• Cerita
  • Jangan-jangan di Bandung Banyak Reklame tak Berizin, Mudah Roboh, dan tidak Membayar Pajak?

Jangan-jangan di Bandung Banyak Reklame tak Berizin, Mudah Roboh, dan tidak Membayar Pajak?

Penyelenggaraan reklame dan pendataan pajaknya masih memerlukan transparansi. Agar publik turut mengawasi reklame-reklame di Kota Bandung.

Reklame di Jalan Suniaraja, Kota Bandung, Rabu (4/1/2023). Cuaca eksrem membuat reklame rentan roboh. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana30 Maret 2023


BandungBergerak.idBandung surganya bisnis reklame. Ungkapan ini mungkin terasa berlebihan meski faktanya Bandung memang strategis, kota jasa, dekat dengan DKI Jakarta, penduduknya bisa mencapai 3 juta jiwa pada siang hari. Jelas karakter kota ini menggiurkan bagi pengusaha reklame maupun pemungutan pajaknya.

Namun kejadian reklame roboh dan menimpa warga membuka mata bahwa bisnis reklame harus diawasi secara ketat, data pajak reklame juga harus transparan, lalu kontrol terhadap kualitas konstruksi reklame harus terukur. Sebab jangan-jangan banyak reklame tak berizin dengan kontstruksi yang rapuh, mudah roboh, dan membahayakan warga. Jika reklame berjatuhan, siapa yang salah?

Kasus terbaru soal robohnya reklame rapuh terjadi di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Sabtu (25/3/2023). Peristiwa ini tepat berlangsung di depan Kantor Bapenda Provinsi Jawa Barat. Reklame berukuran besar tersebut menimpa sejumlah kendaraan dan warga. Bahkan seorang warga kritis dan harus mendapatkan perawatan serius di rumah sakit.

Pada Selasa (28/3/2023) lalu, korban yang ditangani di ruangan intensif atau Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit Al Islam dijenguk Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Yana berharap, kondisi korban terus membaik. Yana mengajak masyarakat untuk mendoakan korban segera pulih dan sehat kembali.

Yana menyinggung soal reklame yang roboh tersebut rupanya tidak berizin. Menurutnya, pengusaha reklame harus bertanggung jawab membiayai perawatan korban hingga sembuh dan perbaikan kendaraan.

"Menurut informasi, ada kesanggupan untuk memberikan biaya perawatan sampai sembuh dan perbaikan kendaraan," kata Yana Mulyana, dalam siaran persnya.

Pemasang atau pemilik reklame dalam hal ini jelas harus bertanggung jawab. Hal ini yang menjadi salah satu sorotan Ombudsman Jabar.  

“Apa tanggung jawab pengguna (pemilik reklame) kalau sudah kejadian seperti ini?” kata Ketua Ombudsman Jabar Dan Satriana, saat dihubungi BandungBergerak.id, Kamis (30/3/2023).

Selain pemegang izin, Dan Satriana juga melihat persolan yang tak kalah pentingnya dari kasus reklame roboh ini, yaitu pengawasan dan pemberian izin. Ia melihat celah atau kelemahan pada pengawasan pelaksanaan perizinan reklame.

Selama ini, kata Dan, perizinan termasuk pelayanan publik yang paling diutamakan di Kota Bandung, baik dari sisi kemudahan maupun persyaratan perizinan. Terlebih dengan adanya Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang melayani perizinan satu pintu alias terpadu.

Namun kemudahan perizinan reklame ini seharusnya disertai dengan pelaksanaan pengawasan terhadap pihak yang mendapatkan izin (pemilik atau pengusaha reklame). Dalih Pemkot Bandung yang menyatakan bahwa reklame yang roboh ternyata tak berizin, menunjukkan bahwa memang terjadi kelemahan dalam pengawasan ini yang mestinya dilakukan pengawas internal di DPMPTSP maupun Satpol PP Kota Bandung sebagai penegak hukum perda.

“(Reklame tak berizin) itu kelemahan dari kejadian kemarin,” kata Dan.

Memang pengawasan izin reklame di lapangan tidaklah mudah, walaupun reklame yang tersebar di Kota Bandung memiliki ukuran besar-besar sehingga disebut sampah visual. Masing-masing reklame juga memiliki jangka waktu penayangan.

Dan menyarankan agar Pemkot Bandung melakukan audit izin reklame secara berkala untuk memudahkan dalam pengawasan. Audit termasuk mengevaluasi kontrol kualitas konstruksi reklame agar kejadian reklame roboh di Kota Bandung tak terus terulang.

Bahkan audit terhadap kontrol kualitas konstruksi reklame diperlukan tersendiri, mulai dari audit standar atau SOP, kelayakan konstruksi, dan seterusnya. Kasus reklame ambruk bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan audit konstruksi reklame.

“Dari sini kita bisa membuka potensi kelemahan lain untuk perbaikan ke depannya,” katanya.

Jadi, kata Dan, ada tiga persoalan yang harus menjadi prioritas oleh Pemkot Bandung, yakni soal perizinan, standar penggunaan izin, dan pengawasan.

“Tiga hal ini harus diawasi bersama. Apakah oleh pengawas internal DPMTSP ataupun Satpol PP,” katanya.

Dari Pemkot Bandung, penyisiran terhadap reklame-reklame akan dilakukan pascarobohnya reklame di Sukarno Hatta tempo hari. Menurut Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandung Ronny A. Nurudin, penyisiran ini akan diikuti dengan penertiban reklame tak berizin.

Ronny berjanji akan memprioritaskan reklame-reklame yang rawan roboh di saat cuaca eksrem saat ini.

"Fokusnya karena cuaca ekstrem, tim kami prioritaskan yang rawan roboh. Ini sudah mulai rapat teknis, mulai besok tim akan menyisir," tegasnya.

Baca Juga: Mahasiswa Bandung Menghadiahi Telur Busuk kepada DPRD Jabar sebagai Simbol Penolakan UU Cipta Kerja
Buka Bersama Lintas Iman untuk Meneguhkan Kerukunan Antarumat Beragama
Sungai Kotor untuk Semua

Transparansi Pajak Reklame

Di balik bertebarannya reklame yang berizin maupun tak berizin di Kota Bandung, terdapat perputaran uang puluhan miliar rupiah. Pajak reklame bahkan menjadi pendapatan signifikan bagi Kota Bandung. Namun dari tahun ke tahun, penyelenggaraan reklame dan pendataan pajaknya masih memerlukan transparansi.

Transparansi merupakan komponen penting dari pengawasan publik. Ujungnya akan berkaitan pula dengan standar keselamatan dalam pembangunan reklame. Jangan sampai tingginya pajak reklame ini tidak disertai dengan standar keamanan yang bisa merugikan warga Bandung seperti pada kasus reklame roboh di Sukarno Hatta.

Dosen UPI Bandung Arvian Triantoro pernah melakukan kajian ilmiah terkait reklame di Kota Bandung. Dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul “Efektifitas Pemungutan Pajak Reklame dan Kontribusinya terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung”, terlihat bahwa reklame menjadi salah satu lumbung pajak bagi Pemkot Bandung.

Menurutnya, pajak atas reklame menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung yang cukup menjanjikan.

“Yang menjadi permasalahannya adalah apakah pemungutan dan ataupun perolehan atas pajak reklame tersebut telah berjalan secara efektif ataukah belum. Efektifitas pemungutan pajak mengambarkan bagaimana kinerja suatu pemerintahan,” tulis Arvian Triantoro, diakses Kamis (30/3/2023).

Tiap tahunnya target dan realisasi pendapatan daerah dari sektor pajak reklame di Kota Bandung terus meningkat. Misalnya pada 2001 realisasi pajak reklame menacpai 3,6 miliar rupiah. Enam tahun kemudian, tahun 2006, realisasinya meningkat menjadi  26 miliar rupiah (Dipenda Kota Bandung tahun 2001-2006).

“Jika diperhatikan, target maupun realisasi pajak reklame dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini berarti secara umum tingkat efektifitas pemungutannya baik, akan tetapi tingkat efektifitas ini akan kembali dipertanyakan jika pada kenyataannya realisasi penerimaan pajak reklame itu masih dibawah potensi yang sebenarnya,” ungkap Arvian.

Dalam kurun 2006 tersebut, Arvian menghimpun potensi pajak reklame Kota Bandung yang angkanya bisa jauh lebih besar dari realisasinya, yakni bisa mencapai 20-50 miliar. Artinya masih terdapat perbedaan antara target dan realisasi pungutan pajak reklame.

Menurut Arvian, banyak alasan mengapa terjadi perbedaan antara potensi pajak reklame dan realisasi pajak reklame yang menjadi penerimaan asli daerah kota Bandung. Salah satunya adalah tidak adanya transparasi dalam perhitungan ataupun penentuan besarnya target pajak reklame.

Realisasi yang jauh melebihi target setiap tahunnya, kata Arvian, tanpa melihat potensi yang ada dirasakan kuranglah bijak. Mengingat pajak reklame merupakan salah satu unsur dari pajak daerah, maka apabila penerimaan pajak reklame terus meningkat akan memberikan kontribusi yang lebih besar untuk penerimaan daerah khususnya dari sektor pajak daerah.

“Persentase perolehan dan laju pertumbuhan pajak reklame yang cukup tinggi memberikan indikasi betapa besarnya potensi yang ada sebenarnnya. Apalagi jika dilihat Kota Bandung begitu semarak dipenuhi dengan papan-papan reklame,” tulisnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//