• Cerita
  • Membakar Semangat Clara Zetkin di Bandung #1: Api Kartini Menyuarakan Perlawanan Perempuan

Membakar Semangat Clara Zetkin di Bandung #1: Api Kartini Menyuarakan Perlawanan Perempuan

Reporter Majalah Api Kartini juga menyebut Presiden Sukarno menyinggung nama Clara Zetkin sebagai perempuan berpengaruh.

Laporan majalah Api Kartini edisi nomor 3 tahun II Maret 1960, di antarnya menyinggung peran Clara Zetkin. (Sumber: Dokumen Pribadi Penulis)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah10 Maret 2023


BandungBergerak.idTerik matahari Kota Bandung membakar tubuh-tubuh yang berdiri, berkeringat, dan menyuarakan perlawanan perempuan. Mereka beradu riuh dengan kendaraan di sekitar Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (8/3/2023). Aksi ini digagas Aliansi Simpul Puan untuk memperingati International Women's Day (IWD) atau hari perempuan internasional.

Mereka mengusung poster dan meneriakkan perlawanan. “Hidup perempuan yang melawan!" dan dunia begitu mengerikan saat maskulinitas selalu mendominasi bak hantu-hantu bergentayangan, menempatkan perempuan seolah hanya urusan dapur, sumur, dan kasur. Oh tidak... “Partiarki harus hancur,” kata mereka.

Tidak berhenti di situ, suasana politik penuh intrik oligarki juga menjadi sorotan mereka. “Bukan antek Puan Maharani dan partai oligarki mana pun!!," tulis mereka dalam posternya, mengacu pada nama politikus yang kebetulan namanya sama dengan nama aliansi ini.

Massa Aliansi Simpul Puan berjalan bersama poster Marsinah, buruh perempuan yang perjuangannya senantiasa dikenang. “Kesetaraan dan Kesejahteraan Bagi Perempuan,” demikian tulisan di poster bergambar Marsinah itu. Di area Gedung Sate, tempat Gubernur Jawa Barat bertugas, ditempelkan tuntutan: “Buruh Perempuan Indonesia Darurat Cuti Haid.”

Mereka bergandengan tangan meneriakkan hal yang sama, kegelisahan yang tidak pernah selesai semenjak kapitalisme dan partiarki mendominasi. Kata-kata tuntutan dan suara-suara perlawanan berlayar di langit-langit, masih satu, “perempuan yang melawan!"

Perempuan menghadapi beragam persoalan lama yang tak kunjung selesai. Mulai dari cuti haid, kesehatan reproduksi yang tidak ditanggung BPJS, kesetaraan minoritas seksual, dan sederet persoalan lainnya. Namun dengan “gerakan perempuan inklusif akan memperkuat gerakan perempuan di masa depan,” kata Perwakilan Komite Aksi Simpul Puan, Amoi Allien, di sela-sela aksi.

Kota Bandung dipandang sebagai kota yang gemar bersolek, dikuasai kapitalisme, hal ini menyebabkan tindak sewenang-wenang kekuasaan. Tak jarang kapitalisme menuntut penggusuran. “Hentikan penggusuran paksa yang tidak melibatkan rakyat,” teriak mereka.

International Women's Day (IWD) 2023 yang digelar di Bandung ini mendorong Gerakan Perempuan Inklusif serta menolak segala tindak diskriminasi. Mereka menyuarakannya lewat orasi, pembacaan puisi, dan bernyanyi.

“Adakah semangat Clara Zetkin?” tanya wartawan.

“Clara Zetskin. Oh iya ada, salah satu spirit yang sama, salah satu pelopor IWD yang awal. Jelas ada juga semangat, semangat melawan ide kuno yang pada akhirnya menindas pada gender tertentu,” jawab Amoi.

Baca Juga: IWD 2023: Perempuan Jawa Barat Tolak Diskriminasi dan Dorong Gerakan Perempuan yang Inklusif
Menyambut Hari Down Syndrome Dunia di Gedung Sate, Libatkanlah Kami
Sederet Janji Politik yang Harus Dituntaskan Wali Kota Yana Mulyana

Sampul majalah Api Kartini edisi nomor 3 tahun II Maret 1960, di antarnya menyinggung peran Clara Zetkin. (Sumber: Dokumen Pribadi Penulis)
Sampul majalah Api Kartini edisi nomor 3 tahun II Maret 1960, di antarnya menyinggung peran Clara Zetkin. (Sumber: Dokumen Pribadi Penulis)

Majalah Api Kartini, Kopenhagen, dan Semangat Clara Zetkin

Nun jauh sebelum tahun 2023, di tahun 1960 saat hari peringatan perempuan internasional setengah abad umurnya, di Indonesia majalah Api Kartini menerbitkan edisi nomor 3 tahun II Maret 1960. Susunan redaksi majalah Api Kartini di antaranya SK Trimurti dan Rukiah Tarpati. Pada bagian Suara dari Redaksi majalah ini memuat laporan Setengah Abad Hari Perempuan Internasional.

“Setengah abad sudah hari wanita Internasional diproklamirkan di kota Kopenhagen yang bersejarah,” tulisnya.

Editorial dari redaksi majalah Api Kartini juga menyinggung kolonialisme penjajahan yang belum selesai dengan membawa semangat Bandung, maksudnya Konferensi Asia-Afrika:

“Wanita di Asia-Afrika meneruskan perjuangan untuk melawan kolonialisme untuk mendapatkan kemerdekaan yang penuh, terutama wanita di Afrika melawan rasialisme, menentang tindakan sewenang-wenangan, dijiwai oleh semangat Bandung kini wanita bangkit begitu juga di Amerika Latin kaum wanitanya maju untuk membela keadilan, untuk mempertahankan tanah airnya dari serangan-serangan musuh.”

Majalah Api Kartini lantas menurunkan laporan mengenai Musyawarah Wanita Internasional yang diadakan di Kopenhagen pada 21-24 April 1960:

“Di Kopenhogen pada tanggal 2-24 April 1960 diselenggarakan Musyawarah Wanita Internasional dari semua negeri dari lapangan pekerjaan, pandangan hidup bertemu untuk memperingati Setengah Abad Hari Wanita Internasional, yang berarti juga mengenang jasa-jasa Clara Zetkin dan pelopor wanita di masing-masing negeri. Demikian juga diadakan pertemuan untuk membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan wanita yang kesemuanya itu berguna untuk bekal perjuangan.”

Pada berita majalah Api Kartini itu disebut bahwa Indonesia menjadi salah satu dari 80 negara yang menghadiri Musyawarah Wanita Internasional di Kopenhagen. Tidak hanya itu, Indonesia mendapatkan kehormatan sebagai pembuka musyarawah yang diwakili oleh Dr Nyonya H Subandrio.

Di Jakarta tahun 1960, lima tahun sesudah hari 8 Maret diperingati sebagai hari Perempuan Nasional di Stuttgart. Presiden Sukarno berpidato dan mendapat sambutan hangat dari para hadirin peringatan hari perempuan Internasional tersebut

“Kita harus berjuang dan bersedia berkorban, hanya sosialismelah yang bisa memberikan kehidupan layak bagi perempuan, nasib kaum perempuan tidak bergantung pada laki-laki, melainkan terletak ditangan perempuan sendiri,” ucap Sukarno pada pidatonya.

Hari Perempuan Internasional itu diadakan di Jakarta pada 6-8 Maret 1960, berbagai poster dan gambar tokoh-tokoh perempuan di berbagai negara dipamerkan termasuk mengadakan seminar yang dihadiri oleh perempuan dari berbagai kalangan, diakhiri dengan acara puncak yang menjelaskan sejarah perjuangan perempuan Internasional oleh Umi Sardjono. Begini warta dari reporter Majalah Api Kartini:

“Nyonya Umi Sardjono menjelaskan Kongres Wanita Internasional di Kopenhagen yang bersejarah itu pada tahun 1910 di Kopenhagen yang memproklamasikan 8 Maret sebagai hari persatuan, perjuangan dan kemenangan wanita sedunia yang dirayakan di mana-mana yang diduga setiap kali akan meluas. Dijelaskan betapa buruknya kedudukan wanita sebelum 8 Maret 1910, sebelumnya ada perjuangan yang tak meluas itu, di mana wanita tidak punya hak sama sekali."

Pada warta ini juga menyinggung nama Clara Zetkin, begini katanya:

“Maka memperingati 8 Maret tidaklah dapat dilupakan nama Clara Zetkin. Tradisi emansipasi baru yang dibangun secara internasional sejak tahun 1910 itu kemudian menemukan penerusnya yang gemilang dan gerakan wanita sedunia sekarang sudah merupakan kekuatan besar dalam abad ini dan mereka adalah sebagian yang tak terpisahkan dari gerakan progresif sedunia.”

Reporter Majalah Api Kartini yang memiliki kode MN ini juga menyebut Presiden Sukarno menyinggung nama Clara Zetkin:

“Presiden menyatakan kegembiraannya bahwa nama Clara Zetkin disebut-sebut yang oleh presiden sendiri sebagai pelopor gerakan kemajuan wanita di dunia. Tentu saja ada orang yang kelenger (pingsan) karena mendengar saja nama Clara Zetkin, disebabkan pada akhirnya Clara Zetkin menjadi wanita komunis. Tetapi komunis atau bukan komunis. Clara Zetkin adalah promotor dan motor gerakan wanita.”

Lantas siapakah Clara Zetkin? Bersambung.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//