• Opini
  • Peran Masyarakat dalam Mencegah Pelecehan Seksual terhadap Perempuan

Peran Masyarakat dalam Mencegah Pelecehan Seksual terhadap Perempuan

Masih banyak yang menganggap faktor utama pemicu kekerasan seksual karena cara berpakaian para korban. Padahal ada persoalan hasrat pelaku di sini.

Maria Frederika Sutiastono

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Aktivis memperingati International Women's Day di Kota Bandung, Selasa (8/3/2022). Masa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan menuntut penegakan hukum atas tindakan kekerasan seksual. (Foto dan Desain: Virliya Putricantika, Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)*

6 Februari 2023


BandungBergerak.idKasus pelecehan seksual semakin sering terjadi di zaman sekarang ini. Nyaris setiap hari kasus baru terjadi. Komnas Perempuan mencatat sejak Januari 2022 sampai dengan November 2022 telah terjadi 3.014 kasus kekerasan seksual. Itu sudah termasuk 860 kasus pelecehan seksual dalam ranah publik dan 899 kasus di ranah personal.

Kasus kekerasan seksual erat kaitannya dengan kentalnya budaya patriarki. Masih banyak laki-laki yang memandang perempuan sebelah mata karena sifatnya yang lemah lembut. Seorang penulis bernama Eve Ensler menuliskan dalam bukunya Vagina Monologue bahwa hampir semua perempuan pasti pernah mengalami pelecehan seksual, baik di tempat kerjanya, sarana pendidikan, maupun rumah yang dapat menjadi tempat teraman.

Dapat dilihat bahwa masyarakat setempat masih menganggap pelecehan seksual adalah suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Bahkan banyak yang tidak menyadari bahwa tindakannya termasuk ke dalam pelecehan seksual. Hal tersebut membuat para korban menjadi trauma dan merasa was-was untuk percaya dengan seseorang. Dan bahkan mereka diejek dan diperlakukan tidak semestinya. Anggota keluarga dari korban merasa bahwa kasus tersebut merupakan sebuah aib yang harus ditutupi.

Pada lingkup global, kasus pelecehan seksual yang paling banyak terjadi terdapat di negara India. Kasus tersebut telah meningkat sebesar 7,5 persen sejak 2010 dengan rentang usia korban antara 18 tahun sampai dengan 30 tahun. Dan pelaku kekerasan kebanyakan laki-laki. Mereka berasal dari keluarga atau kerabat dekat.

Dari kasus tersebut dapat diperhatikan bahwa laki-laki masih merasa untuk mendominasi para perempuan. Kaum hawa dipandang lemah, tanpa dapat menolak atau memberikan pendapat. Sebagian dari laki-laki juga menganggap dengan melakukan hal tersebut merupakan salah satu cara untuk mengendalikan orang lain. Jika menolak, maka mereka akan diancam hingga ketakutan.

Stereotip pada korban kekerasan seksual membuat banyak dari korban tidak mempunyai keberanian untuk melaporkan hal yang telah mereka alami karena masih banyak yang menganggap bahwa perempuan merupakan pihak yang bersalah. Contohnya, ada pandangan bahwa perempuan adalah yang pertama kali menggoda laki-laki dengan memakai pakaian yang kurang bahan, sehingga banyak yang menganggap sudah sepantasnya tindakan pelecehan tersebut terjadi. Padahal cara berpakaian bukanlah penyebab utama mengapa tindak pelecehan dapat terjadi, tetapi itu berasal dari bagaimana pola berpikir kita melihat pakaian orang lain.

Selain itu, para korban juga memilih untuk menutup diri sehingga pelaku merasa puas dan akan terus melanjutkan perbuatan tidak pantasnya tersebut. Ditambah dengan lingkungan masyarakat setempat yang terkesan tidak ramah terhadap korban dan mengabaikan fakta bahwa pelecehan merupakan sebuah kejahatan yang perlu diperhatikan.

Cara Mencegah Terjadinya Pelecehan Seksual

Kita harus lebih memperhatikan bagaimana nasib kedepannya untuk para perempuan yang menjadi korban bila pelecehan seksual terus dinormalisasikan. Karena bila dinomarlisasikan, maka para pelaku tidak akan pernah merasa puas dan akan terus melanjutkan perbuatannya ke banyak orang.

Banyak sekali cara untuk mencegah pelecehan seksual, misalnya di tempat umum. Kita dapat bersikap tegas dan berani untuk menegur pelaku bahwa tindakannya sangat salah. Cara yang lain yaitu misalnya kita sedang jalan-jalan lalu tidak sengaja melihat suatu kejadian pelecehan, maka yang dapat kita lakukan yaitu merekamnya dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib sebagai barang bukti.

Dampak yang umumnya diterima dari perempuan korban pelecehan seksual biasanya berkaitan dengan kesehatan mereka, seperti depresi, berupaya untuk melakukan bunuh diri, dan terinfeksi oleh virus HIV/AIDS. Sangat disarankan sekali untuk kita tidak mengucilkan mereka dan lebih baik untuk membantu para korban dengan menghubungkan mereka ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti berkunjung ke psikolog agar trauma yang mereka alami dapat sedikit mereda. Kita juga dapat mengajak mereka untuk komunikasi agar trauma yang mereka alami sedikit menghilang dan membuat mereka senang karena masih ada yang peduli dengan para korban.

Di sisi lin, edukasi kepada anak juga penting dilakukan. Misalnya, edukasi sejak usia dini. Edukasi kepada anak diperlukan agar mereka paham apa dan bagaimana saja bentuk pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. Tetapi sayangnya edukasi tentang pelecehan seksual masih dianggap sangat tabu, karena banyak yang menganggap mengajarkan hal tersebut sama saja dengan menceritakan hal porno kepada anak. Padahal edukasi tersebut sangat penting untuk kita semua, karena kita dapat mengetahui arti dari alat reproduksi dan risiko apa yang dapat kita tanggung bila alat reproduksi kita diganggu oleh orang lain.

Baca Juga: Proses Panjang Memberantas Kekerasan Seksual di Indonesia
Budaya Patriarki, Sumber Utama Kekerasan Seksual
Merdeka Belajar, Merdeka dari Kekerasan Seksual?

Aksi Masyarakat Terhadap Pelecehan Seksual

Seiring perkembangan zaman, kini sudah banyak orang yang mulai memberikan perhatian terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. Dari sinilah muncul gerakan-gerakan antipelecehan seksual yang dibuat oleh masyarakat setempat, pemerintah, dan organisasi sosial kemasyarakatan untuk mengajak bersama-sama melawan kasus pelecehan seksual terhadap perempuan. Berbagai kampus di Indonesia sudah mulai menciptakan berbagai gerakan bebas terhadap pelecehan seksual.

Sejumlah kampus di Indonesia mulai mengeluarkan dasar hukum dan instrumen pencegahan untuk menindaklanjuti kasus-kasus kekerasan seksual. Selain itu terdapat juga sebuah gerakan bernama Handsoff Campaign yang diprakarsai oleh seorang wanita bernama Yacko. Kampanye ini bertujuan untuk melawan kasus pelecehan yang sering terjadi di jalan, seperti catcalling dan gerak-gerik jahil yang dapat membuat risih. Di dalam kampanye ini juga sangat menuntut sekali kesetaraan dan keadilan terhadap perempuan yang masih sering dianggap makhluk sosial paling lemah.

Dengan adanya gerakan-gerakan tersebut membuat masyarakat semakin sadar bahwa pelecehan seksual bukanlah suatu hal yang perlu untuk dinormalisasikan. Masyarakat sudah mulai untuk peduli dan tidak mengucilkan para korban karena mereka sadar kesalahan tidak pernah ada di korban. Untuk para perempuan di seluruh negara ini diharapkan dapat bersatu dan memberikan dukungan kepada satu sama lain untuk bersama-sama melawan kekerasan seksual.

Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu kekerasan seksual yang dialami oleh banyak perempuan sering dianggap sebagai masalah pribadi saja, tanpa memikirkan bahwa tindakan tersebut berdampak pada kehidupan korban sendiri, keluarga mereka, dan hubungan pada masyarakat sekitar yang dapat memburuk. Dan masih banyak yang menganggap faktor utama pelecehan dapat terjadi yaitu terdapat dari cara berpakaian para korban. Padahal hal tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan terjadinya tindakan tersebut. Ini disebabkan oleh laki-laki yang tidak dapat menahan hasrat seksualnya sehingga mereka menyerang para perempuan dan yang lebih parah menyalahkan korban atas terjadinya kejadian tersebut.

Akhirnya, kita semua diharapkan untuk mulai lebih peduli kepada para perempuan korban pelecehan seksual. Munculnya gerakan-gerakan aksi yang dimulai dari masyarakat sekitar sudah dapat membuat para korban terhibur dan merasa tidak sendiri karena masih banyak orang yang mendukung korban dan berada di sisi mereka untuk melawan tindakan pelecehan seksual.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//