunan makam petilasan. Terdapat dua makam petilasan di tempat ini. Satu bangunan berbentuk saung dan satu lagi bangunan dengan pagar tembok dan halaman yang lebih luas. Area makam ini bisa dijadikan tempat beristirahat dan berteduh, tentu saja dengan menjaga kebersihannya.
Dari bangunan makam, jarak menuju puncak sudah sangat dekat, dan tanpa tanjakan. Lama perjalanan dari Pos 3 menuju bangunan makam sekitar 10-15 menit, dan dari bangunan makam menuju titik puncak sekitar 2-3 menit saja.
Di puncak Gunung Geulis, terdapat area yang cukup luas untuk berteduh. Pepohonan kaliandra dengan tinggi sekitar 3-5 meter memberikan keteduhan bagi pendaki yang ingin beristirahat sembari makan siang dan menjerang air untuk menyeduh kopi atau minuman hangat lainnya. Memang tersedia bak sampah yang terbuat dari tembok, tapi akan lebih baik jika kita tidak menyimpan sampah di sana. Sebaiknya kita bawa pulang saja setiap sampah yang kita hasilkan.
Untuk menuju kawasan terbuka dengan penanda sebuah batu berukuran besar, kita berjalan kaki dari puncak sekitar 5 menit ke arah timur. Terdapat ruang terbuka yang cukup lapang dengan pemandangan ke arah Gunung Kareumbi dan Gunung Kerenceng. Area ini menjadi pilihan bagi pendaki yang bermalam dan ingin melihat keindahan sunrise atau matahari terbit di ufuk timur.
Berdiri di atas batu besar, kita bisa melihat ujung kelurusan Sesar Cileunyi-Tanjungsari di arah timur laut. Tampak pula Gunung Tampomas di arah yang sama. Di arah timur, selain ada Gunung Kareumbi dan Gunung Kerenceng, ada juga Gunung Bujung dan Gunung Serewen. Sementara itu di arah tenggara, Gunung Haruman dan Gunung Kaledong tampak seperti dua buah gunung kembar. Di sampingnya, terlihat Gunung Mandalawangi dan Pegunungan Guntur, Garut.
Beberapa rumpun pohon takokak (Solanum torvum) tumbuh di sela-sela rimbunnya pohon kaliandra dan saliara. Ada mitos yang mengatakan bahwa mengonsumsi buah takokak bisa membuat kaum lelaki kehilangan kesuburan selama 30-40 hari sehingga dahulu buah ini diigunakan untuk mencegah memiliki anak.
Setelah menikmati suasana puncak, tentu saja pendaki harus menempuh jalan turun untuk kembali ke tempat parkir kendaraan. Biasanya perjalanan menuruni Gunung Geulis ditempuh selama satu sampai dua jam. Namun jika hujan turun, waktu tempuh perjalanan bisa menjadi lebih lama akibat jalan yang licin.
Sebagai catatan, setiap pendaki hendaknya membawa perbekalan air yang cukup karena di sepanjang jalur pendakian tidak tersedia sumber air.
Mengenal Patahan atau Sesar Cileunyi-Tanjungsari dan Potensi Bencananya
Patahan atau Sesar Cileunyi-Tanjungsari merupakan satu dari lima sesar aktif yang ada di kawasan Bandung Raya. Kelurusannya menggaris arah barat daya dan timur laut.
Merujuk penelitian yang dipublikasikan oleh Marjiyanto (2008), kelurusan sesar Tanjungsari bisa mencapai 36 kilometer, mulai dari Kabupaten Sumedang sampai ke Baleendah di Kabupaten Bandung. Marjiyanto juga melampirkan beberapa contoh kejadian gempa yang pernah terjadi di sepanjang garis kelurusan tersebut. Tercatat gempa tahun 1972 dan tahun 2005 yang membuat cemas masyarakat.
Menyikapi hasil penelitian tahun 2008 tersebut, serta kebutuhan akan data yang lebih mutakhir dan akurat, pada tahun 2020 Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mempublikasikan hasil penelitian terbarunya. Salah satu hasilnya adalah fakta bahwa panjang Sesar Cileunyi-Tanjungsari bukan 36 kilometer, melainkan 17 kilometer dan terbagi menjadi dua segmen, yaitu segmen barat yang berada lebih ke arah Cileunyi dan segmen timur yang berada di tengah Kabupaten Sumedang.
Segmen barat memiliki panjang 6,69 kilometer dengan potensi gempa magnitudo maksimal 6,08. Sementara itu, segmen timur memiliki panjang 11.8 kilometer dengan potensi gempa magnitudo maksimal 6,30 (Supartoyo, Identifikasi Sesar Tanjungsari-Cileunyi Menggunakan Metode Geologi, 2020).
Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #43: Puncak Eurad, Wisata Dataran Tinggi di Perbatasan Bandung dan Subang
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #42: Gunung Koromong Baleendah, Sisa Gunung Api di Pesisir Danau Bandung Purba
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #41: Gunung Sanggara, Menikmati Kekayaan Hutan Tropis di Petilasan Ciung Wanara
Toponimi dan Legenda
Menarik mengetahui tidak ada nama Gunung Geulis Jatinangor di peta-peta lawas. Yang tertera adalah nama Gunung Bukitjarian. Ahli geologi dan penjelajah Belanda kelahiran Jerman, Franz W. Junghuhn, juga menyebutnya sebagai Gunung Bukitjarian ketika melintasi Tanjungsari dalam perjalanannya menuju ke Garut atau Sumedang.
Hij noemt als „wegpassen over de verbindingsruggen (zadels)”, als eerste die / tusschen Manglajang en Boekit Djarian, op 2690 voet, aan den grooten weg van / Bandoeng naar Soemedang.
(Dia menyebutkan sebagai "jalan melewati punggung bukit penghubung (pelana/sadelan gunung)" yang pertama / antara Manglayang dan Bukitjarian, pada ketinggian 2690 kaki, di jalan utama dari / Bandung ke Sumedang.)
Di masyarakat sekitar kaki Gunung Geulis, terdapat beberapa versi cerita terkait asal-muasal nama Gunung Geulis. Yang paling populer adalah kisah tentang sepasang suami-istri yang begitu berharap segera dikaruniai keturunan. Mengikuti sebuah petunjuk, sang suami bertapa di puncak Gunung Geulis selama 40 hari 40 malam. Berangkatlah dia dan mulai bertapa. Segala godaan bisa dilewati sampai hari ke-39. Pada malam terakhir, datanglah godaan dari penunggu gunung yang menyerupakan diri sebagai seorang putri yang cantik, atau dalam Bahasa Sunda geulis. Ada juga yang menyebutkan bahwa wujudnya menyerupai istri sang suami yang sedang bertapa.
Digoda sedemikian rupa, sang suami akhirnya gagal memenuhi kewajiban bertapa 40 hari 40 malam. Ia bahkan kemudian jatuh hati pada putri geulis tersebut.
Di rumah, sang istri yang terus menunggu kabar suami menjadi tidak tenang. Dia pun menyusul ke puncak gunung, ditemani oleh beberapa warga kampung. Betapa kaget sang istri melihat suaminya ternyata sedang dililit oleh seekor ular.
Sang istri berusaha membuka lilitan ular yang oleh suaminya terlibat sebagai seorang putri jelita tersebut. Dia dan warga kampung bahkan mengguanakan bantuan tenaga seekor kuda. Kuda ini nantinya akan menjadi cikal-bakal penamaan daerah Cikuda di kaki Gunung Geulis. Konon dulunya Cikuda merupakan tempat sang istri mengikatkan kudanya itu.
Sang suami marah kepada istrinya karena telah membunuh ular yang dilihatnya sebagai seorang putri cantik. Terjadi pertengkaran yang berakhir dengan terbunuhnya sang suami. Kedua makam di puncak Gunung Geulis dimitoskan sebagai makam petilasan sang putri geulis dan si suami.
Dalam versi lain, makam di puncak Gunung Geulis itu adalah makam dari permaisuri seorang raja yang meninggal akibat penyakit. Itulah yang diyakini sebagai asal penamaan Gunung Geulis.
Cerita lain menyebutkan bahwa makam di puncak Gunung Geulis itu adalah makam prajurit yang gugur ketika Kerajaan Sumedang Larang berselisih dengan Kerajaan Cirebon akibat perebutan istri raja yang cantik.
*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)