• Berita
  • Pengabaian Undang-undang Perlindungan Hutan dalam Kasus Pengrusakan Ranca Upas

Pengabaian Undang-undang Perlindungan Hutan dalam Kasus Pengrusakan Ranca Upas

Menurut catatan Konsolidasi Pencinta Alam Se-Bandung Raya, acara motor trail di Ranca Upas bukan kali pertama. Kegiatan jenis offroad pernah terjadi pada 2003.

Penangkaran rusa di Ranca Upas, Kabupaten Bandung, Mei 2016. Kawasan hutan lindung ini rusak parah setelah event motor trail 5 Maret 2023 lalu. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana11 Maret 2023


BandungBergerak.idPengrusakan Ranca Upas oleh acara motor trail 5 Maret 2023 lalu, tak lepas dari abainya pengelola hutan, yakni Perhutani yang bertugas melindungi kawasan berstatus hutan lindung tersebut. Kasus ini menjadi peringatan bagi kelestarian hutan kawasan Bandung selatan secara umum yang kini terancam pembangunan infrastruktur dan wisata komersil.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan Perhutani pasti memahami esensi hutan lindung. Di kawasan hutan lindung tidak boleh ada kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan seperti offroad. Namun kegiatan besar motor trail justru bisa lolos dan mendapat izin di Ranca Upas.

“Saya rasa pengelola (Perhutani) tahu itu (soal perlindungan hutan lindung). Artinya sudah paham apa saja yang ada di dalam situ. Bagimana kondisi fisik hutannya. Artinya harus dijaga, dilindungi,” papar Meiki, saat dihubungi BandungBergerak.id, Sabtu (11/3/2023).

Meiki menjelaskan, status hutan lindung ditetapkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 46 menyatakan penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari.

Perlindungan hutan ditujukan terhadap hutan produksi, hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan seterusnya.

Namun yang terjadi di Ranca Upas justru pengabaian terhadap Undang-undang Kehutanan dengan adanya izin penyelenggaraan kegiatan yang merusak hutan.

“Abai, ga ada semangat perlindungan. Konteksnya lebih ke arah ekonomi, profit, ga pedulikan perlindungan,” tandas Meiki.

Mestinya ada larangan kegiatan motor trail di Ranca Upas sejak awal. Bahkan menurut catatan Konsolidasi Pencinta Alam Se-Bandung Raya, acara motor trail di Ranca Upas bukan kali pertama. Kegiatan jenis offroad di Ranca Upas pernah terjadi pada tahun 2003.

Konsolidasi Pencinta Alam Se-Bandung Raya menegaskan kegiatan offroad di hutan lindung Ranca Upas adalah illegal. Konsolidasi juga menemukan dampak kegiatan motor trail bukan hanya merusak bunga rawa Ranca Upas, melainkan menimbulkan kerusakan di area leuweung tengah (bagian dalam hutan) Ranca Upas.

Menurut Meiki, pemahaman terhadap prinsip-prinsip hutan lindung bukan hanya tidak dipahami Perhutani. Meiki menduga kekurangpahaman ini terjadi pada peserta kegiatan motor trail. Lagi-lagi, tugas pemrintah dalam hal ini Perhutani memberikan sosialisasi dan edukasi terkait status hutan lindung ini, bahwa di hutan lindung tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang merusak hutan.

“Di dalam hutan lindung pemanfaatan hutan masih diperbolehkan, pemanfaatan ini sifatnya tidak merusak. Misalnya, kegiat menikmati hutan tanpa merusak, edukasi, pengamatan, penelitian. Ini sudah diatur dalam UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,” papar Meiki.

Kasus pengrusakan alam ranca upas mengusik komunitas pecinta alam yang membentuk gerakan “Aliansi Pencinta Alam Jawa Barat”. Gerakan ini hasil Konsolidasi Pencinta Alam Se-Bandung Raya yang menyerukan “Jaga Gunung dan Hutan Bandung Selatan” di kampus Uninus Bandung, Kamis (9/3/2023).

Dari catatan notulensi konsolidasi yang diperoleh BandungBergerak.id, diketahui bahwa diperlukan audit lingkungan terhadap kerusakan yang dialami Ranca Upas. Tujuan audit lingkungan untuk mengetahui kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

“Karena kemungkina besar bukan hanya bunga rawa yang telah dirusak, banyak tumbuhan-tumbuhan lain yang yang terkena dampak,” demikian notulensi Konsolidasi Pencinta Alam Se-Bandung Raya.

Konsilidasi ini menegaskan akan membentuk tindakan lebih lanjut agar kejadian pengrusakan alam tidak terulang kembali.

Sementara itu, Perhutani melalui Econique Alam Wisata selaku pengelola wisata Ranca Upas, merilis pernyataan resminya terkait acara motor trail di Ranca Upas. Perhutani meminta maaf atas kejadian tersebut. Untuk ke depannya, Perhutani juga melarang acara offroad dan motor trail di Ranca Upas.

“Sebagai pengelola lokasi, kami akan melakukan perbaikan SOP dalam perizinan pelaksanaan event yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk memastikan tidak terjadi dampak terhadap lingkungan,” demikian pernyataan Perhutani, di akun resminya, dikutip Sabtu (11/3/2023).

Baca Juga: Buntut Kerusakan Ranca Upas oleh Acara Motor Trail, Perhutani Harus Melarang seluruh Aktivitas Offroad di Hutan Lindung Jawa Barat
Perempuan Paling Dirugikan dalam Fenomena Pernikahan Dini
Pertunjukan Kecil dari Rumah Petik yang Menginspirasi

Ancaman terhadap Hutan Kawasan Bandung Selatan

Pengrusakan yang terjadi di Ranca Upas menjadi potret bahwa hutan di kawasan Bandung selatan (KBS) secara umum saat ini terancam. Sudah lama KBS mendapat ekspansi pembangunan infrastruktur dan wisata komersil yang berkedok wisata alam, ekowisata, agrowisata, dan sejenisnya.

Meiki W Paendong khawatir kawasan Bandung selatan akan senasib dengan kawasan Bandung utara yang kondisi alamnya kini kritis. Dibutuhkan ketegasan dan pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk mencegah terjadinya perubahan hutan akibat desakan ekonomi di Bandung selatan.

Menurut Meiki, dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung, peruntukan kawasan Bandung selatan hanya untuk dua zona, yakni wisata alam dan pertanian. Pemerintah harus tegas mengendalikan pertumbuhan kedua zona ini. Jangan sampai pertumbuhan zona wisata alam dan pertanian ini mengubah bentang alam.

Perubahan bentang alam, menurut Meiki, menjadi pertanda terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan bisa diartikan sebagai cikal bakal rusaknya alam, karena ada perubahan bentang alam menjadi bangunan atau infrastruktur.

“Jangan sampai ini menjadi modus baru wisata alam tapi dilihat dari usahanya justru merubah dengan membangun infrastruktur. Artinya ada kondisi fisik lingkungan atau hutan yang dirubah untuk infrastruktur,” katanya.

Kunci dari pencegahan kerusakan alam kawasan Bandung selatan adalah pembatasan dan pengetatan izin mendirikan bangunan dan usaha. Namun faktanya, Walhi Jabar sudah menemukan arena-arena wisata alam di kawasan Bandung selatan yang masuk ke wilayah cagar alam atau hutan lindung.

“Memberikan izin usaha di kawasan cagar alam atau hutan lindung jadi paradoks. Dilarang tapi diberi izin. Artinya tidak ada ketegasan. Regulasi dibuat tapi dilanggar sendiri,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//