NGABUBURIT MENYIGI BUMI #4: Jalan Baru di Ruas Jalan Lebakjero
Ruas jalan di Tanjakan Lebakjero yang menurun dari Bandung menuju Garut dibuat di celah sempit batuan gunungapi tua antara Gunung Mandalawangi dan Gunung Kaledong.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
26 Maret 2023
BandungBergerak.id – Jalan Raya Pos yang utama, yang menghubungkan kota-kota di pedalaman dengan pelabuhan, sudah selesai dibangun sampai tahun 1811, menghubungkan Anyer – Tangerang – Jakarta – Bogor – Cisarua – Cianjur – Rajamandala – Bandung – Cadas Pangeran – Sumedang – Karangsambung. Selain Jalan Raya Pos, juga dibangun jalan-jalan yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan perkebunan-perkebunan yang tersebar di (sekarang) Jawa Barat.
Dari Jalan Raya Pos di Cileunyi, dibuat persimpangan jalan menuju ke arah timur, jalan yang menghubungkan Bandung dengan Sukapura (Tasikmalaya), melewati Baluburlimbangan. Perkebunan-perkebunan di Garut melesat cepat, seperti perkebunan teh, kopi, dan karet, dengan hasil yang sangat baik. Itulah yang menjadi alasan kuat dibukanya persimpangan jalan antara Baluburlimbangan dengan Garut. Kedua tempat itu sudah terhubung sejak tahun 1816, sehingga memudahkan pengangkutan hasil perkebunan, dan pelesiran ke Garut pun terus meningkat.
Karena hasil perkebunan teh dari perkebunan di Cikajang berkualitas tinggi, telah mendorong dibuatnya jalan raya dari Garut ke Cikajang, bahkan menerus ke arah selatan sampai di Pameungpeuk, yang menghasilkan hasil terbaik dari perkebunan karet. Jalan rayanya dibuat melipir di lereng gunung di tepi jurang. Pada tahun 1850-an jalan raya antara Garut dengan Pameungpeuk sudah tersambungkan.
Garut yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dari hasil perkebunan, dengan udaranya yang sejuk dan bentang alam yang megah, maka Garut menjadi tujuan wisata yang menarik dan banyak dikunjungi wisatawan. Untuk memenuhi rasa ingin pelesiran, tempat-tempat yang menarik dikelola menjadi daya tarik wisata, seperti Situ Bagendit, Cipanas, dan Pantai Teluk Cilauteureun di Pameungpeuk. Pada awal abad ke-19, Garut sudah menjadi tujuan wisata yang paling populer. Para artis dan aktor dunia seperti Charlie Chaplin, sengaja datang ke Garut untuk berwisata.
Untuk memperpendek jarak antara Bandung dengan Garut, dibuatlah persimpangan jalan di ruas jalan yang menurun tajam di daerah Nagreg, dengan menghancurkan pinggiran bongkah raksasa batu lava yang sangat keras. Pertigaan jalan itu populer di masyarakat dengan sebutan Jalan Cagak Nagreg, yang ditempuh dari Bandung sejauh 42 km. Dari pertigaan ini sampai Garut jaraknya 23 km. Dengan dibukanya persimpangan ini perjalanan dari Bandung ke Garut dapat diperpendek. Yang semula melalui Baluburlimbangan jaraknya 89 km, sedangkan melalui Jalan Cagak Nagreg memperpendek jarak 24 km, sehingga menjadi 65 km. Dari Garut pembuatan dilanjutkan ke Cikajang dan Pameungpeuk, menerus hingga di Pelabuhan alam di Teluk Cilauteureun.
Dari Cicalengka ke arah timur, jalan raya harus melewati rangkaian gunung-gunungapi tua, dengan batuan yang sangat keras. Jalan dibuat melepir di lereng gunung batu dengan jurang yang dalam. Dari arah Tasikmalaya dan Garut, tanjakan Nagreg menjadi ujian yang berat bagi kendaraan awal abad ke-19, bahkan sampai saat ini. Itulah salah satu alasan mengapa dibuat jalan baru menuju Bandung melalui Jalan Lingkar Nagreg.
Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #3: Ciuyah, Mataair Asin Berumur Jutaan Tahun
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #2: Harmoni Hidup di Atas Endapan Danau Bandung Purba
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #1: Memindahkan Jalan Raya agar tidak Memotong Landasan Pacu Lanud Margahayu
Tanjakan Lebakjero
Ujian kedua berada di ruas jalan menuju Bandung dari arah Garut di Tanjakan Lebakjero. Dalam Peta Lembar Leles yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau di Batavia tahun 1908. Jalan menanjak (dan menurun kalau dari arah Bandung) dibuat di celah sempit batuan gunungapi tua antara Gunung Mandalawangi dan Gunung Kaledong. Itulah lekukan jalan terbaik yang dibuat saat itu sesuai dengan kemampuan alat-alat dan pertimbangan keselamatan para pengguna jalan raya.
Keadaan jalan masih sama seperti dalam peta tahun 1908, terdapat dalam Peta Lembar Tanggoelon, 1924, yang diperbaiki pada 1921-1922, diterbitkan oleh Topografische Inrichting (Peta: KITLV Heritage Collection). Dalam Peta Goentoer-Papandajan-Tjikoeraj-Galoenggoeg-Telagabodas, diterbitkan oleh Topografische Inrichting, di Batavia tahun 1928, keadaan kelokan jalan di sana masih seperti pada peta tahun 1908 (Peta: KITLV Heritage Collection). Sampai tahun 1944, keadaan jalur jalan masih seperti pada peta tahun 1908, seperti yang tergambar pada Peta Lembar Garoet, yang diterbitkan oleh US Army Map Service tahun 1944 di Washington D.C. (Peta: KITLV Heritage Collection).
Jalan menanjak di Lebakjero ini akan sangat terasa bila berjalan dari Garut menuju Bandung. Setelah perlintasan rel di Kadungora terlewati, ronabuminya masih datar, melewati Kiaradodot, Cimuncang. Mulai menanjak dari Cihuni terus di Panyaweran, dan jalan semakin menanjak sampai di belokan ke arah kiri (B) sehingga kendaraan ada sedikit waktu untuk bernafas, sebelum melanjutkan perjalanan dari ketinggian + 800 m dpl hingga sampai di Kampung Kaledong pada ketinggian + 900 m dpl dengan jarak 350 m (D). Di tempat rel kereta api berbelokan ke kiri, sedangkan jalan raya tetap menanjak ke arah utara timur. Di sanalah ada nama geografi Ngelay.
Dalam bahasa Sunda, ngelay berarti lumer, meleleh. Apakah ini merupakan analogi bagi yang sedang berjalan atau berkendara dari arah Kadungora? Begitu sampai di titik itu keadaan para pejalan maupun yang berkendara sudah pada keadaan capai yang luar biasa, sudah ngelay, benar-benar sudah lunglai.
Saya belum menemukan peta atau data yang menyatakan kapan ruas Jalan Lebakjero yang menanjak ini dibuat jalan baru. Tujuannya tiada lain untuk memperingan perjalanan dari arah Garut. Setelah sampai di titik persimpangan jalan lama, jalan baru sedikit melingkar kemudian menanjak lurus. Ada bagian lereng gunung yang dibelah dan dikeruk hingga dalam, sehingga jalan baru tidak terlalu menanjak. Namun bila volume kendaraan sangat padat, di Lebakjero ini masih mengalami kemacetan. Setelah sampai di jalan yang datar di seberang Kampung Kaledong, perlu menempuh 135 meter lagi untuk masuk ke Jalan Lingkar Nagreg.