• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Menyoal Iklim yang Pelik

MAHASISWA BERSUARA: Menyoal Iklim yang Pelik

Perubahan yang terjadi pada lingkungan kita sekarang lahir bukan dari sesuatu yang tiba-tiba dan tanpa sebab. Namun dapat lahir dari hal kecil dan tidak kita sadari.

Rosmaina Julianti Nadapdap

Mahasiswa Fakultas Kehutanan di Universitas Papua

Macet di Tol Pasteur, Bandung, saat diberlakukan penyekatan ganjil genap, Jumat (3/9/2021). Kendaraan menjadi sumber pencemaran udara yang memicu pemanasan global. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

3 Maret 2023


BandungBergerak.id – Banyaknya berita yang tersebar dari berbagai sumber baik secara lisan maupun tulisan yang kita lihat, baca dan dengarkan terkait masalah perubahan iklim akibat pemanasan global. Semua pihak menganggap perubahan iklim ini adalah masalah yang serius. Tentu saja saya pun merasa begitu, malah ini adalah masalah sangat penting. Pemanasan global muncul karena kelalaian manusia yang melakukan penebangan pohon secara ilegal dalam skala kecil maupun besar-besaran. Ditambah dengan aktivitas manusia yang memproduksi gas-gas yang semakin banyak jumlahnya di atmosfer, terutama gas karbon dioksida yang kemudian memicu proses efek rumah kaca.  

Disebut dengan efek rumah kaca karena adanya peningkatan suhu bumi akibat suhu panas yang terjebak di dalam atmosfer bumi. Prosesnya mirip seperti rumah kaca yang berfungsi untuk menjaga kehangatan suhu tanaman di dalamnya. Peningkatan suhu dalam rumah kaca terjadi karena adanya pantulan sinar matahari oleh benda-benda yang ada di dalam rumah kaca yang terhalang oleh dinding kaca, maka udara panas tidak dapat keluar yang di istilahkan sebagai greenhouse effect.

Herannya, banyak dari kita yang mengeluh dan bertanya-tanya mengapa siang hari terasa lebih panas dan terik serta sulitnya prediksi musim hujan atau kemarau padahal jelas-jelas kita adalah pelaku dari kejahatan lingkungan ini, kok bisa ?

Esai ini ditulis untuk memberikan opini dan kritik kepada pelaku kejahatan lingkungan tentang masalah yang nyata saat ini bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan kita sekarang lahir bukan dari sesuatu yang tiba-tiba dan tanpa sebab. Namun dapat lahir dari hal-hal kecil yang jarang kita sadari dan kemudian dapat berkembang menjadi besar seperti sekarang ini.

Perubahan iklim ini sebenarnya tak hanya disebabkan oleh penebangan pohon, tetapi juga disebabkan beberapa faktor lain. Pertama, penggunaan alat transportasi. Agar dapat beroperasi, tentunya alat transportasi memerlukan bahan bakar yang berasal dari fosil. Bahan bakar fosil pada alat transportasi merupakan penyumbang utama gas rumah kaca seperti emisi karbon dioksida. Semakin banyak alat transportasi berarti semakin banyak penyumbang utama gas rumah kaca yang sangat berpotensi menyebabkan perubahan iklim. Selain itu, banyaknya penggunaan alat transportasi juga tidak menutup kemungkinan memicu terjadinya dampak buruk lainnya, seperti kemacetan, pencemaran udara, dan pencemaran suara.

Lagi-lagi, banyak dari kita yang mengeluh dengan kebisingan dan kemacetan padahal kita termasuk salah satu penyumbang dan pelakunya. Sekali lagi kok bisa? Belum lagi faktor penggunaan plastik secara berlebihan, yang mana hal ini hampir sama dengan penggunaan alat transportasi karena proses pembuatannya sama-sama menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan bakar fosil. Saya bingung, apakah sebenarnya kita ini pura-pura menutup mata di tengah meleknya masalah serius ini ? Padahal sangat terasa, kok masih betah tutup mata?

Tidak cukup sampai di situ, agar tempat tinggal menjadi nyaman untuk dihuni juga membutuhkan energi. Umumnya listrik dipergunakan untuk menghidupkan alat penghangat suhu ruangan di tengah suhu udara di musim dingin, atau sebaliknya mendinginkan temperatur udara di musim panas atau kemarau. Mendapatkan energi listrik juga menggunakan mesin pembangkit dengan bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil dalam mengubah energi tersebut menyumbang emisi gas rumah kaca. Masih mau heran atau sudah mulai terbiasa?

Siapa yang tak ingin hidup di lingkungan yang sehat dan menikmati umur yang panjang? Kita, termasuk saya sendiri pasti ingin selalu menjadi manusia sehat dan memiliki umur panjang, tapi yang menjadi pertanyaan kenapa kita masih  ikut dan terlibat menjadi pelaku dan kontributor kejahatan lingkungan? Teman-teman pembaca yang budiman, percaya tidak bahwa lingkungan yang jahat berawal dari lingkungan baik yang tersakiti? Lingkungan bisa jadi tidak sehat karena aktivitas yang kita lakukan. Yang sakit siapa? Yang rugi siapa? Ya kita sendiri. Kena batunya.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Quo Vadis Kesejahteraan Ilmuwan Diaspora
MAHASISWA BERSUARA: Siapa itu Mahasiswa?
MAHASISWA BERSUARA: Sebuah Sayembara Esai, Sebuah Ajakan Terlibat
ESAI TERPILIH JANUARI 2023: Mengkritik Perpu Cipta Kerja, Mengenang Djuanda Kartawidjadja

Berhenti Bersikap Seenaknya

Lingkungan yang tidak sehat akan melahirkan ekosistem yang tak seimbang juga. Jika sudah tak seimbang, maka akan terjadi ketimpangan dan kerusakan lingkungan.

Bayangkan jika ekosistem rusak maka ekosistem tidak akan seimbang. Kita, anak cucu dan generasi penerus kita nantinya akan hidup di lingkungan tidak sehat. Jika dibiarkan terus begini, maka kita satu saat juga akan punah. Mengapa? Karena ekosistem sifatnya timbal balik, jika sudah tidak ada tumbuhan, dari mana manusia makan dan mendapatkan oksigen untuk bernapas? Jika lebih banyak konsumen daripada produsen, lama kelamaan produsen akan mati dan begitu juga dengan konsumennya. Saya bukan menakut-nakuti, tapi inilah faktanya.

Untuk diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk kategori megadiversitas di dunia karena tingginya tingkat keberagaman hewan dan tumbuhan. Indonesia memiliki keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang berasal dari berbagai ekosistemnya. Seluruh ekosistem yang ada merupakan pendukung pengurangan pemanasan global terutama ekosistem mangrove, ekosistem hutan hujan tropis, dan ekosistem hutan pantai. Maksud saya menyampaikan hal ini agar kita tahu bahwa akibat dari aktivitas kita yang merusak lingkungan, keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang ada di Indonesia juga akan ikut terdampak. Bukan hanya manusia saja yang berusaha dan berjuang hidup, tetapi makhluk hidup lainnya pun ingin. Berhenti bersikap seenaknya, jangan egois.

Banyak dari kita menjadi pelaku yang berpura-pura dan teriak cinta lingkungan tapi masih menyumbang polutan yang menyebabkan polusi, ingin mati pelan-pelan ya? Banyak pula kampanye lingkungan yang jauh dari kenyataan, yang mungkin hanya peduli lingkungan saat kampanye saja atau hanya pada saat even tertentu. Sisanya, “ya terserah saya”. Kalau saya pikir-pikir sebenarnya masyarakat banyak minus aksi, yang menyebabkan lingkungan malah positif tercemar. Lagi dan lagi, entah kapan akan sadar.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//