Pertunjukan Kecil dari Rumah Petik yang Menginspirasi
Pertunjukan konseptual Sisca guzheng harp dan Fauzie Wiriadisastra dengan tajuk, Mestakung The Sounds of Stuff II: Kisah Sebuah Takdir di Rumah Petik, Kota Bandung.
Penulis Prima Mulia10 Maret 2023
BandungBergerak.id – Jari-jari Sisca menyentuh lembaran alumunium foil yang menempel di pakaian-pakaian balita yang berjajar menggantung rapi. Kabel-kabel tersambung ke sebuah laptop dan sound system. Saat disentuh, pakaian-pakaian itu mengeluarkan bunyi seperti di dalam ruang kerja pabrik konveksi. Suara mesin jahit bergemuruh di sekeliling ruang serba putih yang disebut Rumah Petik, berlokasi di Jalan Andir, Kota Bandung, 6 Maret 2023.
Wanita bernama lengkap Fransisca Agustin itu lalu berpindah ke harpa di sisi kanan panggung. Ia memainkan lagu-lagu nostalgia berjudul Boulevard. Tak sampai tuntas, dalam hitungan menit, Sisca pindah ke perangkat guzheng atau kecapi Cina. Ia memainkan nada-nada lagu mandarin.
Gemuruh suara mesin konveksi tetap mengiringi saat Sisca memainkan repertoar lagu nostalgia dan Mandarin tersebut. Berulang-ulang seperti sampler di musik-musik elektronik.
Di atas meja bekas mesin jahit, Fauzie Wiriadisastra sibuk dengan komputer jinjingnya. Matanya terpaku ke layar, Ia memastikan semua suara-suara latar yang keluar dari gantungan baju-baju itu tak terputus.
Sisca lalu pindah ke bagian belakang, kali ini giliran peralatan dapur yang ia sentuh.
Gantungan panci dan penggorengan itu ia sentuh-sentuh layaknya instrumen musik. Perangkat dapur itu mengeluarkan suara sirene ambulans dan suara detak jantung di ruang IGD. Hujan dan petir bersahutan diiringi suara manusia yang tengah kesulitan bernapas. Terus berulang-ulang, sambil diiringi suara-suara guzheng yang menyayat pilu.
Untuk ke 3 kalinya Sisca berpindah tempat. Kali ini ia mendekati gantungan pakaian-pakaian pesta. Saat disentuh, pakaian itu mengeluarkan bunyi-bunyi seperti suasana pernikahan, lalu ada suara-suara seperti mengucapkan janji pernikahan dan denting peralatan makan.
Pertunjukan kecil tersebut ditutup Sisca dengan memainkan lagu klasik Canon in D lewat petikan harpa. Sebuah lagu yang identik dengan suasana pesta pernikahan. Usai pertunjukan ia mempersilakan para tamu undangan untuk mencoba instrumen-instrumen tak lazim yang bergantungan di sisi kiri, tengah, dan kanan.
Baca Juga: Membakar Semangat Clara Zetkin di Bandung #1: Api Kartini Menyuarakan Perlawanan Perempuan
Kisah Eva, ODHA yang Melawan Stigma
Ketika Rapat Partai Politik Diselenggarakan di Gedung Merdeka
CERITA ORANG BANDUNG #64: Empat Puluh Tahun Aah Asia Berjualan Tahu Tempe
Rumah Petik
Pertunjukkan kecil tersebut berlangsung di Rumah Petik. Rumah tersebut dulu dipergunakan sebagai pabrik konveksi.
“Ini dulunya pabrik konveksi papah saya, sekarang sudah tutup, sekarang jadi seperti ini, Rumah Petik," kata Sisca membuka percakapan dengan logat Sunda yang kental.
Sebagian area yang dibuat seperti ruang pertunjukan dilengkapi cermin di sekelilingnya. Sementara pada bagian bawahnya dibuat seperti ruang penonton lengkap dengan kursi-kursi.
Sisca sengaja merancang Rumah Petik tersebut dalam beragam fungsi. Ia bisa menggunakannya menjadi ruang senam atau yoga, bisa menjadi ruang pertunjukan, atau menjadi galeri pameran seni.
Sisca mengaku, pertunjukkan kecil untuk mengenalkan Rumah Petik terebut berasal dari memorinya atas rumah tersebut. Ia menuangkan pengalaman personalnya dalam rangkaian pertunjukan tersebut lewat gantungan pakaian balita, alat dapur, dan pakaian pesta.
"Gini ceritanya, itu baju (baju anak kecil) buatan konveksi si papah, jadi ini ceritanya kehidupan saya waktu kecil, suara-suara mesin jahit kan, nah saat itu lagu-lagu nostalgia si papah suka masang, lagu yang Boulevard sama si Mandarin ini,” ujar Sisca.
Sementara peralatan dapur yang menggantung justru menjadi representasi ingatan pahitnya. “Terus itu adalah yang bikin Mestakungnya, yaitu Covid Delta, kenapa pake itu (alat-alat dapur)? Karena itu yang mengganggu urusan dapur saya," jelasnya sambil tertawa.
Di masa pandemi itulah pabrik konveksi orang tua Sisca harus tutup.
Di bagian terakhir Sisca bereksplorasi dengan baju-baju pesta. "Lagi weding, ada suara janji nikah, suara MC dan suara suasana orang makan dan minum, lagu Canon in D tetep jalan terus kan," ujarnya.
Memori Masa Kecil
Sisca mengemas konsep pertunjukan kecil dengan memainkan harpa, guzheng, dan suara-suara pabrik konveksi bukan asal saja. Konsepnya berupa pengalaman masa kecil dengan suara mesin jahit dan instalasi baju anak kecil, pandemi dengan instalasi alat dapur, dan kebangkitan pasca pandemi denga instalasi baju pesta (wedding) sebagai perlambang kebahagiaan dan kebangkitan ekonomi.
“Supaya suara-suaranya nggak random aja, jadi ada dari masa konveksi masih jalan, pandemi, dan suasana pernikahan. Saya bereksperimen di masa pandemi, nggak ada job apapun kan selama itu, waktu itu coba pake buah-buahan (media basah), alatnya buatan Rusia beli online, sekarang dicoba ke media kering seperti baju dan alat dapur tadi dengan, trigger sensor pake alumunium foil. Cuma keliatan kan alumuniumnya, nanti bisa diakalin biar lebih cantik keliatannya. Nanti bisa lebih lebar lagi tergantung tema apapun sesuai acara. Kita cuma ngetes yang bukan media basah pun bisa dibikin dengan trigger pake alumunium foil," jelas Sisca.
"Kalau ada yang mau bikin konten yoga dengan iringan harpa mangga," katanya lagi sambil tertawa.
Sebagai pekerja seni, profesi Sisca termasuk yang paling terkena dampaknya saat pagebluk mendera negeri ini. Mati suri panggung seni saat pandemi tak membuatnya patah arang. Ia terus bereksplorasi dengan berbagai media suara, mengkombinasikan antara digital dan alat musik petik klasik tradisional (harpa dan guzheng). Hasilnya sebuah pertunjukan konseptual persembahan Sisca guzheng harp dan Fauzie Wiriadisastra dengan tajuk, Mestakung The Sounds of Stuff II: Kisah Sebuah Takdir.
Sebuah pertunjukan kecil yang menginspirasi.