• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #20: Yang Belum Usai dari Program Pengelolaan Sampah (2)

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #20: Yang Belum Usai dari Program Pengelolaan Sampah (2)

Tak jarang barang yang berasal dari daur ulang sampah tidak tahan lama, bahkan kembali menjadi sampah. Barang yang dihasilkan hanya untuk menaikkan nilai ekonomi.

Noor Shalihah

Mahasiswa, bergiat di RBM Kali Atas

Ecobrik karya siswa Kelas 5 SDN Nagrog Cicalengka yang dibuat dengan memanfaatkan botol bekas kemasan minuman dan sampah plastik yang dipadatkan. (Foto Noor Shalihah)

13 Februari 2023


BandungBergerak.id – Selepas waktu istirahat, anak-anak membersihkan plastik yang menjadi tempat makanannya. Dengan semangat, mereka mengguntingnya menjadi bagian kecil untuk dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol. Ya, Ecobrick! Program kali ini merupakan program yang sengaja digalakan untuk mendaur ulang sampah agar menjadi bentuk lain. Program mengumpulkan sampah menjadi ecobrick ini merupakan salah satu upaya dari sekolah untuk mengurangi sampah. Sebelumnya, di tingkat Sekolah Dasar sudah berupaya mengurangi sampah plastik dengan menggunakan tempat makan sendiri untuk membeli jajanan di sekitar sekolah. Sehingga, sampah yang dihasilkan cukup berkurang. Namun, di sela-sela pengumpulan ecobrick tersebut, anak-anak menjadi semangat untuk jajan agar ia bisa cepat mengisi ecobrick miliknya dengan penuh, tentunya, hal ini berbalik arah, program yang semula untuk mengurangi sampah plastik menjadi menambah sampah plastik.

Aktivitas pengelolaan sampah sudah menjadi tren beberapa dekade belakangan ini. Jargon 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi pelengkap dalam pengelolaan sampah baik dalam level individu dan juga masyarakat. Di lingkup kabupaten Bandung melalui perda No. 1 tahun 2022 tentang pengelolaan sampah. Di mana masing-masing desa dan kelurahan memiliki setidaknya satu tempat pengelolaan sampah yang kemudian akan dikelola untuk dijadikan berbagai macam produk baru. Bagaimana realisasinya di masing-masing daerah di Kabupaten Bandung bagian timur?

Aktivitas daur ulang sampah sudah dilakukan di beberapa tempat khususnya di Kecamatan Cicalengka. Beberapa mengumpulkan sampah kepada bank sampah yang hasil akhirnya menjadi produk baru yang bernilai ekonomi. Di antaranya adalah daur ulang sampah popok, di daerah desa Nagrog terdapat bank sampah yang menjadi pengelolaan sampah, begitu juga mendaur ulang sampah-sampah pakaian. Di Desa Cicalengka Kulon terdapat program bank sampah bernama “Saluyu”.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #19: Yang Belum Usai dari Program Pengelolaan Sampah
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #18: Pertanyaan di Balik Cicalengka sebagai Wilayah Kebangkitan Industri
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #17: Mendidik Anak dari yang Sederhana
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #16: Aku Bingung, sebuah Keluhan Anak Sekolah di tengah Luapan Informasi

Perilaku Manusia terhadap Sampah

Ketika berhadapan dengan sampah, maka ada satu faktor penentu yang tidak lepas daripadanya yaitu perilaku manusia. Pengendalian sampah tanpa pengendalian perilaku manusia merupakan hal yang cukup mustahil. Maka, seperti yang telah diutarakan dalam tulisan sebelumnya, program pengelolaan sampah menemukan tingkat kesuksesannya apabila berhasil mengurangi sampah bahkan tidak ada sampah.

Peliknya perilaku manusia ini, ditambah oleh berbagai macam marketing bahkan perusahaan yang menjadi produsen. Ada satu konsep yang seharusnya menjadi urutan dalam pengelolaan sampah yaitu mengurangi sampah (reduce), menggunakan kembali (reuse), dan yang terakhir barulah daur ulang (recycle). Namun, hal ini sering kali disalahpahami untuk meloncat ke arah daur ulang, tanpa mengurangi dan menggunakan kembali barang-barang yang sudah tidak berguna. Alih-alih mengurangi sampah, strategi marketing yang berusaha untuk menggaet konsumen dengan sampah. Menjadikan orang-orang berpikir “Oh, ini hasil daur ulang”. “Oh gak apa-apa kok, ini sampah bisa di daur ulang”. Sehingga pernyataan bersalah konsumen akan tertutupi karena upaya-upaya jargon-jargon tersebut. Padahal, akhirnya tetap saja ia akan menjadi sampah.

Akar masalah pembuangan sampah adalah perilaku individu yang terbiasa membuang sampah begitu saja. Dalam sejarah bisa kita lihat bagaimana perilaku penggunaan kembali benda-benda yang telah tidak berguna cenderung hilang seiring waktu. Hal ini dikarenakan perubahan pola-pola masyarakat yang cenderung menjadi konsumen. Proses reuse merupakan proses agar sampah tidak langsung menjadi sampah. Seperti halnya proses pemanfaatan baju bekas menjadi lap, bekas plastik menjadi pot di halaman rumah.

Edukasi saja tidak Cukup

Usaha penyelesaian sampah merupakan persoalan bersama. Namun, mengingat berbagai jenis sampah yang dihasilkan oleh masyarakat bermacam-macam dari mulai sampah anorganik hingga sampai organik, maka usaha ini tidak bisa dilakukan secara masing-masing. Meskipun sudah melakukan upaya tingkat individual seperti eco enzyme dan juga ecobrick, proses daur ulang sampah organik masih menyisakan banyak pekerjaan lanjutan.

Salah satu masalahnya terletak pada sumber daya dan pengetahuan. Seperti halnya ecoenzyme, hasil dari ecoenzyme yang diklaim bisa untuk mengganti cairan pencuci piring, mengepel, dan sebagainya hasilnya belum begitu efektif karena belum seperti produk yang dijual di pasaran. Belum lagi persoalan pengemasan yang tak jarang kurang begitu menarik Sehingga usaha ini pula yang harus dipikirkan untuk yang mengusahakan daur ulang sampah. Dalam proses pengolahannya, tak jarang butuh lahan yang cukup untuk menyimpan dan mengelola sampah di level individu.

Selain masalah produksi, pengelolaan sampah harus diiringi dengan keseriusan berbagai pihak. Usaha peningkatan nilai barang yang dihasilkan dari proses daur ulang sampah menjadi hal yang harus diseriusi banyak pihak. Tak jarang, karena barang-barang yang dihasilkan oleh sampah tidak tahan lama atau bahkan kembali lagi menjadi sampah. Sistem yang berjalan dari pemerintah dan juga upaya dari masyarakat merupakan kolaborasi ideal untuk menyelamatkan dunia dari gunungan sampah.

Pengelolaan sampah yang bernilai ekonomis, seharusnya bisa dipandang sebagai industri lanjutan dari pengelolaan sampah. Menginduk kepada kebutuhan manusia untuk bertahan hidup, setidaknya bisa membuka sebuah lapangan kerja yang baru. Dengan syarat, bahwa terdapat tekad yang kuat untuk selalu berusaha mengembangkan dan memperluas jejaring konsumen.

Seperti yang pernah diutarakan oleh Kak Bertha, Guru menggambar di RBM Kali Atas sekaligus pegiat kewirausahaan, sampah seperti cangkang jagung apabila diolah dengan cara yang benar, ia akan berubah menjadi barang yang bernilai ekspor. Hanya kebanyakan masyarakat kita berhenti sampai kepada menghasilkan nilai ekonomi bukan memperbaiki kualitas ekonomi. Inilah sisi lain yang menjadi tantangan pengelolaan sampah. Bahkan bukan hanya sampah, tapi juga dalam lini lain yang membutuhkan ketahanan di pasar yang lebih luas.

Lain sampah yang bisa di daur ulang, sampah yang tidak bisa didaur ulang dan sampah-sampah yang membahayakan lingkungan seperti sampah berisi bahan kimia berbahaya maupun sampah obat-obatan seharusnya disediakan fasilitas pengelolaanya oleh pemerintah. Selain berpotensi disalahgunakan, obat-obatan yang meresap ke dalam tanah akan merusak lingkungan di sekitarnya sehingga menjadi tidak sehat. Bukan hanya daur ulang, tetapi juga memang harus dikelola dengan baik agar tidak berdampak pada lingkungan. Perkara sampah menjadi perkara yang tiada habisnya. Bisa dipastikan, selalu ada sampah dalam aktivitas dan laku manusia. Sampah akan menjadi bencana atau tidak, tergantung bagaimana manusia mengelolanya. 

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka

Editor: Redaksi

COMMENTS

//