• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: 100 Tahun Observatorium Bosscha, yang Terbesar di Bumi Selatan (1)

NGULIK BANDUNG: 100 Tahun Observatorium Bosscha, yang Terbesar di Bumi Selatan (1)

K.A.R. Bosscha yang paling kuat mendorong pendirian observatorium di Hindia Belanda, di Lembang, Bandung. Digadang jadi yang terbesar di belahan bumi bagian selatan.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Observatorium Bosscha di Lembang. Foto karya Luchtvaart Afdeeling Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger dibuat sekitar tahun 1930. (Koleksi KITLV 141951, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

25 Februari 2023


BandungBergerak.id – Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar perayaan besar memperingati satu abad berdirinya Observatorium Bosscha pada 30 Januari 2023 lalu. Pada buku Seabad Observatorium Bosscha 1923-2023: Pengembangan Astronomi Modern di Indonesia yang dibagikan khusus sebagai buku acara peringatan 100 tahun Observatorium Bosscha tersebut, Sekretraris Institut, Prof. Widjaja Martokusumo menyebutkan acara peringatan yang digelar hari itu di kompleks observatorium tersebut di Lembang, Bandung Barat, menjadi bagian dari rangkaian acara perayaan 100 tahun Observatorium Bosscha yang akan dilangsungkan sepanjang tahun 2023. Bagian dari rangakaian peringatan tersebut misalnya berupa penerbitan perangko khusus bergambar Observatorium Bosscha oleh Perum Peruri dan PT POs Indonesia.

Di buku acara tersebut, Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah menukil sedikit kisah Observatorium Bosscha. "Saya hanya dapat menduga dan membayangkan apa yang terpikirkan oleh para pimpinan Perguruan Tinggi terkait ketika pada tahun 1951 FIPIA Universitas Indonesia (yang kemudian menjadi FMIPA Institut Teknologi Bandung) menerima Observatorium Bosscha yang diserahkan oleh NISV kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan," kata dia.

ITB memilih tanggal 1 Januari 1923 sebagai tanggal berdirinya Observatorium Bosscha. Di buku acara itu juga, Dekan FMIPA ITB Prof. Wahyu Srigutomo menyebutkan bahwa tanggal tersebut merupakan tanggal peresmian observatorium yang didirikan atas prakarsa K.A.R Bosscha bersama Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging. "Kemudian Observatorium Bosscha menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 1951," kata dia.

Tulisan ini mencoba merunut kisah yang merentang dalam seratus tahun perjalanan Observatorium Bosscha dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya sumber yang bisa diperoleh dengan menjelajahi koleksi digital koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda pada zaman tersebut yang dikumpulkan oleh KB (Koninklijke Bibliotheek)nationale bibliotheek. Koleksi digital tersebut bisa di akses di situs ini

Pemandangan di Lembang. Foto diambil sekitar tahun 1918. (Koleksi KITLV 181949, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Pemandangan di Lembang. Foto diambil sekitar tahun 1918. (Koleksi KITLV 181949, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Paus Biru van Garut
NGULIK BANDUNG: Perayaan Natal di Zaman Kolonial
NGULIK BANDUNG: Palagan Medan Prijaji di Bandung (Bagian 5)
NGULIK BANDUNG: Balapan Kuda di Tegallega

Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging

Perayaan yang digelar ITB tersebut memang layak untuk mengenang perjalanan panjang observatorium yang banyak memberikan sumbangsih bagi riset di bidang astronomi karena letaknya yang memang strategis karena berada di belahan bumi bagian selatan sekaligus berada dekat sekali dengan garis ekuator bumi. Di zamannya, hanya sedikit observatorium besar yang didirikan di belahan bumi bagian selatan

Koran De locomotief tanggal 9 November 1920 menukil pendapat astronom Belanda, Prof. Dr.H.G. van de Sande Bakhuyzen dalam pertemuan Koninklijke Akademie (Royal Akademi) yang membidangi matematika dan ilmu pengetahuan alam di Amsterdam tentang strategisnya rencana pendirian observatorium di Hindia Belanda. Strategis karena letak geografisnya berada belahan bumi bagian selatan.

Observatorium di negeri Belanda, terutama riset yang dihasilkan, harus bersaing ketat dengan seratusan observatorium yang lokasi geografisnya sama-sama berada di bumi bagian utara. Sementara di belahan bumi selatan, sedikitnya ada tiga observatorium besar yakni di Cape Town Afrika, Cordoba di Amerika Selatan, serta Australia. Minimnya observatorium di belahan bumi selatan membuat riset astronomi yang dihasilkan dari pengamatan benda angkasa di langit selatan masih terbatas. Hindia Belanda yang berada di garis ekuator menjadikan lokasi observatorium di sana menjadi tambah strategis untuk pengamatan astronomi. Van de Sande Bakhuyzen, di pertemuan tersebut sekaligus mendukung rencana mendirikan observatorium di Hindia Belanda yang dilayangkan Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda.

NISV, merupakan organisasi yang berhimpun di dalamnya individu-individu yang bukan orang pemerintahan di Hindia Belanda yang memiliki ketertarikan pada dunia astronomi. NISV hanya pusa satu cita-cita yakni mendirikan observatorium di Hindia Belanda. Koran De locomotief (9 November 1920) menyebutkan, NISV bahkan sudah mendapat persetujuan dari astronom dari berbagai negara untuk mewujudkan rencana tersebut. Di antaranya dukungan dari Prof. J.C. Kapteyn, Prof. H. G. van de Sande Bakhuyzen, Prof. de Sitter, Prof. Hertzsprung, Prof. Lorentz, Prof. Nijland, Prof. G. Hale dari Mount Wilson Observatory, Prof. Fr. Schlesinger dari Universitas Yale, Prof. H. N. Russel dari Universitas Princeton. Dukungan tersebut karena pentingnya hasil pengamatan langit bagian selatan yang masih langka karena minimnya jumlah observaotorium yang ada terletak di belahan bumi bagian selatan.

Pemrakarsa berdirinya NISV, adalah Administratur Perkebunan Teh Malabar di Preanger, Hindia Belanda, Karel Albert Rudolf Bosscha. Tuan tanah di lereng pegunungan Malabar tersebut yang paling ngotot dalam rencana pendirian observatorium tersebut. Koran De Preanger-bode tanggal 8 Juli 1920 menceritakan begitu ngototnya Bosscha mendorong pendirian observatorium tersebut hingga menjanjikan akan membangun observatorium yang akan menjadi observatorium paling besar di bumi belahan selatan. Demi ambisinya tersebut, Bosscha sengaja berkonsultasi dengan Prof. J. C. Kapteyn, direktur laboratorium astronomi di Groningen serta profesor W. de Sitter dan Hertzsprung, masing-masing direktur dan wakil direktur observatorium di Leiden.

Hingga akhirnya Bosscha dengan jejaringnya yang kuat menghimpun kalangan orang berduit di Bandung mendirikan NISV. Koran De Preanger-bode tanggal 13 September 1920 mengisahkan pertemuan yang berlangsung di Hotel Homman Bandung, sehari sebelumnya. Dimulai dengan membentuk panitia kecil hingga terpilihlah pengurus NISV yang di umumkan pada 12 September 1920 dalam pertemuan di hotel tersebut.

“K.A.R. Bosscha, ketua, Zeilinga (Javasche Bank), Van Houten (Factorij), Wesselink (K.P.M.), Dr. Braak (Kon. Natuurk. Vereen.). M.H. Damme (Insulinde). prof. Klopper (Rect. magn. Techn. Hoogeschool), R. Neumann (Perusahaan peternakan Baroe Adjak, donatur situs di Lembang) Sekretaris R. A. Kerkhoven (Adm, Malabar),” tulis De Preanger-bode (13 September 1920 ) memerinci pengurus inti NISV.

Di pertemuan tersebut Bosscha menjanjikan akan mendapatkan teleskop yang akan menjadi teleskop terbesar yang ada di observatorium di bumi selatan dengan panjang fokus teleskop 8-10 meter. Sebagai perbandingan, panjang fokus teleskop bintang saat itu ada di Afrika Selatan dengan panjang fokus 7 meter. Sudah terbayang dalam pertemuan tersebut bahwa teleskop raksasa itu akan ditempatkan dalam sebuah bangunan kubah raksasa. Taksiran kasar biaya yang dibutuhkan untuk membangunnya menembus ratus ribu gulden.

Lokasi bangunan observatorium tersebut juga sudah dipilih yakni berada di bukit paling tinggi di lereng selatan Gunung Tangkuban Parahu. Lahannya disumbangkan oleh Perusahaan Peternakan Baroe Adjak di Lembang. Perusahaan tersebut menjanjikan akan menyediakan lahan hingga 3,5 hektare.

DI pertemuan tersebut juga sudah terkumpul sumbangan dari anggota perhimpunan yang baru saja terbentuk. Prof H.G. van de Sande Bakhuizen menjanjikan mengirim koleksi buku miliknya di perpustakaan astronomi di Belanda untuk observatorium tersebut, Tuan Tan dari Batavia menyumbang f 1.000,  Tuan Tan dari Bandung menyumbang f 500, dan Tuan N menyumbang f 1.000.

NISV menyepakati untuk tetap membuka diri untuk menerima anggota baru. Tentu saja, mereka yang hendak bergabung harus membayar iuran sebagai bukti dukungan rencana besar mendirikan observatorium terbesar yang ada di bumi selatan. Bagi pendiri yang ikut dalam pertemuan itu wajib memberikan sumbangan sebesar 10 ribu gulden. Kemudian setiap tahunya, termasuk bagi yang bergabung belakangan membayarkan 100-500 gulden per tahun, plus uang keanggotaan sebesar 10 gulden per tahun.

Perkebunan teh Malabar dekat Bandung. Foto diambil sekitar tahun 1920. (Koleksi KITLV 18508, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Perkebunan teh Malabar dekat Bandung. Foto diambil sekitar tahun 1920. (Koleksi KITLV 18508, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Kritik Onnen

Rencana ambisius tersebut langsung memantik antusias banyak kalangan. Termasuk juga kritik yang disampaikan terbuka lewat koran.

Koran De locomotief tanggal 10 November 1920 menayangkan surat terbuka yang dilayangkan M.F. Onnen, seorang pengusaha yang tinggal di Semarang. Dalam surat terbuka tersebut Onnen menentang pilihan Bandung sebagai lokasi pendirian observatorium tersebut. Ia beralasan Bandung bukan tempat yang tepat karena tidak berada persisi di garis ekuator bumi. Lokasi yang paling tepat adalah persis berada di gari ekuator. Ia mengusulkan dua lokasi yang patut jadi pertimbangan dibandingkan Bandung, yakni salah satu puncak gunung di dekat Padang, atau mencari perbukitan tinggi di dekat Pontianak.

“Apa kelebihan observatorium di ekuator, selain yang sudah disebutkan, bahwa tidak ada bintang, komet, dan lain-lain yang dapat lolos dari pengamatan,” tulis Onnen di koran De locomotief tanggal 10 November 1920.

Koran De locomotief yang terlihat paling getol mengkritik rencana pendirian observatorium di Bandung. Koran itu pada terbitannya tanggal 11 November 1920 menuliskan bahwa sudah ada satu observatorium yang berada dekat dengan ekuator, dan observatorium di Bandung hanya akan menjadi yang kedua. Observatorium tersbut berada sedikit di bawah garis ekuator yakni di Quito di Ekuador yang letaknya berada di ketinggian 2.850 M.

Seperti mendapat angin, Onnen kembali melayangkan kritik dalam surat terbuka yang ditayangkan koran De locomotief tanggal 12 November 1920. “Promotor observatorium Hindia Belanda memiliki kesempatan untuk mencapai sesuatu yang istimewa dan berjasa dengan menempatkan teleskop raksasa Bosscha di garis khatulistiwa, dan bukan tepat di sebelahnya,” tulisnya.

NISV menjawab kritik tersebut. Adalah Sekretaris, sekaligus Bendahara NISV, R.A. Kerkhoven mengirim surat terbuka yang terbit di koran De locomotief tanggal 25 November 1920. Ia menyampaikan keputusan perhimpunan untuk meneruskan rencana pendirian observatorium tersebut di Lembang, Bandung. Berikut petikan surat Kerkhoven tersebut. 

“Secara teori, Tuan Onnen benar ketika dia mengatakan bahwa seseorang hanya dapat mensurvei seluruh langit berbintang dari ekuator, tetapi praktik menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat melakukan pengamatan astronomi yang tepat di bawah ketinggian sekitar 300. Dekat dengan cakrawala, di mana ketika kutub terletak di susunan pikiran, pengaruh atmosfir yang mengganggu adalah yang terkuat. Akibatnya, area pengamatan di langit terbatas pada sebidang dengan lebar sekitar 60° di kedua sisi Zenith, yaitu. untuk setiap observatorium yang terletak di antara garis lintang 30° utara dan garis lintang 30° selatan, kedua kutub tidak terlihat oleh pengukuran presisi dari sudut pandang astronom. Ini terjadi baik di ekuator maupun di Lembang, dan terlebih lagi, tidak ada tempat di dunia ini yang dapat menunjukkan tempat di mana seseorang dapat melakukan pengamatan serius yang membentang di seluruh langit berbintang.

Tapi ini juga tidak perlu. Kita dapat dengan aman meninggalkan Belahan Bumi Utara ke observatorium di Eropa dan Amerika, dan area di sekitar Kutub Selatan ke Cape Town dan Sydney. Namun masih ada bentangan luas langit yang paling menguntungkan bagi kita, dan yang akan memberi kita medan aktivitas yang luas untuk jangka waktu yang tidak terbatas.”

Rencana NISV membangun observatorium raksasa nampaknya berjalan mulus. Deli courant tanggal 30 November 1920 memberitakan perkembangan cepat rencana tersebut. Dala berita di koran tersebut diuraikan bahwa observatorium tersebut akan memiliki sedikitnya dua bangunan utama. Satu bangunan dengan kubah besar, dan satu lagi bagunan serupa dengan kubah tapi memiliki ukuran lebih kecil.

Lokasi persisnya ada di lahan milik Peternakan Baroe Adjak. Bangunan kubah tersebut akan menampti bukit yang tertinggi di lahan tersebut.

Kemudian, Firma Arsitektur Schoemaker en Associatie mendapat tugasuntuk merancang bangunan observatorium tersebut. “Kubahnya sendiri dikirim dari Erop, hanya struktur bagian bawahnya yang dibuat di sini,” tulis Deli courant tanggal 30 November 1920.

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Redaksi

COMMENTS

//