• Buku
  • RESENSI BUKU: Spritualisme Kritis ala Ayu Utami

RESENSI BUKU: Spritualisme Kritis ala Ayu Utami

Buku Simple Miracles karya Ayu Utami menceritakan perjalanan spiritual menyelami kematian, agama, dan Tuhan.

Sampul buku Simple Miracles karya penulis Ayu Utami terbitan KPG tahun 2017. (Foto: Muh. Zaky Maulana Malik)

Penulis Muh. Zaky Maulana Malik15 Februari 2023


BandungBergerak.idSimple Miracles adalah buku pertama seri “spritualisme kritis” karya Ayu Utami. Ayu Utami menjelaskan bahwa spritualisme kritis adalah penghargaan pada yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis. Buku ini agaknya adalah kisah nyata pengalaman hidupnya beserta keluarganya.

Di bagian awal, di pengantar, penulis memasukkan kisah dirinya sewaktu kecil ketika ia pergi ke makam kakek, nenek, dan pamannya yang terletak di bukit. Ketika tiba, di sana ia mendapati banyak batu nisan yang bertuliskan identitas si mati. Orang Jawa menyebutnya kijing. Adapun dirinya beranggapan kalau bentuknya serupa bidak-bidak catur. Kemudian Penulis disuruh berdoa oleh orang tuanya. Pada tahap ini penulis mulai berpikir kritis. Untuk apa berdoa?

Kalaupun ada kehidupan setelah kematian, bukankah keselamatannya ditentukan oleh amalnya dan bukan oleh doa orang yang masih hidup? Mengapa dalam kehidupan harus ada kematian? Bukankah menyeramkan mendapati orang yang kau sayang bisa mati kapan pun?

Di bagian akhir, penulis merasa ketakutan akan kehilangan ibunya karena ia begitu dekat (jika tidak disebut bergantung kepadanya) dengannya. Bahkan ia pun merasa sedih karena imajinasinya sendiri. Ia mengimajinasikan ibunya mati.

Buku ini terdiri dari tiga bab yang memiliki subbabnya masing-masing. Bab pertama adalah Hantu. Bab ini secara garis besar menjelaskan pandangannya tentang hantu. Meskipun demikian dalam bab ini juga diceritakan lagi ketakutan penulis akan kematian ibunya. Itu terjadi ketika ibunya untuk pertama kalinya dioperasi di rumah sakit karena ada benjolan kecil di lehernya. Ibunya akan dirawat selama beberapa hari. Karena masih kecil, ia merasa takut kalau ibunya akan mati. Penulis menganggap kalau hidup ini mengerikan lewat kutipan: Betapa mengerikannya hidup. Orang yang kita cintai bisa meninggalkan kita setiap saat.

Sejak kecil, penulis tinggal bersama ibu-ayah, Bibi Kurus-Bibi Gemuk, dan kakak-kakaknya. Sejak kecil juga ia sering diceritakan cerita-cerita hantu oleh Bibi Gemuk. Cerita-cerita hantu yang dibawakan bibinya mampu membuatnya ketakutan sekaligus penasaran. Penulis tertarik kepada hantu. Tapi di lain pihak, ibunya, mengatakan kalau hantu itu tidak ada jika kita tidak memikirkannya. Di sini terjadi duel pengaruh.

Penulis dipengaruhi kalau hantu itu benar-benar ada lewat cerita-cerita dari Bibi Gemuk, dan pada saat yang bersamaan ibunya menyanggah keberadaan hantu. Penulis menemukan hal yang unik di sini. Meskipun ibunya memengaruhinya dengan mengatakan kalau hantu itu tidak ada, tapi ia mengatakan kalau Tuhan ada. Padahal keduanya sama-sama tak terlihat.

Di dalam bab ini juga terdapat satu subbab yang menerangkan kalau arwah penasaran adalah arwah orang yang mati dengan jiwa belum ikhlas.

Beberapa tahun kemudian, salah satu kakak penulis mempunyai anak yang dinamakan Bonifacius. Kelebihan yang dimiliki Bonificius adalah ia mampu melihat makhluk tak kasat mata. Ketika kecil, ketika ia mendapati makhluk itu, ia akan menunjuknya dan mengatakan “Aauumm”, sambil melirikkan kedua matanya ke samping hingga yang tampak hanya bagian putih matanya saja.

Ketika usianya bertambah, ia mampu mendeskripsikan dengan jelas rupa makhluk itu, Ada yang melompat-lompat, perempuan yang memakai gaun putih dan berambut panjang, dan lain-lain. Kelebihannya ini ternyata membuatnya dicap aneh di sekolah. Dikatakan, ia sering berbicara sendiri. Padahal, akunya, ia sedang berbicara dengan seseorang.

Baca Juga: BUKU BANDUNG #61: Menemukan Harapan di Wajah (Bopeng) Pendidikan
BUKU BANDUNG #60: Sejarah Maenbal di Bandung dan Lahirnya Persib
BUKU BANDUNG #59: Mengenal Boscha dari Bacaan Wisnu
BUKU BANDUNG #58: Ledeng Oh Ledeng, Riwayatmu Kini

Tentang Kematian, Agama, dan Tuhan

Bab dua berjudul Tahun. Bab ini menerangkan tahun-tahun di mana penulis tak tertarik untuk beragama. Lama periode ini adalah 20 tahun. Alasan penulis meninggalkan agama pada periode ini adalah karena ia banyak mengkritisi agamanya sendiri, yaitu Katolik, sehingga ia banyak mendapati hal-hal dalam agamanya yang tak masuk akal. Tapi kemudian ia pun tersadar bahwa ada hal-hal yang tak dapat dicari tahu kebenarannya secara komprehensif.

Di bab ini penulis pun mulai tersadar akan pentingnya doa. Doa adalah komunikasi rohani, kata penulis. Pada yang lainnya penulis mengatakan, karena orang mati tak lagi membutuhkan barang-barang materi, maka yang bisa kita persembahkan kepada mereka hanyalah doa. Doa juga adalah sebuah pengakuan kalau kita lemah, kita perlu pertolongan Tuhan.

Bab terakhir berjudul Tuhan. Di sini adalah periode di mana penulis benar-benar mengakui kalau Tuhan Maha Kuasa. Pada periode ini penulis sudah bisa berdoa dengan khusyuk. Di bab ini diterangkan bagaimana Bibi Gemuk dan ibu mati. Yang unik adalah prediksi Bonificius mengenai waktu ibu mati. Prediksinya salah. Tapi penulis menganggap kesalahan itu adalah karena keinginan ibu sendiri. Maksudnya, ibu bisa mengatur sendiri waktu matinya. Sebelum mati, ibu merawat ayah sambil terus menerus meminta kepada Tuhan agar ia tak diperkenankan mati sebelum suaminya. Alasannya, karena ia tahu tak ada yang mampu merawat suaminya sebaik dirinya. Usaha yang dilakukan keluarga untuk ayah penulis sudah maksimal. Ia pernah bergonta-ganti rumah sakit, pergi ke orang pintar. Tapi tak ada tanda-tanda kesembuhan. Meskipun demikian doanya dikabulkan. Suaminya mati mendahuluinya. Mungkin alasan Tuhan tak menyembuhkannya adalah supaya ia bisa merawat suaminya dengan baik.

Kepada Bibi Gemuk pun demikian. Setelah suaminya meninggal, ia merawat Bibi Gemuk, padahal keadaan dirinya pun sedang sakit. Satu hal yang inspiratif adalah ia mau merawat adik iparnya padahal ia pernah memfitnahnya. Hal yang membuat penulis kesal adalah karena Bibi Gemuk menganggap kalau sakit dirinya sangat parah, seakan-akan paling parah sedunia.

Setelah Bibi Gemuk meninggal, tinggallah ibu sebagai orang yang sakit. Karena penulis adalah anak yang jarang bersama dengan ibunya, maka ia berdoa kepada Tuhan agar ia dapat di samping ibunya ketika ibunya meninggal. Doanya dikabulkan. Beberapa lama kemudian, ibunya meninggal di samping dirinya.

Secara keseluruhan, buku ini menawarkan satu alternatif dalam memandang sesuatu hal. Tapi bukan asal memandang, melainkan memandang yang mengerti. Kita harus bersikap terbuka kepada hal-hal yang gaib, tapi pada saat yang bersamaan kita pun harus menyaring setiap informasi gaib yang kita terima dengan nalar kritis kita. Buku ini tak cocok bagi orang-orang ortodoks. Buku ini cocok bagi orang-orang yang berpikiran terbuka.

 

Informasi Buku

Judul: Simple Miracles

Penulis: Ayu Utami

Penerbit: KPG

Tebal: 177 halaman

Cetakan: Keempat, Februari 2017

ISBN: 978-602-6208-90-3

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//