• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #46: Pasir Pangukusan yang Terlupakan, Titik Pandang Patahan Lembang nan Menawan, dan Hutan Bambu Arcamanik yang Unik

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #46: Pasir Pangukusan yang Terlupakan, Titik Pandang Patahan Lembang nan Menawan, dan Hutan Bambu Arcamanik yang Unik

Nama Pasir Pangukusan, bagian segmen timur Patahan Lembang, saat ini nyaris tidak dikenali orang. Di dekatnya terdapat titik pandang dengan pemandangan menawan.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Barisan bukit segmen timur Patahan Lembang dilihat dari selatan, berjajar dari Puncak Bintang sampai Gunung Palasari, Maret 2023. (Foto: Yadi Supriadi/LMDH Mekarmanik)

18 Maret 2023


BandungBergerak.id - R.W. van Bemmelen dalam bukunya yang terbit tahun 1934, Geologische kaart van Java (Peta Geologi Pulau Jawa), menyebutkan nama suatu unggulan (gunung atau pasir) yang dituliskan sebagai Pr. Pangoekoesan (Pasir Pangukusan). Petunjuk terdekatnya adalah Batoegantoeng atau Hangeende Steenen, Tji Kapoendoeng, dan Leuweungdatar.

Dari peta lama tahun 1910 dan 1940, kita bisa mengidentifikasi bahwa bahwa Pasir Pangukusan  berada di kawasan segmen sebelah timur Patahan Lembang.

Potensi Bencana dan Wisata di Patahan Lembang

Dalam bahasa Inggris patahan disebut dengan fault. Ada juga istilah lainnya, yaitu sesar.  Secara geologi patahan adalah: “bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa millimeter hingga puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga puluhan kilometer.” (Billing, 1959)

Rekahan inilah yang memungkinkan terjadinya terobosan isi perut bumi sehingga mengangkat batuan atau lapisan permukaan tanahnya.

Menurut penelitian terakhir dengan menggunakan teknologi pengindraan jarak jauh LIDAR (Light detection and ranger), Patahan Lembang diketahui memiliki panjang sekitar 29 kilometer (Mudrik R. Daryono, 2015), dan terbagi menjadi dua segmen, yaitu segmen timur dan barat. Segmen timur memiliki usia lebih tua dari segmen barat. Batas pertemuan kedua segmen ini berada di sekitar Gunung Batu dan Bukit Bosscha .

Patahan Lembang , selain memiliki potensi risiko bencana, memiliki juga pesona alam yang sangat menawan. Banyak lokasi di sekitar kawasan patahan ini dijadikan destinasi wisata. Di antaranya Tebing Keraton, Tahura Djuanda, Air Terjun Maribaya, Oray Tapa, Puncak Bintang (Bukit Moko), dan Caringin Tilu.

Satu lagi lokasi yang mulai ramai dikunjungi adalah titik pandang (view point) yang terletak di dekat Pasir Pangukusan.

Bagian Topograpic Maps nomor seri 04854-074 berskala 1:20.000 terbitan tahun 1910 menyajikan Pasir Pangukusan berada di atas punggungan Patahan Lembang bersama Pasir Malang dan Gunung Palasari (Sumber: Ubl.webattach.nl)
Bagian Topograpic Maps nomor seri 04854-074 berskala 1:20.000 terbitan tahun 1910 menyajikan Pasir Pangukusan berada di atas punggungan Patahan Lembang bersama Pasir Malang dan Gunung Palasari (Sumber: Ubl.webattach.nl)

Pasir Pangukusan, Nama yang Terlupakan

Dalam lembar-lembar peta lama, baik terbitan tahun 1910 oleh pemerintah Belanda ataupun peta tahun 1940-an yang diterbitkan AMS (Army Maps Service), nama Pasir Pangukusan masih tertera dengan jelas. Posisinya berada sejajar dalam punggungan Patahan Lembang yang melintang bersama Pasir Malang dan Gunung Palasari.

Keterangan lain tentang keberadaan Pasir Pangukusan, sebagaimana disinggung di awal, ditemukan dalam buku berbahasa Belanda , Geologische kaart van Java (Peta Geologi Pulau Jawa) karya R.W. van Bemmelen yg terbit tahun 1934. Tertulis di sana: “Na het passeeren van de Tjikapoendoeng verloopt de breukwand. Eerst O-W (tusschen K.Q. 276, 1330 m, en Pr. Pangoekoesan, 1502 m). Dit deel van den wand wordt door de bevolking ook wel „Batoegantoeng” (hangende steenen) genoemd, wat een treffende naam is voor de talrijke steile rotspartijen van lavastroomen (Setelah melewati Cikapundung , dinding patahan pertama kali menjulur E-W (antara K.Q. 276, 1330 m, dan Pr. Pangoekoesan, 1502 m). Bagian dinding ini juga disebut "Batoegantung" (Batu Gantung) oleh penduduk setempat, yang merupakan nama yang tepat untuk banyak batu curam aliran lava).”

Sayangnya, saat ini nama Pasir Pangukusan dan Batu Gantung sudah jarang dikenal. Berbeda dengan nama Pasir Malang dan Gunung Palasari yang masih dikenali hingga sekarang.

Menyusuri punggungan segmen bagian timur Patahan Lembang, selain Pasir Pangukusan, kita akan melewati beberapa unggulan atau puncakan, antara lain Pamuncangan, Puncak Bintang (Bukit Moko), Babagongan, Sekeamat, Barusingkur, Pasir Malang, serta Gunung Palasari sebagai titik unggulan tertinggi.

Papan nama Patahan Lembang di titik pandang dekat Pasir Pangukusan dengan latar belakang kawasan Lembang dan Pegunungan Bandung Utara, Maret 2023. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Papan nama Patahan Lembang di titik pandang dekat Pasir Pangukusan dengan latar belakang kawasan Lembang dan Pegunungan Bandung Utara, Maret 2023. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Titik Pandang Patahan Lembang di Dekat Pasir Pangukusan

Tiga lembar papan terpasang melintang dengan dua tonggak kayu sebagai tiang penyangganya. Beberapa bongkah batu berukuran besar tergeletak tak jauh darinya. Tulisan di lembar-lembar papan penanda nama tempat itu terbaca jelas: “PATAHAN LEMBANG BANDUNG 1.515 METER DPL”.

Pemandangan dari sekitar plang ini sangat menawan. Kita bisa melihat bentangan pegunungan Bandung Utara dengan jelas. Ada Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu, dan Gunung Putri di arah barat laut. Di utara, ada jajaran Gunung Lingkung, Cikendung, Puncak Eurad, Pasir Reungit, dan Pasir Cikawari. Memutarkan pandangan ke arah timur laut, kita bisa menikmati Gunung Bukittunggul, Pasir Nini, Gunung Sanggara, dan Gunung Pangparang.

Sementara itu, pemandangan di bawah menampilkan kawasan Cibodas dan beberapa area wisata, termasuk The Lodge. Dari titik ini pula, kita bisa menyaksikan Cekungan Lembang dengan cukup leluasa.

Jika cuaca cerah, area titik pandang Pasir Pangukusan menjadi tempat menyenangkan untuk melepas lelah dan menikmati secangkir minuman hangat. Tentu saja sambil bercengkerama dan berbagi cerita bersama teman seperjalanan.

Tidak jauh titik pandang Pasir Pangukusan terdapat sebuah tempat istirahat dengan jejeran saung sederhana. Cukup luas dan bersih. Namanya Warung Kang Pian. Di sini, dijajakan banyak ragam makanan dan minuman ringan. Keberadaan warung sangat membantu bagi para pejalan kaki atau pegowes sepeda yang ingin beristirahat dan memulihkan stamina.

Jika penasaran ingin mengunjungi titik pandang atau view point Patahan Lembang ini, kita bisa memilih satu dari beberapa jalur yang tersedia. Yang paling sering diambil adalah jalur pendakian dari Bukit Moko atau Puncak Bintang, karena jarak jalan kakinya paling pendek. Namun pilihan jalur ini harus dibarengi dengan penyiapan kondisi kendaraan secara prima, baik mesin maupun remnya. Apalagi bagi kita yang menggunakan kendaraan roda dua berjenis scootermatic. Ada tanjakan dan turunan yang curam sebelum melewati daerah Caringin Tilu.

Jalur lain yang bisa dipilih adalah jalan setapak dari Dago atas, melalui Ciburial. Jalur yang lain lagi adalah jalur Batu Loceng dan Oray Tapa. Jika jalur Oray Tapa yang dipilih, kita  akan melewati sebuah kawasan yang banyak ditumbuhi bambu. Tentu saja bambu-bambu ini menjadi daya tarik tersendiri.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #45: Gunung Cadaspanjang dan Gunung Puncak 2020 Ciwidey, Bagian Sejarah Batalion Siluman Merah Divisi Silliwangi
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #44: Gunung Geulis Jatinangor, Gunung Cantik di Timur Sesar Cileunyi-Tanjungsari
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #43: Puncak Eurad, Wisata Dataran Tinggi di Perbatasan Bandung dan Subang

Yang Unik di Hutan Bambu Arcamanik

Bambu sering dianggap sebagai jenis pohon. Padahal anggapan itu kurang tepat. Bambu sebenarnya  merupakan bagian dari jenis rumput-rumputan. Salah satu ciri rumput-rumputan adalah memiliki rongga pada batangnya. Oleh karena bambu  aslinya adalah rumput, penyebutan pohon bambu menjadi tidak tepat. Cukup bambu saja.

Hutan bambu yang kita temui dalam perjalanan dari Oray Tapa menuju titik pandang Patahan Lembang merupakan sebuah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Namanya KHDTK Arcamanik.

KHDTK adalah kawasan hutan yang ditetapkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta kepentingan religi dan budaya setempat, sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 dengan tanpa mengubah fungsi kawasan dimaksud.

Di Bandung Raya selain Hutan Bambu Arcamanik, ada beberapa KHDTK yang lain, yakni di Cikole dan Gunung Geulis - Bukitjarian Tanjungsari.

KHDTK Arcamanik, yang terletak di Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, dirintis pada tahun 1954 oleh para peneliti senior Lembaga Penyelidikan Kehutanan. Namun berdasar penuturan warga, sebelum ditetapkan sebagai hutan penelitian pun, sudah ada langkah awal berupa penanaman bambu semenjak permulaan masa kemerdekaan. Bahkan rumpun bambu generasi pertama tersebut masih ada sampai sekarang.

Kang Agus, petugas pengelola kawasan hutan bambu ini, merupakan generasi keempat yang melanjutkan tongkat estafet pengelolaan. Ia melanjutkan tugas Pak Nanang, sang ayah.  Tentu saja sebagai petugas kehutanan, Kang Agus bisa dengan cekatan menerangkan hal ihwal perbambuan.

Di 26 hektare kawasan hutan bambu Arcamanik, yang pengelolaannya berada di bawah Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Pustarhut), tumbuh sekitar 22 jenis bambu yang terbagi menjadi 48 petak. Beberapa jenis yang bisa ditemui di antaranya adalah bambu gombong, bitung, tamiang, haur, rengganis, mayan, apus, tali,  dan temen.

Pada umumnya bambu tumbuh secara simpodial (berumpun). Namun ada juga bambu yang tumbuh secara monopodial (soliter, atau tumbuh saling terpisah). Salah satu jenis bambu monopodial adalah bambu moso, atau dikenal juga dengan nama bambu China atau bambu Jepang. Koleksi bambu monopodial di KHDTK Arcamanik ini, meski jumlahnya belum begitu banyak, tentu saja menjadi penambah keunikan dan daya tarik yang sayang untuk dilewatkan pengunjung.

Oleh masyarakat sekitar, yang bisa bercerita tentang keberadaan sebuah oven besar yang dahulunya digunakan untuk membakar atau mengeringkan kayu, hutan bambu Arcamanik sering disebut dengan nama Bosbow. Rupanya penyebutan ini berasal dari kata Boschbouw. Bosch, dalam bahasa Belanda, berarti hutan atau kehutanan, sementara Bouw berarti gedung.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//