• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Insan Pembangunan yang Tak Kunjung Harmonis

MAHASISWA BERSUARA: Insan Pembangunan yang Tak Kunjung Harmonis

Tidak hanya menjaga kinerja, namun menjaga keharmonisan insan yang terlibat di dalam pembangunan juga tak kalah pentingnya.

Desi Rahma Utami

Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung

Guru memandu murid selesaikan tugasnya di SDN 025 Cikutra, Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/9/2022). Kenaikan harga BBM akan berdampak pada tingginya biaya pendidikan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

24 Maret 2023


BandungBergerak.id – Indonesia yang merupakan suatu negara yang memiliki semboyan ”Bineka Tunggal Ika”, nyatanya belum begitu mampu dan konsisten dalam mewujudkan dan mempertahankan keberagaman dalam kesatuan yang harmonis. Begitu banyak Persoalan yang menjadi faktornya. Namun, salah satu hal yang paling mendasar adalah belum adanya ketenggangan rasa dan adanya kepentingan dan/atau kebutuhan yang dipaksakan untuk dapat diutamakan.

Memang bukanlah hal yang mudah untuk dapat menyatukan keberagaman dalam kesatuan yang harmonis. Namun, juga bukan menjadi keharusan untuk dapat memaksakan kesatuan dengan menghilangkan keberagaman. Apalagi menghilangkan banyak kepentingan dan/atau kebutuhan hanya untuk mengangkat dan/atau menguntungkan satu bagian kepentingan dan/atau kebutuhan saja.

Keberagaman yang dimiliki Indonesia justru merupakan salah satu keunggulan yang seharusnya dapat dibanggakan dan dioptimalkan. Namun, keberagaman juga merupakan salah satu tantangan yang cukup serius yang harus dihadapi oleh Indonesia. Indonesia masih memiliki banyak permasalahan yang cukup serius, terutama pada bidang pendidikan.

Pendidikan di Indonesia masih terbilang belum dapat menjawab tantangan zaman. Belum lagi perubahan zaman yang cukup signifikan juga membuat Indonesia dapat tertinggal jauh. Indonesia harus mampu beradaptasi lebih cepat dan tepat. Mampu menjawab tantangan zaman, namun juga tidak menghilangkan nilai dan ciri khas yang telah dimiliki oleh Indonesia.

Tanggung jawab untuk dapat mewujudkan kemajuan Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan, bukan hanya milik satu ataupun dua bagian saja. Sangatlah tidak adil dan logis jika menjatuhkan atau memberikan tanggung jawab itu hanya kepada beberapa pihak saja, apalagi menjadikan tanggung jawab hanya sebagai senjata yang membunuh dan virus yang melumpuhkan.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Manifestasikan saja Kesejahteraan Guru
MAHASISWA BERSUARA: Sekolahku Sayang, Sekolahku Malang
MAHASISWA BERSUARA: Menukas Politik Identitas, Kritik pada Partai Politik dan Pemuka Agama
MAHASISWA BERSUARA: Mengulas Budaya Menyalahkan Korban yang Mengakar dalam Masyarakat

Pendidikan

Tanggung jawab untuk dapat mencerdaskan anak-anak bangsa, untuk kemudian dengan kecerdasannya, anak-anak bangsa dapat membawa kemajuan yang sangat berarti untuk Indonesia bukanlah tanggung jawab yang remeh. Tanggung jawab yang mulia dan juga tidak mudah ini haruslah dipikul oleh seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya guru saja. Masyarakat Indonesia haruslah saling mendukung satu sama lain, apapun bidang ataupun profesinya. Namun di sisi lain, guru tetaplah pemegang kendali utamanya.

Guru tetaplah pahlawan yang sesungguhnya dalam menjalankan misi untuk dapat menciptakan pendekar-pendekar yang cerdas di kemudian hari. Namun anehnya, perubahan zaman seakan perlahan-lahan menggeser posisi mulia dan gelar pahlawan yang dimiliki oleh guru, di berbagai aspek.

Beberapa guru seakan lupa tanggung jawabnya sebagai pahlawan yang membawa misi pencerdasan. Mulai dari tidak adanya pemberian keteladanan yang baik dari beberapa guru, seperti yang telah diberitakan di beberapa bulan terakhir ini. Dengan adanya beberapa guru di berbagai wilayah yang melakukan tindak kekerasan pada muridnya hingga melakukan tindak pelecehan pada muridnya.

Belum lagi keberadaan guru yang seakan hilang fungsinya. Perubahan zaman telah mengubah orientasi beberapa guru di Indonesia. Guru yang seharusnya memberikan ilmu yang bermanfaat dan mendidik siswanya dengan nilai-nilai moral yang positif, justru hanya terfokus pada bekerja dan gaji (LIPI 2019). Beberapa guru seakan perlahan-lahan lupa akan tanggung jawab untuk dapat membangun karakter dan mencerdaskan anak-anak bangsa.

Di sisi lain, perubahan zaman juga seakan perlahan-lahan melumpuhkan peranan mulia guru. Beberapa guru di beberapa wilayah, dalam beberapa kesempatan tidak begitu dihargai, baik oleh masyarakat ataupun pemerintah. Hilangnya rasa hormat dari beberapa murid dan juga tidak adanya apresiasi dan dukungan yang cukup berarti bagi guru menjadi salah satu penyebab yang cukup mendasar.

Adanya permasalahan ataupun anggapan guru yang tidak berkompetensi menjadi pernyataan yang cukup menyedihkan. Normalisasi kenakalan remaja, serta sistem penegakan hukum yang mudah dilumpuhkan oleh materi. Akankah ada perbaikan atau justru pernyataan ini hanyalah salah satu senjata penghancuran?

Pembangunan

Mengingat pentingnya peranan pendidikan, tidak seharusnya pendidikan dijalankan dengan terlalu serius dijadikan permainan. Dengan harapan dan fungsi yang begitu besar di dalam bidang pendidikan, seharusnya pendidikan disikapi dengan bermain yang serius. Setiap bagian yang melekat padanya haruslah memiliki sifat yang kompetitif dan juga sportif, untuk kemudian dapat melahirkan pendekar yang sesungguhnya.

Adanya kultur beberapa masyarakat yang tidak mau berjuang namun ingin mendapatkan cukup menjadi hal yang menyebalkan. Keinginan untuk dapat gagal bersama juga merupakan salah satu kultur yang masih melekat dalam beberapa masyarakat Indonesia, meski mungkin masih belum disadari.

Meski dalam bidang pendidikan, pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan Merdeka Belajar, yang telah memberikan perubahan yang cukup menjamin akan kemajuan kecerdasan anak-anak bangsa. Namun, jaminan tersebut tetaplah hanya akan menjadi wacana,jika masyarakat Indonesia sendiri masih mempunyai kultur yang tidak sehat.

Guru yang telah berjuang memberikan ilmu dan teladan. Pemerintah yang telah menyiapkan dan mengendalikan keberlangsungan dan kebermanfaatan peranan guru, serta siswa yang telah menghabiskan banyak waktu untuk dapat menemukan jati diri dan memantaskan diri menjadi pendekar di masa depan. Tidak akan pernah cukup jika tidak ada peranan dan fungsi dari masyarakat untuk sama-sama bergerak.

Selain menghilangkan kultur takut tersaingi yang perlu dihilangkan di berbagai aspek ataupun bidang. Dalam bidang pendidikan, selain fokus dalam membangun kecerdasan moral, di dunia informasi yang serba cepat ini, sangat penting juga untuk dapat menciptakan perlindungan ganda akan pengaruh negatif sosial media.

Jika diibaratkan dengan sebuah bangunan, Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas. Selain dengan membuat rancangan pembangunan yang terbaik, memperhatikan kualitas dan kuantitas bahan bangunan yang akan digunakan. Juga sangat perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas insan yang terlibat dalam pembangunannya.

Tidak hanya menjaga kinerja, namun juga menjaga keharmonisan insan yang terlibat dalam pembangunan. Menampung dan menjawab kepentingan dan kebutuhan yang memang diperlukan. Jangan sampai pembangunan justru dirobohkan oleh pekerjanya sendiri, dengan atau tanpa sadar, dan dengan atau tanpa manajemen. Sudah saatnya memutus lingkaran setan dalam pendidikan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//