• Kolom
  • SALAMATAKAKI #13: Misterinspyro dan Segala Cinta di Dalamnya

SALAMATAKAKI #13: Misterinspyro dan Segala Cinta di Dalamnya

Inspyro Moves merupakan ruang kreatif sekaligus rumah tinggal di Jalan Kresna no.52. Menghadirkan pertunjukan dance, painting, dan rahasia lainnya.

Sundea

Penulis kelontong. Dea dapat ditemui di www.salamatahari.com dan Ig @salamatahari

Pertunjukan Inspyro Moves di Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)

4 April 2023


BandungBergerak.id“Jadi sebetulnya ini  acara apa?” tanyaku.

“Apa, ya? Acara… pengin bikin acara aja,” sahut temanku, seniman Maradita Sutantio.

Kami berdua lantas tertawa bersama. Dita kesulitan menjelaskan, sementara aku tidak punya kisi-kisi sama sekali. Akhirnya kami janjian bertemu pada suatu hari Minggu di awal April untuk mengobrol panjang tentang Inspyro Moves dan segala cerita yang terkait dengan ruang kreatif ini.

Acara Aja

Pada tanggal 31 Maret lalu, Dita mengundangku datang ke “tempat teman” di Jalan Kresna no. 52. “Ada dance sama painting,” kata Dita. Namun, Dita tidak menjelaskan lebih lanjut. Setiap pertanyaanku selalu ditanggapi dengan, “rahasiaaa, makanya datang aja…”

Penasaran, datanglah aku ke “acara aja” yang diadakan tanpa poster dan keterangan lengkap itu. Di sana aku berkenalan dengan tuan rumah, pasangan Adriel dan Jessica. Adriel adalah pemilik jenama Stella Puff Pastry, juru masak handal, dan aktivis rohani yang melayani anak muda. Sementara Jessica adalah seniman tari kontemporer yang mencintai tari dengan renjana penuh dan sudah menerbitkan buku metode tari bertajuk “Inspyro Contemporary Moves – Level 01”.

Hari itu, begitu tiba di jalan Kresna no.52, aku digiring ke galeri mini dekat pintu masuk, tempat karya-karya Salvius Alvin dipamerkan. Salah satu karya favoritku bertajuk “In Loving Memory”. “Ini gue buat waktu binatang peliharaan gue meninggal. This is deep. Too deep,” ungkap Alvin.

Karya Alvin adalah karpet bulu dengan warna-warna kaotis dan ditulisi in loving memory. Namun, persis di atas karpet itu ia meletakkan kursi nyaman berwarna peach terang. Rupanya kematian sang peliharaan meninggalkan duka yang mendalam dan turbulensi emosi. Namun, kedukaan itu tetap ia akhiri dengan sesuatu yang terang dan optmis; kursi nyaman yang mewakili ingatan-ingatan baik dan terang.

Pukul 19.00, hadirin digiring ke lantai dua untuk menyaksikan pertunjukan tari kontemporer. Di studio yang juga mini tetapi sangat layak untuk pertunjukan dan latihan tari, Jessica Christina, Taya Ilona, Herdi Mbuy, Richard Zhang, Ria Mawung, dan Hany Sulistia Ningrum menampilkan tari kontemporer bertajuk “Telanjang Kaki”.

Sebagai penari, Jessica kaya dengan pengalaman tubuh. “Telanjang kaki bukan sekedar kaki tanpa alas, tapi lebih dari itu bercerita tentang kebebasan, fondasi, kesetaraan, berserah, dan apa adanya menjadi aku,” ungkap Jessica. Pertunjukan dibuka dengan permainan siluet antara ibu dan anak—Jessica dan Taya—kemudian disambung oleh kuartet tari Herdi, Richard, Ria, dan Hany. Saat menyaksikan koreografi mereka, aku mencegah diriku membuat interpretasi. Kubiarkan seluruh indraku menikmati setiap gerakan sebagai gerakan saja, merasakan setiap keindahannya seutuh mungkin seperti menatap biru langit atau menghirup harum masakan. Meskipun aku tak bisa menari, saat menyaksikan mereka dengan “bertelanjang interpretasi”, bagian diriku yang tak terbatas tubuh ikut menari sebebas-bebasnya dan rasanya nyaman sekali.

Jessica dan Adriel pada acara Inspyro Moves di Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)
Jessica dan Adriel pada acara Inspyro Moves di Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)

Setelah pertunjukan tari usai, Adriel, yang ternyata berulang tahun hari itu, sudah menyiapkan makan malam yang ia masak sendiri. Aku cukup tertegun melihat menu yang tersedia. Di food pan prasmanan, terhidang santapan yang sangat beragam tetapi tidak biasa. Mulai dari nasi goreng, salad, ikan, pastry, sampai es krim. Uniknya, semua makanan yang terhidang dapat bersanding nyaman dengan makanan lainnya. Tak ada cita rasa yang mengganggu cita rasa lainnya, meskipun kami satukan di wadah karton yang sama. Padahal setiap makanan punya karakter rasanya sendiri-sendiri. Kok bisa, ya? Batinku. Sambil menikmati santap malam sedikit-sedikit, aku mencoba memecahkan misteri menu tersebut hingga tak terasa perutku sudah menjadi penuh.

Aku pun mencoba mengamati orang-orang yang bertemu, bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan tuan rumah. Pandanganku menjelajahi bangunan empat lantai yang penuh dengan karya seni. Di pintu kaca aku menangkap tulisan “We welcome you to our home”. Jadi Inspyro Moves ini rumah tinggal? Selain menu masakan, misteri lain yang tidak terpecahkan malam itu adalah: Aku datang ke acara apa dan ke tempat apa?

Inspyro Moves dan Cinta dalam Segala Bentuknya

Demi menguak misteri tersebut, pada hari Minggu yang ceria aku bertemu dengan Dita yang kadang didaulat sebagai manajer, kadang in house kurator di Inspyro. Melalui Ditalah aku jadi tahu kisah Inspyro yang ternyata seperti alur film romantis.

Tersebutlah Adriel, pemuda yang aktif melayani di gereja. Ketika sedang mengikuti kursus teologia di Singapura, ia jatuh cinta berat kepada seorang penari profesional yang sudah membangun kariernya di Negeri Singa: Jessica. Cintanya berbalas. Namun, Adriel sadar menari adalah hidup Jessica. Ketika memboyong Jessica ke Bandung dan menikahinya, Adriel membangunkan sebuah studio di jalan Ancol, tak jauh dari pabrik Stella Puff Pastry-nya. Di sana Jessica dapat terus berkarya, membangun komunitas, dan mengajar tari.

Ruang kreatif di Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, sekaligus menjadi rumah tinggal, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)
Ruang kreatif di Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, sekaligus menjadi rumah tinggal, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)

Kemudian datanglah masa pagebluk. Bagi Adriel yang berkegiatan di gereja dan Stella Puff Pastry, tantangan pandemi masih dapat diatasi. Namun, bagi Jessica yang hidup di dunia seni pertunjukan, pembatasan fisik lebih besar pengaruhnya. Tak ada yang tahu sampai kapan masa pagebluk berlangsung dan bagaimana nasib seni pertunjukan ke depannya. Sungguh-sungguh memikirkan kebahagiaan Jessica membuat Adriel selalu membawa renjana Jessica ke dalam doa dan renungan. Sampai pada suatu ketika ia merasa terdorong untuk mencari tahu lebih jauh mengenai seni secara luas. Di sanalah Dita, temanku yang sudah lebih dulu aktif di dunia seni, direkrut.

Cinta membuat Adriel berani melompati zona nyamannya. Ia yang nyaris tak pernah keluar dari lingkungan pergaulan gereja mencoba berkenalan dengan seniman, mendengarkan proses kreatif mereka, memahami cara berpikir mereka, dan melihat kemungkinan mereka berkolaborasi dengan Jessica.

Di luar dugaan, segala hal yang awalnya dilakukan Adriel untuk Jessica seorang justru menjadi berkat untuk dirinya sendiri.

“Ke seniman Adriel bisa terbuka,” cerita Dita. Adriel mampu menceritakan segala kelemahannya, sisi-sisi manusiwainya, yang kemudian lahir menjadi karya di tangan para seniman. Beberapa seniman pun mulai berkolaborasi dengan Jessica. Jessica terus bergerak dan berkarya, sementara Adriel merasa penuh.

Baca Juga: SALAMATAKAKI #10: Merayakan Pesta Cerita, Memestakan 30HariBercerita Raya
SALAMATAKAKI #11: Rumah Petik yang Merajut Sinar
SALAMATAKAKI #12: Iqra, Kajian Jumaahan di Kedai Jante

Instalasi di ruang kreatif Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)
Instalasi di ruang kreatif Jalan Kresna no.52 Kota Bandung, Jumat (31/3/2023). (Foto: Sundea/penulis)

Ayah dan Stella Puff Pastry

Melangkah keluar dari lingkungan gereja dan bertemu dengan seniman ternyata menyentuh sisi yang sebelumnya tak betul-betul Adriel sadari. Mampir ke studio seniman yang apa adanya dan berinteraksi dengan mereka mengingatkan Adriel kepada sang ayah yang telah tiada.

“Papanya Adriel dulu seniman kaca patri,” cerita Dita. Namun, pada tahun 90an, ketika hidup dari kaca patri semakin sulit, ayah Adriel mendirikan Stella Puff Pastry. Kebetulan almarhum memang pencinta kuliner, suka memasak, dan sering mengundang teman-temannya untuk makan masakan-masakannya. Kecintaannya pada kuliner pun menurun pada Adriel, anak tunggalnya, yang kemudian melanjutkan sekolah sebagai chef.

Meninggalnya sang ayah sekitar sembilan tahun silam mengguncang jiwa Adriel. Stella Puff Pastry dijalani Adriel seadanya saja karena ia tak sanggup melawan kenangan ayahnya yang tertinggal di setiap sudut usaha tersebut. Sampai di kemudian hari, Adriel menyadari, cara untuk berdamai dengan kenangan justru dengan menyentuh kenangan lainnya, kenangan akan sisi lain sang ayah. Setelah berinteraksi dengan banyak seniman, Adriel mulai kembali menekuni Stella Puff Pastry secara serius dan mengisi pabriknya dengan karya seni. Di salah satu takarir Instagramnya, @stellapuffpastry menulis:

“Sepanjang tahun 2022, kami berkenalan dengan banyak teman baru yang masing-masing senantiasa berbagi cerita hidup lewat karya-karya luar biasa. Tembok-tembok di pabrik kami hampir penuh, dan ruas-ruas di hati kami terisi rasa syukur”.

Seni dan relasi menjadi panggilan bagi Adriel. Rumah barunya di Jalan Kresna no.52 dirancang sebagai ruang kreatif. Seperti ayahnya, kadang-kadang Adriel mengundang teman-temannya untuk makan masakannya, misalnya di “acara aja” tanggal 31 lalu. Aku tidak berhasil memecahkan misteri “perdamaian menu” pada masakan Adriel yang beragam, tetapi aku menemukan benang merah antara apa yang ia masak dan bagaimana ia menjalani hidup. 

***

Menu makanan menjadi bagian dari pertunjukan Inspyro Moves. (Foto: Sundea/penulis)
Menu makanan menjadi bagian dari pertunjukan Inspyro Moves. (Foto: Adriel/penulis)

“Main di Inspyro ada pengaruhnya, nggak ke karya lu?” tanyaku kepada Dita.

“Ada,” sahut Dita.

Dita mengaku belakangan berkarya menjadi lebih “ringan” untuknya. Seniman dan kurator yang sudah berkiprah di dalam dan luar negeri tersebut berusaha hadir sesederhana mungkin agar karyanya terasa dekat dengan siapa pun.

“Wah, next level, dong, nih,” komentarku.

Dita tertawa, “Bukannya down grade, ya? Buat gue sekarang berkarya nggak harus di galeri (seni). Gue berkarya di Instagram, di iklan…”

“Iya, Dit, itu next level kalau menurut gue. Konten karya lu kan tetap rich, nggak ada yang berubah dengan itu, tapi sekarang karya itu bukan tentang diri lo dan ego lo lagi.”

Percakapan kami hari itu berakhir menyenangkan. Misteri @inspyro_moves terpecahkan, tetapi ke mana mereka kelak bertumbuh tetap menjadi misteri seperti rahasia-rahasia hidup lainnya.

Namun, ragukah kita menghadapi misteri jika iman, pengharapan, dan kasih menuntun langkah kita laksana pelita?

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//