• Kolom
  • NGABANDUNGAN: Bunga Rawa dan Burung Pelikan

NGABANDUNGAN: Bunga Rawa dan Burung Pelikan

Kisah dalam The Pelican Brief sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ranca Upas yang rawa-rawanya mengalami kerusakan parah setelah event motor trail.

Iman Herdiana

Editor BandungBergerak.id, bisa dihubungi melalui email: [email protected].

Wisatawan mendirikan tenda di dataran berawa Ranca Upas, Kabupaten Bandung, Mei 2016. Kawasan ini rusak akibat dipakai event motor trail. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

12 Maret 2023


BandungBergerak.idPublik Amerika Serikat digemparkan dengan pembunuhan dua orang hakim agung. Hakim yang satu tewas secara sadis di rumahnya, seorang hakim lagi tewas saat nonton film porno di bioskop. Spekulasi pembunuhan dua hakim agung ini cepat merebak. Dugaan kuat mengarah pada motif politik.

Darby Shaw, di kampusnya Universitas Tulane di New Orleans, tak mau terjebak pada spekulasi liar itu. Mahasiswi hukum ini melakukan penelitian literatur tentang latar belakang dua hakim agung tersebut, juga memeriksa berkas-berkas hukum yang pernah mereka tangani.

Darby kemudian menemukan satu berkas yang memenghubungkan dengan kedua hakim, yaitu rawa-rawa di Lousiana yang menjadi habitat satu-satunya bagi burung pelikan. Darby menamai riset hukumnya The Pelican Brief.

Dalam ringkasan kasus hukum ini kecurigaan Darby mengarah pada seorang konglomerat Victor Mattiece yang punya klik dengan presiden AS. Victor Mattiece sedang melakukan banding atas penguasaan rawa-rawa di Lousiana demi bisa melakukan pengeborang minyak.

Dalam risetnya, dua hakim agung tersebut memiliki rekam jejak yang prolingkungan. Jika berkas banding Victor Mattiece sampai di tangan dua hakim agung, maka mentallah ambisi sang taipan untuk bisa menebor minyak di rawa Lousiana.

Darby memberikan brief-nya kepada kekasih yang juga dosennya, Profesor Thomas Callahan. Berkas ini lalu disodorkan kepada Gavin Verheek, pengacara FBI. Tetapi Callahan maupun Verheek kemudian tewas secara misterius. Darby pun menjadi target pembunuhan berikutnya.

The Pelican Brief merupakan novel yang ditulis John Grisham, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada 1994. Novel ini pernah difilmkan oleh Warner Bros dengan bintang Julia Roberts dan Denzel Washington.

Kisah dalam The Pelican Brief sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ranca Upas yang rawa-rawanya mengalami kerusakan parah setelah event motor trail. Yang satu adalah fiksi, yang kedua fakta. Di rawa Ranca Upas juga tidak ada burung pelikan, apalagi minyak (mungkin), kecuali bunga-bunga rawa yang langka dan telah hancur menjadi lumpur.

Namun sebuah film atau novel, sama dengan puisi atau karya sastra lainnya yang menjadi cermin dari realitas. Mereka dibikin bisa jadi karena terlalu serakahnya manusia pada alam, seperti disampaikan Sitor Situmorang dalam sajak “Di Hutan Lintong” saat ia mendapati jalan setapak yang dilewati orang tuanya, kakek neneknya, dan 8 generasi:

kini kosong terbuka

di tengah rimba

tanpa hewan tanpa manusia

tinggal batu peti tengkorak

Jalan tersebut, ungkap Sitor, tadinya “berawa berlumut” yang “samar di dasar hutan”. Namun jalan umat manusia itu kemudian berubah menjadi permukiman dengan manusia yang beragam, ada manusia-manusia yang penuh keserakahan seperti Victor Mattiece, ada juga orang-orang baik seperti Darby Shaw. Kedua pihak ini saling mengalahkan satu sama lain, begitulah dunia.  

Baca Juga: Bukan Bunga Rawa saja yang Hancur di Ranca Upas, Kesadaran Lingkungan Turut Tercerabut
Pengabaian Undang-undang Perlindungan Hutan dalam Kasus Pengrusakan Ranca Upas
Buntut Kerusakan Ranca Upas oleh Acara Motor Trail, Perhutani Harus Melarang seluruh Aktivitas Offroad di Hutan Lindung Jawa Barat

Dalam kasus Pelican Brief, ada pertarungan yang sengit antara kepentingan alam dan ekonomi (bisnis). Victor Mattiece akhirnya kalah. Ia tidak bisa menguasai rawa-rawa di Lousiana. Victor Mattiece berang bukan main karena ambisinya mendapatkan berbarel-barel minyak ditambah dalih demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Lousiana dua atau tiga kali lipat pupus, hanya karena di sana ada burung pelikan.

Atau jika kembali ke dunia nyata, mengapa karena bunga-bunga rawa Ranca Upas yang hancur publik jadi berang? Warganet bahkan menumpahkan kekesalannya pada kolom-kolom komentar media sosial Perhutani sebagai pengelola Ranca Upas yang memberikan izin penyelenggaraan motor trail di tempat tumbuhnya bunga rawa yang menurut Mang Uprit hanya tumbuh di dua tempat di Indonesia, salah satunya di Ranca Upas.

Darby Shaw dengan jitu menjawab, ada keserakahan di balik upaya penguasaan rawa-rawa tempat burung pelikan. Victor Mattiece ingin mengubah rawa sebagai tambang uang dengan mendirikan sumur-sumur pengeboran minyak. Upaya ini dilakukan dengan cara-cara penuh kekerasan. Dia akan dengan mudah menyingkirkan burung-burung rawa karena sebelumnya ia telah membunuh orang-orang yang akan menghalangi jalannya menuju kemakmuran.

Sebagai cerita fiksi yang difilmkan ala Hollywood, kasus Pelican Brief tentu berakhir happy ending. Si taipan harus menebus kejahatannya. Namun jika kembali ke Ranca Upas, endingnya akan tidak mudah dibaca karena ini kisah nyata.

Ranca Upas, atau kawasan hutan Bandung selatan pada umumnya, tentu menjanjikan keuntungan ekonomi bagi penguasa maupun pengusaha. Kalaupun tidak ada minyak di daerah selatan Bandung ini, di sana ada minyak dalam bentuk lain, yaitu pariwisata. Kita tahu, pariwisata adalah industri bermata dua, yang satu menghasilkan PAD, yang satu lagi bisa merusak kalau tak diiringi dengan penghormatan yang tegas pada alam.

Rusaknya kawasan Bandung utara mesti menjadi contoh bagi pengembangan kawasan Bandung selatan yang masih asli. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan di utara lebih didominasi oleh kepentingan ekonomi yang mendesak hutan-hutan dan rawa-rawa. Pohon-pohon berubah menjadi beton. Musim kemarau kesulitan air. Musim hujan kebanjiran. Lalu yang tersisa, “tinggal angin tinggal embun. Degup jantungku,” tulis Sitor Situmorang (Di Hutan Lintong).

Editor: Redaksi

COMMENTS

//