• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur Ke Bandung #4

NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur Ke Bandung #4

Hengkangnya VOC tidak serta-merta menghentikan sistem tanam paksa. Daendels meneruskannya. Ia kemudian membangun Jalan Raya Pos, titik awal pembangunan Bandung.

Merrina Listiandari

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo, atau FB page: Djiwadjaman

Rumah milik J. Verhoeven (berjanggut) dan keluarganya yang kemungkinan berada di Grote Postweg di Tjideres dekat Madjalengka. Foto dibuat sekitar tahun 1890 dan 1895. (Koleksi KITLV 55911, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

12 Februari 2023


BandungBergerak.id – Saat VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) bangkrut, rakyat Priangan sudah sangat muak dengan budidaya kopi yang terus dipaksakan oleh pemerintahan kolonial ini. Rakyat yang terus merasa dirugikan dengan sistem penetapan harga yang serampangan melakukan aksi mogok, bahkan melakukan pembumi hangusan tanaman kopi di mana-mana. Cianjur, tidak lagi menjadi penghasil kopi terbesar dunia seperti sebelumnya.

VOC resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Seluruh aset yang dimiliki VOC termasuk wilayah yang kini menjadi Indonesia, diambil alih oleh pemerintahan baru Belanda, yang saat itu masih menjadi wilayah jajahan Perancis, dengan nama Republik Bataaf. Pengambil alihan pemerintahan tersebut, ternyata tidak serta merta membuat budi daya kopi yang sangat merugikan masyarakat di Priangan dihentikan.

Pemerintah Hindia Belanda, masih berupaya melanjutkan apa yang telah sukses dilakukan oleh Kumpeni dalam pembudidayaan. Mereka mengeluarkan beberapa instruksi baru, di antaranya instruksi No.5 tahun 1800, agar penanaman kopi dilakukan pada bulan November, Desember serta Januari dan setiap keluarga diwajibkan untuk menanam sebanyak 250 batang pohon kopi. Selain itu instruksi No.9 yang berisi tentang aturan bahwa bupati serta opsiner harus membayarkan uang kopi kepada rakyat dengan lancar. Hingga dalam perjalanannya budi daya kopi meluas hingga seluruh Jawa.

Daendels legt de Groote Postweg aan over Java (Daendels sedang membangun Groote Postweg lintas Jawa). Gambar ilustrasi dibuat sekitar tahun 1920. (Koleksi KITLV 1402499, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Daendels legt de Grote Postweg aan over Java (Daendels sedang membangun Grote Postweg lintas Jawa). Gambar ilustrasi dibuat sekitar tahun 1920. (Koleksi KITLV 1402499, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur ke Bandung #3
NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur ke Bandung #2
NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur ke Bandung #1
NGULIK BANDUNG: Gedung PGN Braga, Bukti Bandoeng Pernah Punya Jaringan Gas Dalam Kota di Zaman Kolonial

Daendels Mengenjot Budi Daya Kopi Priangan

Herman Willem Daendels datang ke Hindia Belanda pada tahun 1808, dan menjadi Gubernur Jenderal ke-4 yang bertanggung jawab untuk Pulau Jawa, setelah VOC hengkang. Sama dengan Gubernur Jenderal yang lain, kebijakan yang dilakukannya masih berkaitan dengan budi daya tanaman kopi. Daendels membagi wilayah menjadi beberapa prefektur dan setiap prefektur mencakup beberapa kabupaten yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan setiap kabupaten dalam menghasilkan kopi.

Dengan demikian prefektur Priangan dibagi menjadi dua. Kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang dan Parakanmuncang disatukan dengan Batavia menjadi Jacatrasche en Preanger-Regentschappen. Sementara daerah Sukapura, Limbangan, dan Galuh yang dianggap sebagai daerah yang kurang menghasilkan kopi digabungkan dengan Cirebon, dengan nama Kesultanan en Cheribonsche-Preanger Regenschappen (Ekadjati, 1993 ; Lasmiyati, 2015).

Untuk kelancaran serta meningkatkan hasil dari budi daya kopi di setiap daerah tersebut, Daendels bekerja sama dengan para bupati. Ia menerbitkan aturan bahwa setiap petani harus menyerahkan hasil panen mereka melalui para pemimpin daerah masing-masing. Dari setiap pikul biji kopi yang diserahkan oleh para petani, Daendels memberikan persentase kepada para bupati tersebut.

Rupanya taktik yang digunakannya sangat efektif. Dengan iming-iming persentase, para bupati sigap menggerakkan para petani di daerah kekuasaan mereka untuk bekerja lebih keras, sehingga menghasilkan kopi lebih banyak. Daendels pun membuka kesempatan pada pihak swasta untuk membuka lahan mereka untuk ditanami kopi. Namun kopi yang dihasilkan oleh pihak swasta jauh dibandingkan dengan kopi yang dihasilkan rakyat.

Bagaimana tidak, selain memberikan persentase kepada para bupati, iming-iming pun diberikan kepada para bawahan bupati, seperti kepada para patih dan cutak. Bawahan-bawahan inilah yang bekerja menekan rakyat secara langsung. Bahkan Daendels mewajibkan anak-anak dengan usia minimal 14 tahun untuk turun ke kebun-kebun kopi membantu orang tua mereka. Dengan menggunakan tangan besi Daendels berhasil meningkatkan lagi budi daya kopi di Pulau Jawa, sehingga mendapatkan hasil melimpah. 

Grote Postweg di Jawa Barat. Foto diambil sekitar tahun 1920. (Koleks KITLV 26319, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Grote Postweg di Jawa Barat. Foto diambil sekitar tahun 1920. (Koleks KITLV 26319, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Daendels Membangun de Grote Postweg

Semenjak VOC hengkang dari Nusantara, dalam kurun waktu 1808-1821, hasil terbaik panen kopi terjadi pada tahun 1811 yaitu sekitar 19.675 pikul (Lasmiyati, 2015). Dengan pendapatan yang terus meningkat, pemerintah kolonial membangun banyak gudang-gudang kopi baru yang berjarak sekitar 7 hingga 10 kilometer dari kebun-kebun garapan rakyat.

Biji-biji kopi hasil panen diangkut dengan menggunakan pedati yang ditarik oleh kerbau, menuju gudang-gudang tersebut. Perjalanan membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 hari, menggunakan jalan pos. Bahkan bagi masyarakat yang tidak mampu untuk menyewa pedati, mereka memikul hasil panen tersebut melalui jalan-jalan setapak yang jelas ditempuh dengan waktu yang jauh lebih lama.

Kala itu kondisi jalan-jalan di Priangan sangatlah buruk. Jalan-jalan setapak yang biasa dilalui oleh masyarakat sangatlah terjal. Pedati-pedati yang ditarik kerbau pada akhirnya dilarang untuk menggunakan jalan-jalan pos, karena beban berat yang dibawa oleh pedati-pedati tersebut merusak jalan. Otomatis pengiriman kopi menjadi sangat terlambat, sehingga biji-biji kopi dikhawatirkan mengalami kerusakan dalam perjalanan.

Sebagai Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab terhadap wilayah koloninya, Daendels memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar. Memastikan budi daya kopi yang merupakan sumber kas utama negara, berjalan lancar juga bertanggung jawab terhadap keamanan wilayah koloni yang merupakan aset terbesar bagi negara.

Budi daya kopi yang digerakkannya dengan menggunakan metode serta taktik yang ia kembangkan berhasil dengan baik, namun tidak sebanding dengan kondisi jalan sebagai pendukung perdagangan kopi mereka. Di sisi lain, Kerajaan Belanda yang saat itu merupakan vasal Perancis yang sedang bertikai dengan Inggris, tentu harus mempertahankan wilayah koloni yang sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran serangan Inggris.

Berpijak pada dua hal yang sangat penting itulah, Daendels menginisiasi pembangunan infrastruktur berupa Jalan Raya Pos (de Grote Postweg) yang di Jawa Barat menghubungkan Serang, Tangerang, Jakarta, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang dan Crebon (Dienaputra, 2000). Selain itu dia juga membangun jembatan untuk transportasi berat yang menggunakan kerbau serta kuda.

Grote Postweg di Bandoeng oleh Visser & Co, diterbitkan antara abad ke-19 dan 20. (Koleksi KITLV 1400401, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Grote Postweg di Bandoeng oleh Visser & Co, diterbitkan antara abad ke-19 dan 20. (Koleksi KITLV 1400401, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Perkembangan Bandung

Setelah kedatangan Arie Top yang diikuti oleh Ronde Jan atau Jan Geysberger bersama seorang Eropa lainnya ke pedalaman Priangan yang disebut Bandung ini, daerah yang semula hutan belantara mulai dibuka. Namun Bandung belum mengalami perubahan secara signifikan. Perubahan mulai tampak saat Gubernur Jenderan Herman William Daendels membangun jalan Raya Pos atau Grote Postweg yang menghubungkan beberapa wilayah di Priangan dengan Batavia.

Keputusan Daendels untuk membangun infrastruktur berupa jalan tersebut pada dasarnya memiliki latar belakang ekonomi. Memudahkan pengangkutan hasil budi daya kopi dari kabupaten-kabupaten di Priangan menuju gudang di Batavia, serta melindungi aset negara berupa tanah koloni ini, agar tidak “dicocok” oleh bangsa seteru Belanda-Perancis yaitu Inggris, dengan mengorbankan masyarakat yang dipaksa untuk mengerjakannya.

Saat pembangunan jalan tersebut memasuki wilayah Bandung, Daendels mendapati bahwa jalan raya tersebut tidak melalui ibu Kota Kabupaten Bandung, yaitu Karapyak (Dayeuh Kolot, sekarang) yang terletak 11 kilometer dari jalurnya ke arah selatan. Sehingga Daendels menerbitkan Surat Keputusan, 25 Bloeimaand 1810 Verplatsing van de hoofdnegorijen in de regentschappen Bandoeng en Parakanmoentjang, yang berarti Surat Keputusan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bandung dan Parakanmuncang yang di keluarkan pada tanggal 25 Mei 1810 (Plakaatboek, XV, 1810 ; Rusnandar,2010).

Isi surat keputusan tersebut, memerintahkan agar penguasa Jakarta dan daerah pedalaman Priangan agar memindahkan ibu kota Bandung dan Parakanmuncang, karena jauh dari jalan baru sehingga pengerjaan Jalan Raya Pos tersebut mengalami hambatan. H.W.Daendels memerintahkan agar Ibu Kota Bandung dipindahkan ke Cikapundung (dari Karapyak) dan Ibu Kota Parakanmuncang ke Andawadak (Tanjungsari, kini).

Atas dasar perintah Daendels tersebut, Bupati Bandung R.A. Wiranatakusumah II (1794-1829) segera melaksanakan perintah dengan mulai membangun pendopo, ke daerah sebelah utara Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Sejak saat itu daerah pedalaman Priangan ini mulai berbenah, untuk menyiapkan diri sebagai ibu kota kabupaten.

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Redaksi

COMMENTS

//